Demo penolakan Omnibus Law (UU Cipta Kerja) terus dilakukan oleh Mahasiswa, bahkan klaim yang menggelegar adalah mahasiswa seluruh Indonesia (yang diwakili oleh BEM Seluruh Indonesia). Luar biasa memang penolakan atas Undang -- Undang yang baru disahkan ini. Berbagai warna jaket almamater di masing -- masing kemarin mewarnai Jakarta dan kota -- kota besar lainnya.
Begitu melihat kondisi itu, tiba -- tiba saya teringat meme yang sempat viral di tahun 2019 yang lalu tentang seorang lulusan universitas terkemuka di Jakarta yang "merasa terhina" karena sebagai lulusan baru dari Universitas ternama "hanya" ditawari gaji Rp. 8 juta. Dia merasa "terhina" karena disamakan dengan lulusan kampus lain. Lulusan universitasnya sendiri dirasakan sebagai level perusahaan Luar negeri.
Kembali ke masa saat ini dimana adanya kenyataan pandemi telah mendera sektor ekonomi di Indonesia dan dunia serta penilaian kemudahan berusaha dimana Indonesia dinilai sebagai negara yang paling rumit untuk berinvestasi yang menyebabkan sulitnya pembukaan lapangan kerja maka demonstrasi yang dilakukan mahasiswa itu jelas sekali seperti membunuh masa depannya sendiri. Mengapa demikian? Paling tidak terdapat 3 alasan utama mengapa demonstrasi mahasiswa menolak Undang -- Undang Cipta Kerja sama dengan membunuh masa depannya sendiri, yaitu:
1. Mempersempit Lapangan Kerja.
Kita menyadari, bahwa dunia pendidikan di Indonesia saat ini banyak diarahkan untuk mmbentuk angkatan kerja di Indonesia untuk menjadi seorang karyawan atau pekerja, termasuk nantinya para lulusan universitas (mahasiswa) yang saat ini banyak berdemontrasi menolak UU Cipta Kerja. Sejak pandemi covid-19, menurut laporan Kemenaker per April 2020, terdapat 873.090 pekerja dari 17.224 perusahaan dirumahkan, sedangkan 137.489 pekerja di-PHK dari 22.753 perusahaan.
Sementara itu, jumlah perusahaan dan tenaga kerja terdampak di sektor informal adalah sebanyak 34.453 perusahaan dan 189.452 orang pekerja. Sekalipun demikian, data tersebut diragukan oleh banyak pihak karena harusnya angkanya lebih besar dari yang dicatat Kemenaker. Angka yang disodorkan oleh KADIN Indonesia bahkan di angka 6 juta karyawan yang di PHK atau dirumahkan.
Nah, ...apakah dari data itu mahasiswa memahami bagaimana susahnya cari kerja saat ini? Kerja formal yang selalu mendapatkan perlindungan sosial melalui program pemerintah seperti BPHS. Dengan banyaknya aturan -- aturan yang ada di Indonesia untuk mendirikan perusahaan, maka orang Indonesia maupun orang luar negeri akan enggan untuk menjadi pengusaha atau membuka usaha secara formal karena banyaknya hambatan di Indonesia.
Kalau tidak ada perusahaan, maka tidak akan ada lapangan kerja untuk menjadi karyawan atau pekerja. Pola pikir mahasiswa itu harusnya sampai ke arah sana. Kalau seperti meme yang saya sebutkan di atas dimana si pencari kerja berkeinginan untuk bekerja di perusahaan yang bonafide karena lulusan universitas tertentu, maka lupakan mimpinya karena sekarang cari kerja susah.
Demontrasi yang dilakukan oleh mahasiswa adalah sama dengan bunuh diri karena mempersempit lapangan kerja yang tersedia bagi mereka. Ujung -- ujungnya, mereka akan bergantung pada orang tuanya dengan menjadi pengangguran terselubung, membuka usaha informal karena sempitnya lapangan kerja atau menjadi politisi -- politisi yang hanya akan mengorbankan rakyat untuk kepentingan pribadi (mungkin ini hanya bagi pentolan demo mahasiswanya saja..wkwkwk). Selamat datang masa kegelapan.
2. Memberikan Beban untuk Berusaha.
UU Cipta Kerja telah mempersingkat berbagai birokrasi untuk membuka perusahaan di Indonesia. Bahkan untuk Usaha mikro dan kecil juga diperhatikan nasibnya karena selama ini seringkali berbenturan dengan aturan di daerah. Beberapa kewenangan daerah yang biasanya menghambat untuk membuka usaha juga mulai dihilangkan dengan ditarik ke pusat dengan dilakukan pengawasan.