"Kami membuka lowongan untuk Manager Accounting and Finance dan setelah kami membaca CV Bapak, sepetinya Bapak cocok untuk mengisi jabatan tersebut di perusahaan kami. Kapan bapak bersedia bergabung untuk mensupport perusahaan kami?"
"Saya di perusahaan X ini sudah mendapatkan gaji xxx Rupiah dengan benefit a, b, c, dan d lalu apa yang dapat perusahaan kalian berikan supaya saya pindah untuk support perusahaan kalian?"
Interviewer kebingungan , terdiam sebentar lalu menjawab, "kami ada BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan Pak."
Kandidat pun terkikik geli, "Itu kewajiban Bu bukan benefit."
Hal ini menimbulkan pertanyaan: benarkah BPJS dianggap sebagai kewajiban bukan benefit? Menyusuri dari peraturan perundang-undangan sebelumnya pada saat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial terdiri dari Persero JAMSOSTEK, TASPEN, ASABRI, dan ASKES , pemerintah dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial dinyatakan bahwa Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti. Ketentuan ini ditambahkan dalam Pasal 17 bahwa setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran yang menjadi kewajibannya dan membayarkan iuran tersebut kepada Bada Penyelenggara Jaminan Sosial secara berkala.
Kewajiban dalam peraturan-peraturan tersebut pun di update menjadi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang menurut Pasal 5 dibentuk dalam BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Sama dengan ketentuan tahun 2004, pada Pasal 15 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 dinyatakan bahwa:
(1) Pemberi Kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti.
(2) Pemberi Kerja, dalam melakukan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memberikan data dirinya dan Pekerjanya berikut anggota keluarganya secara lengkap dan benar kepada BPJS.
"Tapi kan kami (pemberi kerja) juga telah membayar iuran pensiun dalam BPJS Ketenagakerjaan yang dapat kalian (penerima kerja) cairkan sebelum atau pada saat pensiun. Seharusnya kalian bersyukur karena benefit akan kalian rasakan kemudian hari,"tukas seorang HRD Supervisor dengan penuh percaya diri.
Tunggu sebentar! Dalam Pasal 167 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memang disebutkan bahwa pemberi kerja yang telah mengikutkan pekerjanya dalam program pensiun yang iurannya dibayar penuh oleh pengusaha, maka pekerja/buruh tidak berhak mendapatkan uang pesangon.
Pasal tersebut secara implisit mengatakan bahwa diikutsertakannya pekerja/buruh pada program pensiun bukanlah suatu kewajiban perusahaan dan seharusnya pekerja bersyukur karena sudah dibayarkan jaminan pensiunnya. Akan tetapi, pengusaha perlu menyadari bahwa pasal tersebut seolah tidak ada artinya karena sudah di counter dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 bahwa pendaftaran BPJS adalah kewajiban bagi pemberi kerja.
Selanjutnya, dalam Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.