Saya memiliki kecintaan terhadap Bahasa Indonesia yang besar. Saya senang membaca dan menulis dalam Bahasa Indonesia. Saya begitu menikmati membaca karya-karya sastra Indonesia. Saya juga merasa dapat berbicara dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Saya mencintai Indonesia melalui bahasa dan sungguh merasakan Indonesia adalah tanah airku.
Kecintaan pada Bahasa Indonesia ini diperkenalkan oleh ibuku.
Ia selalu mengajakku bercakap-cakap dalam bahasa Indonesia. Saya mulai belajar tentang konsep diri (self) dengan menggunakan Bahasa Indonesia. Melihat bagaimana ibu mendidik adikku yang terpaut usia delapan tahun denganku sejak usia bayi saya mengetahui bagaimana ia menggunakan bahasa Indonesia untuk memperkenalkan dunia kepada anaknya. Terlebih memperkenalkan tentang konsep diri (self) pada anak-anaknya melalui aktivitas-aktivitas sederhana. Misalnya, melihat diri di cermin atau belajar memanggil nama diri sendiri.
Saya menikmati bercerita dengan ibu dalam Bahasa Indonesia. Saya merasa bisa mengekspresikan diri dan perasaanku melalui bahasa Indonesia. Saya merasa bisa semakin mengenal dan memahmi diriku lewat Bahasa Indonesia.
Sepuluh tahun terakhir melihat maraknya penggunaan Bahasa Inggris pada anak-anak sejak usia dini saya jadi bertanya pada Ibu. Saya bertanya padanya mengapa ia tidak mengajarkan Bahasa Inggris sejak usia dini kepada kami. Padahal ibu saya adalah seorang guru dan lulusan FKIP Bahasa Inggris. Lima belas tahun pertama karirnya dihabiskan untuk mengajar Bahasa Indonesia untuk orang asing.
Ibu ingin anak-anaknya kokoh terlebih dahulu dengan bahasa pertamanya, Bahasa Indonesia. Sebab kalau bahasa ibunya sudah mantap, mau belajar bahasa apa saja jadi lebih mudah, demikian pendapat ibu.
Meskipun sebenarnya saya sudah familiar dengan Bahasa Inggris sejak kecil. Melalui tayangan Disney, mendengar ayah dan ibu saya mengobrol yang rahasia biasanya menggunakan Bahasa Inggris, pergi berlibur ke luar negeri dan belajar Bahasa Inggris di hari-hari tertentu dengan ibu yang kemudian dilanjutkan dengan kursus di tempat les.
Ketika saya kuliah Psikologi dan semakin melihat maraknya fenomena orang tua masa kini yang repot mengajarkan Bahasa Inggris pada anaknya, saya jadi semakin penasaran. Saya sering melihat orang tua yang mengajarkan bahasa Inggris sepotong-sepotong pada anaknya yang bahkan belum mencapai usia setahun atau dua tahun.
"Ayo dipegang ball-nya""Ayo shake-hand".
Banyak orang tua mereduksi makna bahasa menjadi sekedar kata pengganti saja. "Ball" sebagai pengganti bola, "shake hand" pengganti kata "bersalaman" dan sebagainya.