Lihat ke Halaman Asli

Ramadhan Kebangsaan

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Berpengharapanlah engkau dalam setiap keadaan, dengan segenap rasa yang tulus berbalut doa sehingga membawa kedamaian meskipun mereka tak sepenganut faham denganmu. Dalam suasana yang demikian berduka, di tengah derap langkah kemiskinan yang semakin hari semakin menganga, wabah penyakit, baik penyakit hati maupun penyakit yang makin beragam jenisnya, di tengah  konflik kebangsaan dan pertentangan antar elemen masyarakat. Diantara orang-orang yang tidak berdosa melawan dzalimnya penguasa yang hingar bingar menginjak harkat dan martabat  bangsanya sendiri.

Bangsa kita dulu di kenal ramah, Indonesia kita disegani oleh banyak bangsa karena kekayaan alam, budaya, dan keanekaragaman hayati. Namun sekarang krisis tengah melanda, dari  krisis moral, krisis ekonomi, hingga krisis kepemimpinan. Rakyat seperti tidak berdaya, ditonjok muka, di injak nurani oleh wakil-wakil mereka sendiri. Inilah saat yang tepat melakukan kontemplasi, bulan perenungan, seperti 65 tahun yang lalu  saat proklamasi kemerdekaan bangsa ini dikumandangkan oleh  Soekarno - Hatta dengan situasi dan kondisi yang sangat sederhana. Entah suatu kebetulan atau Allah punya rencana apa, tanggal 17 Agusuts 1945 bertepatan dengan hari Jumat tanggal 17 Ramadhan1365 H (Wikipedia), di mana pada tanggal 17 Ramadhan adalah bertepatan dengan diturunkannya Al Quran. Namun mengapa cita-cita itu sangat berbalik arah dengan kondisi saat ini, yang demikian gemerlap meski harus – sekali lagi – menginjak harkat dan martabat saudara sendiri. Mari kita bertanya pada diri kita sendiri?

Maka tidak berlebihan kiranya di bulan yang suci ini, Ramadhan Mubarok,  Ramadhan Karim, bulan diturunkannya kitab suci Al Quran atau apapun sebutannya, kiranya menjadi tonggak awal kembali, menanam dan menuai tanaman-tanaman kebajikan, bersantun harap saling mengasihi, merangkai serpihan rasa kebangsaan yang telah terkoyak kepentingan diri dan golongan, bermenung dalam segala pengharapan dan menyatakan dalam segala perbuatan seperti yang telah sang pencipta wajibkan kepada setiap insan agar menjadi khalifah di bumi, menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri dan orang lain.

Seperti yang telah tertulis dalam Al Quran Surat Al Baqarah :

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. Al Baqarah [2]: 183)

Inilah kewajiban, mengharuskan kepada umat untuk ikhlas menjalankan, kesucian jiwa dan rasa takut yang sebenar-benarnya. Karena hanya Allah dan kita saja yang tahu apakah kita benar-benar menjalankan atau sekedar ikut-ikutan. Inilah sebenarnya yang Allah ingini, jika saja semua elemen bangsa sanggup menjalankan hal ini, mengayuh perahu Nasionalisme bersama-sama, dengan sungguh-sungguh dan penuh keikhlasan seperti halnya kewajiban Ramadhan  yang semestinya di jalankan dengan rasa ketaqwaan, niscaya segala macam wabah, penyakit hati dengki, srei, jahil dan methakil yang mengagung-agungkan kedzaliman, cinta dunia dan harta benda tak akan ada atau paling tidak prosentasenya akan jauh berkurang keadaannya.

Tidak seperti  sekarang, terkadang sulit mendiskripsikan, pemimpin-pemimpin kita ini sebenarnya mau membawa kemana anak-anak bangsa yang berserakan, kelaparan di tengah megahnya gedung, mengharap ratusan perak di balik tirai dan mengkilapnya kaca mobil-mobil orang kaya, terpasung di bui keindahannya sendiri. Meski bocor perahu ini akan dilabuhkan kemana, bingung mencari pelabuhan atau memang tersesat di lautan yang tenang. Lalu ke mana amanat UUD ’45 itu harus dialamatkan?

Setiap agama mengajarkan kebaikan, setiap hati dan jiwa mendamba kedamaian dan setiap Ramadhan semestinya bisa menjadi cermin untuk ke depan, di sebelas bulan yang akan datang. Saya bukan orang pintar atau orang suci yang sok memberi pengajaran tentang kebajikan, namun sekiranya ini bisa di terima, hadapkanlah wajahmu kepada sang pencipta  untuk tetap saling mendoakan, saling berkasih sayang lalu dengan tulus tetap menjaga keharmonisannya.

Dan ingatlah ketika Rasulullah memberi berita yang menggembirakan kepada umatnya dalam sebuah hadits : Sungguh, kebahagiaanlah bagi orang-orang yang melalui bulan (Ramadhan) ini dengan berpuasa, beribadah, dan melakukan amal kebaikan (amal sholeh).

Twitterku : @anasmara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline