Wabah penyakit covid-19 tak kunjung usai, tak ayal mendapatkan penyelesaian, justru berujung kepada kejadian yang kian memuncak. Varian baru pun kian bermunculan beriringan dengan yang lama hal ini memang telah diakui, dilansir dari perkataan dr. R.A. Adaninggar, SpPD yang mengatakan bahwa virus covid-19 kian bermutasi dan lebih mudah menular dibandingkan sebelumnya. Salah satu contohnya yaitu varian Delta yang berasal dari India. Varian ini dipercaya memiliki gejala yang lebih ringan namun, lebih kuat dalam menyerang organ dalam, terkhusus paru-paru. Hal ini terbukti dari kejadian di RSIS A. Yani yang diberitakan melalui sebuah pemberitaan digital berdasarkan referensi dari dr. Dodo Armando MPh, dimana beliau menangani pasien covid yang pada awalnya memiliki kondisi paru-paru yang tergolong biasa namun, dalam kurun waktu 1 hari pasien tersebut masuk ke dalam paru-paru fase parah. Hal itulah yang menyebabkan tingkat kasus covid-19 kian bertambah.
Oleh karena itu segala jenis usaha telah dikembangkan. Sehingga dengan berjalannya waktu ditemukan solusi daripada permasalahan ini, yaitu ditemukannya obat yang disebut Actemra atau Tocilizumab. Actemra dikatakan dapat menyembuhkan penyerangan paru-paru daripada pasien covid-19. Dimana obat ini dipakai oleh pasien yang telah memasuki alur pernapasan yang sulit oleh karena paru-paru mereka yang mengalami peradangan. Tak hanya Indonesia saja yang memakai obat ini sebagai salah satu jalan keluar, negara lain juga diketahui menggunakan Actemra dalam menangani pasien covid-19 seperti negara China, Swiss dan lain-lain.
Lantas apakah obat ini dapat dipercaya? Ya, obat ini dapat dipercaya dimana berdasarkan pernyataan farmasi Roche Holding AG, Actemra mampu mengatasi radang pada paru. Selain itu, seperti dalam pemberitaan, menurut studi yang telah dilakukan pada akhir November terbukti bahwa pasien yang mengonsumsi obat Tocilizumab atau Actemra, 87% menunjukkan gejala yang lebih baik dibanding pasien yang tidak diberi obat tersebut. Tentu hal ini membuat masyarakat terkhusus negara Indonesia merasa senang bukan?. Akan tetapi, ada fakta yang mengungkapkan sisi lain daripada obat ini yang mampu mengubah rasa tenang tersebut menjadi sirna. Obat ini tergolong sulit didapatkan.
Alasan di balik kesulitan tersebut yaitu sistem penyebarannya. Sangat disayangkan pendistribusiannya berasal dari negara lain membuat barang ini susah untuk didapatkan. Selain itu, dikarenakan tingginya biaya impor daripada negara Swiss membuat pertimbangan yang panjang untuk mendapatkan obat ini di Indonesia. Hal lain yang mendukung tingkat kesulitan memperoleh obat ini adalah sistem penyimpanannya yang tidak bisa sembarangan dengan syarat memiliki suhu yang sesuai dengan aturan , sehingga stok yang ada di Indonesia sendiri masih tergolong sedikit ataupun langka untuk lingkupan besar negara ini. Lain daripada itu, hal utama yang menyebabkan ketidakmudahan untuk mendapatkan obat ini yaitu dikarenakan stok patennya telah menipis dan juga tingkat teknologi yang tersedia belum mumpuni dikarenakan teknologi yang digunakan tidak seperti untuk membuat obat biasa oleh karena itu untuk memaksimalkan pembuatan yang setara dengan obat patennya dinilai masih sulit dilakukan, sehingga membuat hal ini menambah tingkat kelangkaan di Indonesia itu sendiri.
Dikarenakan semua hal itu, obat Actemra dengan stok yang tersisa dan dengan tingkat kelangkaannya menyebabkan harganya terbilang mahal dalam hitungan rupiah. Nilai rupiah yang dimaksud menurut berita yang disiarkan pada 7 Juli 2021 yang lalu harga obat ini mencapai jutaan rupiah, dengan spesifikasi rentang harga senilai Rp5.710.600 sampai Rp45.000.000. Kenyataan tersebut menambah beban pikir bagi masyarakat dari berbagai kalangan, sehingga masyarakat seringkali melabeli barang ini belum mumpuni, ditinjau menurut keadaan yang dialami oleh masyarakat itu sendiri, dimana jika dilihat dari kondisi lingkungan ekonomi masyarakat, obat ini belum bisa dikatakan dapat terjual belikan di berbagai strata perekonomian Indonesia dan juga tingkat kesulitan dalam memperolehnya membuat banyak orang yang sulit mendapatkannya sehingga tanda keefisiensiannya masih tergolong tidak baik secara lingkungan.
Oleh karena itu, pemerintah dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI,telah mendapatkan solusi akan permasalahan tersebut. Dimana menurut menteri BUMN Erick Thohir, beliau berniat membuat obat yang sama seperti Actemra. Obat yang dihasilkan dituju kepada status generik. Hal tersebut dikarenakan belum mampunya teknologi yang tersedia untuk menghasilkan obat yang setara dengan yang paten. Namun, semuanya akan diusahakan semaksimal mungkin untuk memiliki fungsi yang mumpuni sama seperti yang sebelumnya. Tentunya dengan harga yang lebih masuk diakal untuk semua golongan strata perekonomian di Indonesia dengan tujuan mengurangi hal yang tidak diinginkan . Dengan kata lain akan mengurangi kasus yang ada untuk menuju keadaan yang lebih normal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H