Bulan ini, saya menulis buku Plagiasi: Hakikat, Jenis, dan Cara Pencegahannya (2018). Saya menulis buku itu dalam rangka merawat saya sendiri agar terjaga dari plagiasi. Mengapa? karena plagiasi itu setara dengan "kidnapper" penculik. Kata itu termaktub dalam Roman poet Martial's Epigrams I. 52" (Terry, 2010). Dalam hal ini sang penculik tulisan.
Mengapa disebut penculik, sebab mereka mengambil karya (tulis/yang lainnya) tanpa memberikan kredit/penghargaan kepada si pemilik. Penculik, tentu saja sangat meresahkan, merugikan, dan menyebalkan. Apalagi yang diculik adalah tulisan.
Jenis plagiasi memang banyak jenisnya, tetapi yang general ada dua, yakni (1) plagiasi milik orang lain (mengambil kata, frasa, kalimat, wacana [sebagian atau utuh]) dan (2) self plagiasi, mengambil karya sendiri, tetapi diubah judul, ataupun isinya sedikit. Padahal, jika ditinjau similiritasnya masih tinggi.
Lucunya, kadang ada yang melakukan plagiasi dengan alasan tidak tahu bahwa itu plagiasi. Padahal, ketika seseorang menculik sesuatu dan oran tersebut mengatakan bahwa ia tidak sengaja menculik, percayakah kita? atau sebaliknya, kita menculik dan kita beralasan tidak sengaja menculik? percayakah orang lain?
Kasus plagiasi terjadi tidak hanya di luar negeri, tetapi juga di Indonesia. Kalangan yang melakukan plagiasipun beragam, mulai dari kalangan akademisi, intelektual, jurnalis, dan politisi. Karena itu, muncullah Permendiknas Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat Perguruan Tinggi. Permen tersebut tentunya untuk mencegah dan menanggulangi plagiasi, bukan hanya sekadar permen yang tak "bertaring".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H