Lihat ke Halaman Asli

Anastasia Bernardina

Penyuka Aksara

Kemecer

Diperbarui: 17 Juli 2022   12:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar oleh solopos.com

Adi. Nama sejuta umat pastinya. Namun, fisik dan karakternya hanya 1001 di dunia. Duh, membuat para wanita terkagum-kagum dibuatnya.

Siapa yang tidak ingin memiliki hatinya? Wajahnya ganteng, pintar, pekerjaannya mapan, rajin beribadah, sayang keluarga, uangnya banyak, bertanggung jawab, berjiwa pemimpin, badannya atletis plus ada rambut-rambut halus di lengan, dada, dan dagu. Sungguh lelaki sempurna. Sopo sing ora kemecer? (Siapa yang nggak kepengen segera mencicipinya?)

Hampir setiap hari Adi mampir di warungnya Sri. Warung soto Boyolali yang terkenal enak itu, lho. Mengepul panas di mangkuk, dicampur nasi, lalu ditambah tempe mendoan yang lebar, gurih, krenyes, wah..nikmatnya tiada tara. Ini baru kemecer yang sesungguhnya. Air liurpun terus membanjir, tak sanggup jika hanya membayangkannya.

Dengan anggun Sri membawa nampan yang berisi soto ke hadapan Adi. Tak lupa Sri merias diri terlebih dahulu, rambut disisir rapi, memakai bedak dan lipstik tipis-tipis. Hanya seperti itu saja sudah tampak ayu. Semua yang Sri lakukan untuk memikat perhatian Adi.

"Ini sotonya, Mas. Silakan dinikmati," tutur Sri agak kemayu. "Terima kasih, Mbak." Adi menggeser mangkuk yang baru saja diletakkan oleh Sri di atas meja dan pura-pura tidak tahu kalau Sri menanti senyum mautnya.

"Saya pesan satu lagi ya, Mbak. Teman saya sebentar lagi menyusul ke sini." Ucap Adi sementara tangannya sibuk meracik soto dengan kecap dan sambal.

"Jangan-jangan temannya itu pacarnya." Sri membatin sedikit panik dan cemburu.

Sri kembali menyiapkan sajian soto. Tangan Sri seolah menari-nari di atas panci besar dan beberapa mangkuk soto yang telah berjajar siap menyambut antrean. Usaha soto ini memang sudah lama dijalankan oleh keluarga Sri. Ia memilih melanjutkan usaha keluarga ketimbang melanjutkan kuliah. Sri merasa kemampuan akademiknya kurang sehingga tidak percaya diri untuk kuliah.

Beberapa menit kemudian, Sri kembali membawa nampan yang berisi soto, hendak menuju tempat duduk Adi. Sementara itu, Adi terlihat lahap dan tidak terlalu memedulikan kanan dan kiri.

Begitulah, Adi. Sampai usianya sudah 40 tahun, belum juga memiliki pendamping hidup, mungkin karena sifatnya selalu begitu, fokus pada apapun yang sedang dihadapi atau dikerjakan. Tidak terlalu peduli akan sekitar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline