18 Maret, 2011. Itulah awal saya mengenalinya, bermula dari kompasiana. Ketika saya sedang membuka kompasiana, saya menemukan beberapa tulisannya yang berkisah tentang keterlibatannya menjadi relawan ketika erupsi Merapi 2010 lalu. Yah, saat itu saya dengan beberapa teman blogger sedang berkoordinasi mengumpulkan tulisan teman-teman blogger yang terlibat langsung menjadi relawan Merapi di Jogja. Tak segan, saya langsung menambahkan sebagai teman serta meminta izin di lapak tulisannya untuk meminta tulisannya. Tanpa berat hati, Mas Arif (saat itu saya memanggilnya) mengizinkan saya mengambil tulisan-tulisannya.
Beranjak dari kompasiana, saya mengadd facebooknya. Kita jarang berinteraksi, hanya sesekali saja bertegur sapa melalui komentar di wall facebook. Bulan April, Mas Arif mengirim inbox kepada saya menanyakan proses pembuatan buku sudah sejauh mana. Sayangnya, ketika itu proses pembuatan buku Relawan Merapi terhambat dan mengalami masalah. Jadi, sering saat beberapa teman bertanya saya hanya menjawab "sedang layouting" atau alasan-alasan lainnya yang saya sendiri sampai bosan menunggunya dari pihak penerbit.
Awal Juni 2011, buku dikabarkan sudah akan terbit. Saya kerapkali kontak teman-teman kontributor. Termasuk juga mengabarkan kepada Mas Arif. Sayangnya, saya mulai kehilangan jejek, dia tak lagi kerap terlihat online di facebook, kompasiananyapun sepi dari postingan. Barulah saya tahu dari beberapa statusnya, kalau ia akan segera ke Papua menjadi seorang guru. Saya juga melihat tag foto di facebooknya yang sedang bersalaman dengan Pak Anies Baswedan (saat itu saya belum mengenali dan tidak tahu siapa Pak Anies Baswedan)
Kok rambutnya Pak Guru blindis, yah? keujanan po, Pak Guru? :D
Tag foto di atas, ditambahi dengan kalimat yang ditulis oleh Mas Arif sendiri.
"Arif, saya sudah baca tulisan kamu, luar biasa. Saya sangat bangga dengan pemuda yang penuh semangat dan rasa optimis yang tinggi dari seorang putra daerah Brebes sepertimu. Sebentar lagi pengabdianmu akan dimulai, tetaplah optimis dan nikmati pengabdianmu", kata Pak Anies Baswedan setelah pelatihan survival di hutan Gunung Bunder selama 3 hari, dan mengukuhkanku sebagai salah satu Pengajar Muda angkatan 2. "
Sejak saat itu, saya baru tahu tahu kalau dia telah mengikuti program Indonesia Mengajar (sebelumnya saya gak tahu blas, padahal dah sesi kedua) sebagai pengajar muda yang ditempatkan di Karas, Fakfak-Papua Barat. Saya juga baru tahu, kalau ternyata di tempatnya mengajar tidak ada listrik, apatah lagi sinyal untuk memperoleh line internet. Jadilah Pak Guru terisolasi. Sejak pindah berada di Papua, saya berubah memanggilnya dengan sebutan Pak Guru. Saat ke kota, barulah Pak Guru dapat memperoleh akses internet dan berbagi ceritanya di dunia maya. Baik melalui tulisan maupun gambar.
Melihat dan membaca cerita-ceritanya, saya selalu menunggu Pak Guru berbagi cerita dari ujung Papua sana. Tentang anak-anak muridnya, tentang alamnya, tentang kampung barunya juga tentang keluarga barunya. Adakalanya, saya larut dalam setiap kisah yang dituliskan. Saat berkisah tentang pelita yang meneranginya ketika mengajar murid-muridnya, tentang jebakan batman yang dilakukan oleh anak-anak muridnya juga banyak cerita-cerita lainnya saya tidak melewatkannya. Baik di notes facebook, blog Indonesia Mengajar juga kompasiana (padahal tulisannya sama hihihi :P)
Awal bulan Juli, buku kami dikabarkan telah terbit. Melalui facebook, saya mengabarkan kepada pak Guru ketika ia ke kota, luar biasa sekali sambutan Pak Guru, ia sangat bergembira. Buku pertama kami terbitkan di tempat lain cetakan selanjutnya, kami pindah penerbit dan inilah hasilnya
Penampakan buku kami. Royalti penjualan dari buku ini sepenuhnya untuk charity
Suatu waktu, ia menuliskan tentang Sinyal itu Mahal Jendral. Ia bercerita kepada saya, kalau Om Hazmi Srondol katanya telah memberitahukan kepada pihak Indosat tentang tulisannya tersebut. dan harapan Om Hazmi, adalah Indosat mau menanamkan towernya di Papua sana. Ternyata, subhanallah... rencana itu betul-betul terlaksana. Pak Guru terlihat begitu gembira sekali saat menceritakannya. Kisahnya dapat dibaca di tulisan Terimakasih Pelita (2)