Lihat ke Halaman Asli

Ana Sopanah

Dosen Universitas Widyagama Malang

Menembus Gunung Bromo (3): Melihat Ranupani yang Menawan

Diperbarui: 21 Juli 2016   22:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ranupane Yang Menawan (Wordpressdsc01392)

Perjalanan yang tidak kalah menariknya adalah perjalanan ketiga menembus bromo dilakukan pada tanggal 30 Januari 2010 melewati Desa Ranupani Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang. di Pegunungan Tengger. Salah satunya adalah Desa Ranupani. Kerukunan umat beragama di desa ini patut diacungi jempol. Kerja keras adalah bagian dari hidup mereka. " Bekerja berarti makan untuk hari esok ", itulah salah satu falsafah hidup masyarakat Suku Tengger di Desa Senduro Kabupaten Lumajang. Pura, masjid dan gereja harus dihargai dan dijaga walaupun mereka hidup berlainan agama.

Transportasi ke desa ini tergolong sulit, tidak semua kendaraan dapat melewatinya, hanya sekelas mobil Jip dan Truk saja. Kondisi jalannya tidak beraspal dan medan yang ditempuh melalui pegunungan tipis, menanjak, menyusuri lereng berliku-liku atau menyusuri jalan berlubang. Naik truk atau jip di daerah ini punya keunikan tersendiri. Mobil Jip diisi 20 penumpang yang seluruhnya diharuskan berdiri, sedangkan truk diisi 50 orang yang berdiri berdesak-desakan. Selain penumpang, kendaraan ini juga membawa kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat Ranupani.

Ranupani terletak pada ketinggian 2200 m dpl, yang ditandai dengan 2 danau yaitu Ranupane dan Ranuregolo. Dari desa ini terlihat megahnya pucak Semeru yang perkasa mengepulkan asap ke angkasa. Desa ini adalah pintu gerbang atau persinggahan terakhir untuk mendaki Gunung Semeru. Udaranya sangat dingin, apalagi di musim kemarau bisa mencapai 3 derajat Celsius di malam hari. Maka tak heran, bila di musim kemarau desa ini sering dilanda hujan es. Jika saudara datang ke Desa ini harus harus menyiapkan baju hangat, penutup kepala dan kaus tangan untuk melawan dinginnya

Di Desa Ranupani Kec Senduro Kab Lumajang (Koleksi Pribadi0

Mayoritas penduduk yang bermukim di Ranupani adalah Suku Tengger, dengan ciri khasnya yang tidak pernah lepas dari kain sarung. Konon menurut mereka sarung dapat melawan dinginnya udara yang selalu menyelimuti kawasan ini. Suku Tengger adalah merupakan sisa pelarian masyarakat Majapahit. Sewaktu Islam masuk ke Majapahit, mereka lari dan bersembunyi di dataran tinggi, menutup diri dan memelihara tata cara kepercayaannya. Tabir sejarah Suku Tengger masih misteri, asal nenek moyangnya belum terbukti hingga kini. Berbagai macam agama ada di sini. Mulai dari Hindu yang telah berbaur dengan kepercayaan Jawa yang ditandai dengan adanya pura. Islam dengan adanya masjid dan gereja bagi umat Kristen. Uniknya kerukunan umat beragama di sini terasa begitu damai. Pluralisme terjaga utuh dan toleransi di junjung tinggi serta saling menghargai. Bila ada perayaan hari besar salah satu umat beragama, maka yang lainnya ikut berpartisipasi merayakannya.

Rumah-rumah permanen terlihat di perkampungan ini yang diplester dengan semen, menandakan ada kemajuan kehidupan masyarakat setempat yang cukup sejahtera. Roda perekonomian mereka ditopang oleh produksi kentang, kol, daun bawang, wortel dan lain-lainnya yang ditanam di sekitar perbukitan. Mencari kayu bakar di hutan atau di gunung adalah pekerjaan mereka. Baik pria maupun wanita secara bersama bahu membahu bekerja di sawah atau di ladang.

Bahasa pengantar sehari-hari masih terdengar adanya bahasa Tengger dan bahasa Jawa yang telah berbaur, walaupun mereka telah mengenal dan lancar menggunakan bahasa Indonesia. Sebagai bahasa pengantar dengan pendatang mereka masih cenderung menggunakan bahasa Jawa. Masyarakat Ranupani mempunyai kebiasaan hidup damai, sederhana, rajin bekerja dan hemat. Bila ada warga yang melakukan kesalahan atau pelanggaran hanya cukup ditindak oleh kepala desa. Namun bila setelah mendapatkan tindakan masih juga melanggar maka akan didiamkan oleh seluruh warga.

Alam pegunungan tampak indah dan berkabut bila di sore hari. Pertumbuhan penduduk di sini masih relatif rendah. Saat ini Ranupani sudah semakin semarak karena sudah mulai banyak dikunjungi oleh wisatawan asing dan lokal. Kabarnya terjadi peningkatan kunjungan wisatawan dari tahun ke tahun. Angin segar tidak pernah berhenti di Desa Ranupani. Keindahan alam dan budaya yang dilestarikan masyarakatnya memberikan corak tersendiri bagi keragaman hidup mereka. Ranupani memang patut dilestarikan. Desa ini menyimpan berbagai potensi keindahan alam dan kerukunan umat beragama. Saat itu, saya menggunakan sepeda motor dan sempat beberapa kali harus mendorong sepeda karena jalannya putus. Kondisi jalannya tidak beraspal dan medan yang ditempuh melalui pegunungan tipis, menanjak, menyusuri lereng berliku-liku atau menyusuri jalan

Bersama Pak Tomas (Kades) dan Mahasiswa KKN UB (Koleksi Pribadi)

Berbeda dengan Desa Tengger yang lainnya yang hampir 99 Persen beragama hindu, di desa ini hampir seluruh agama ada yang ditandai dengan adanya Wihara, Pura, Musholla dan Gereja. Saya sempat melakukan sholat Dhuhur di sana. Seperti halnya pada kunjungan sebelumnya, saya berkesempatan ketemu dengan Pak Inggi (Sebutan Untuk Kepala Desa) yang saat itu sedang menerima tamu dari mahasiswa Universitas Brawijaya Malang yang akan melakukan KKN. Kami semua diterima sangat baik dan terjadi diskusi kecil terkait dengan peran Suku Tengger dalam pembangunan. Pak inggi memberikan informasi bahwa Musrenbang baru saja dilakukan seminggu yang lalu. Setelah memperoleh informasi secara umum terkait dengan Akhirnya, saya pun pamit melanjutkan perjalanan ke Malang.

Jadi bagi para pembaca yang ingin melakukan perjalanan menembus Gunung Bromo baik untuk tujuan wisata maupun penelitian seperti saya, salah satu jalur yang dilewati Selain Desa Wonokitri Kabupaten Pasuruan, Desa Ngadas Kabupaten Malang, Saudara dapat melewati Desa Ranupani Kabupaten Lumajang. Di Desa ini saudara dapat melihat dua Ranu, yaitu Ranupani dan Ranugembolo yang sangat indah dan menawan hati. Jangan lupa saudara harus menggunakan pakaian yang tebal dan perlengkapan lainnya karena suhu di sini sangat dingin, bahkan pernah minus. Selain menikmati indahnya panorama penggunungan yang menakjubkan, saudara juga dapat berinteraksi dengan keramahan Suku Tengger  di Desa ini. Selamat Mencoba.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline