Istilah 'Ngopi' paling sering digunakan untuk berbicara mengenai persolan pribadi, isu sosial, politik dan sebagainya. Jika menyadur bahas baku oleh pemangku kebijakan ialah sinergitas atau mencari kesamaan pendapat dalam perbedaan sudut pandang.
Ngopi yang saya maksud bukan hanya sekedar minum air bercampur kopi. Tapi lebih pada menjaga persahabatan. Mudahnya bangsa kita jika ada masalah paling gampang berdialog dan memaafkan. Perilaku seperti memang menjadi khasanah watak kebudayaan kita.
Saya biasa di ajak dan mengajak untuk ngopi bareng. Untuk mendekatkan diri, jika sudah ketemu kliknya atau ada kecocokan maka dengan mudah membicarakan segala sesuatu.
Menurut Astrid Soesanto, kelompok sosial adalah kesatuan dari dua atau lebih individu yang mengalami interaksi psikologis satu sama lain.
Saya memang bukan ahli dibidang komunikasi sosial atau masuk ke kelompok sosial, paling tidak saya memahami jika setiap manusia merupakan makhluk sosial. Tentu saja, setiap kesehariannya selalu membutuhkan orang lain.
Sederhana, mau makan perlu nasi. Nasi dibuat dari beras. Kalau mau punya beras mesti beli, meminta atau diberi. Nah untuk jadi beras ada proses produksi, mulai dari tanam hingga pada proses penjualan dan bisa kita miliki.
Menilik urusan nasi, rantainya panjang sekali. Tentu saya tidak bisa melakukan semuanya memerlukan orang lain. Kembali ke istilah yang baru yakni ngopi tidak lain padaan kata dari silaturahmi.
Bagi yang membaca tulisan sederhana ini, saya ajak berkenalan dengan wilayah Kabupaten Paser, Provinsi Kaltim.
Paser merupakan kabupaten induk dari Kabupaten Penajam Paser Utara sebelum berpisah. Saat ini sebagian PPU sudah masuk ke IKN Nusantara, atau ibukota baru Indonesia. Rencananya wilayah itu bakal dijadikan pusat pemerintahan.
Dari pelabuhan klotok PPU ke Perbatasan Paser tepatnya di Kecamatan Long Kali, butuh waktu dua jam, disitu kalian bisa eksplor apa saja, mulai pertanian perkebunan dan wisata alam.