Lihat ke Halaman Asli

anastasia nadine

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Antibiotik untuk Rasisme

Diperbarui: 12 September 2020   11:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"If one does not understand a person, one tends to regard him as a fool" 

 C.G. Jung

Masyarakat Indonesia melalui kesehariannya dengan berbagai macam suku, budaya serta bahasa. Ragam flora, fauna hingga individu yang ada didalamnya juga tidak membuat masyarakat Indonesia mengerti satu sama lain. Bentuk dari mengerti satu sama lain akan menjadi perilaku saling menghargai. Salah satu bentuk konkrit masyarakat Indonesia belum mengerti dan belum menghargai satu sama lain ditandai dengan kasus rasisme yang sudah ada sejak zaman dahulu. Menurut infografis yang berisikan tentang kasus rasisme dan diskriminatif 21 tahun terakhir (Patricia, 2019) sejak 1998 terjadi diskriminasi terhadap etnis Tionghoa, kemudian dilanjutkan pada 1999, kerusuhan Sambas, yang merupakan konflik antara etnis Madura dan Melayu, 2001 terjadi kerusuhan Sampit, yang memakan korban suku Dayak dan 2019 terjadi kerusuhan Papua dan membuat isu rasisme tersebar di media sosial. 


Hidup berdampingan dengan berbagai jenis perbedaan merupakan fakta yang harus dijalani oleh masyarakat Indonesia, hal ini dikarenakan masuknya dunia pada zaman globalisasi. Dalam era globalisasi akan terbukanya akses antar wilayah, yang memaksa masyarakatnya saling berinteraksi. Tujuan dari interaksi yang diakibatkan dari era globalisasi ada berbagai macam tujuan, dari ekonomi, sosial, politik dan budaya (Samovar, 2017; 3). Oleh sebab itu, untuk mencapai dinamika kehidupan yang tertata dan damai maka diperlukan pengertian antara satu sama lain. Berangkat dari kasus rasisme yang terjadi Indonesia memperlihatkan bahwa terjadi permasalahan dalam proses komunikasi. Komunikasi yang dijalankan tidak mencapai mutual understanding dan perbedaan yang ada serta pihak yang belum bisa mengerti mengakibatkan konflik tersebut. 


Demi mencapai mutual understanding ditengah keberagaman budaya dan era globalisasi, maka penting sekali untuk mengerti komunikasi antar budaya. Pada dasarnya komunikasi antar budaya mempelajari berkomunikasi atau bertukar pesan dengan mengerti latar belakang masing-masing budaya. Dengan pondasi yang bagus dalam mengerti satu sama lain, maka perbedaan yang ada tidak dipandang sebagai bibit konflik dan rasisme, namun justru sebuah keuntungan untuk mempelajari dan menjalin relasi dari berbagai daerah yang memiliki banyak budaya. Membuat relasi yang luas merupakan salah satu keuntungan di era globalisasi ini.  Samovar (2017) mengatakan bahwa Sistem ekonomi, lingkungan, sumber daya, pendidikan, dan kesehatan kita semuanya berhubungan, bergantung, dan mempengaruhi ekonomi, lingkungan, sumber daya, dan sistem kesehatan di negara lain. Oleh sebab itu generasi penerus bangsa perlu mempelajari komunikasi antar budaya demi mengurangi kasus rasisme yang ada di Indonesia

Daftar Pustaka

Patricia, J. (2019). Kasus Rasisme dan Diskriminatif 21 Tahun Terakhir. Diakses dari 

https://www.validnews.id/Inforafis-Data-Kasus-Rasisme-dan-Dikriminatif-21-Tahu-Terakhir-aH 

Samovar, L. A., Porter, R. E., McDaniel, E. R., & Roy, C. S. (2017). Communication between cultures. Nelson Education.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline