Kemarin, saya memperoleh kesempatan istimewa, yaitu berjalan kaki seorang diri dari area sekolah anak menuju rumah! Perjalanan berjarak sekitar 8 km, dengan setengah rute bersuasana jalan raya kota, dan setengahnya lagi naik turun perbukitan.
Yang memotivasi saya untuk berjalan kaki adalah obrolan dengan seorang ibu. Saya pangling dengan penampilannya yang langsing. Dari cerita beliau, bobotnya berhasil turun 8kg dalam waktu 6 bulan, terutama karena ia berjalan kaki selama 30 menit setiap pagi dan setengah jam lagi saat sore hari. Dengan penuh semangat, ibu itu membagikan tipsnya: "Yang paling penting itu olah raga! Tanpa olah raga, lambat sekali penurunan berat badan!".
Motivasi tersebut menghantarkan saya pada 3 momen spesial sepanjang perjalanan. Karena sifatnya masing-masing berdiri secara terpisah, maka tercantum label pada setiap momen, agar pembaca lebih nyaman bila hendak memilih dan tidak ingin membaca semuanya.
JUDGING. Momen pertama adalah saat berjumpa dengan pedagang balon yang duduk di trotoar dengan tulisan "MENERIMA SEIKHLASNYA". Mimik pedagang balon itu menatap pejalan kaki secara memelas. Refleks saya berkata di dalam hati: "Anda sedang berusaha menarik simpati orang lain ya, dengan cara berlaku sebagai korban lemah kurang daya?!" Sedetik kemudian membersitlah rasa tidak suka. Untungnya langsung tersadar dengan reaksi penghakiman tersebut. Saya geli mentertawakan diri sendiri yang bersikap judging, dan reaksi penghakiman tersebut pun terbang hilang.
APRESIASI. Kesempatan berikutnya datang kembali dari seorang pedagang kaki lima. Kali ini, adalah bapak pedagang sandal yang duduk di depan sebuah rumah makan. Ia menatap saya dan menawarkan dagangannya. Reaksi spontan saya adalah tersenyum, menyatakan terima kasih, "menggelengkan" pergelangan tangan, sambil terus berjalan.
Sekejap kemudian, saya merasa menyesal dengan tingkah saya yang tidak apresiatif. Bukankah lebih bermanfaat bilamana tadi saya berhenti sejenak, menatap mata bapak itu dengan sungguh-sungguh, memperhatikan dulu dagangannya, lalu mengapresiasi kelebihan barang yang ia dagangkan, serta menyatakan harapan agar dagangannya laris manis, baru kemudian pamit beranjak melanjutkan perjalanan?! Ah, sudahlah, berlalulah peluang manfaat itu tadi.
HIDUP IBARAT JALAN MENDAKI. Momen paling istimewa bagi saya adalah saat rute beralih ke area perbukitan, terutama saat mendaki. Rasanya ngos-ngosan. Semakin lelah ketika melihat motor lalu lalalng tanpa mengangkut penumpang, namun tidak ada satu pun yang berhenti dan menawarkan tumpangan! Hehehe... tanpa sadar, saya lagi-lagi menyalahkan pihak lain, meskipun rasa tidak enak ini adalah konsekuensi dari pilihan saya sendiri!
Untungnya, penghakiman hanya mampir sebentar! Saya teringat kembali dengan tujuan utama berjalan. Tapi aduhai, kok tanjakannya tinggi nian! Masih jauh pula dari rumah! Apa saya pesan ojek online saja ya?! Hehehehe... Tapi, sayang ah! Sudah separuh perjalanan! Lagipula, justru ini olah raga yang sebenarnya! Bukankah itu sasaran yang hendak saya wujudkan?!
Saya pun teringat dengan tips seorang kawan yang suka mendaki gunung. "Jangan lihat ke atas. Nanti rasanya masih jauh dan muncul lelah duluan. Lihat saja yang ada dekat di sekitar. Maka lahirlah rasa takjub dan nikmat atas berkat di sepanjang jalan."
Dan tips itu benar! Saya berhenti melihat jauh ke atas. Cukup menatap yang ada di depan putaran mata. Indah juga melihat aneka warna dari daun yang berguguran. Apalagi saat di salah satu sisi jalan ada banyak pepohonan tinggi seperti kawasan hutan kecil. Udara langsung meningkat kesegarannya. Seperti langsung memindahkan saya ke sisi dunia yang berbeda! Luar biasa! Kuasa Allah sungguh maha besar!