Saat ini, isu kemasyararakatan kembali memanas seiring dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden No. 62 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden No. 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang Mengatur tentang Iuran Kepersertaan BPJS Kesehatan.
Bahkan, beberapa anggota masyarakat menyebutkan ini adalah "prank" dari Presiden Jokowi di tengah Covid-19. Ya, disebut prank karena masih teringat dalam benak masyarakat bagaimana penolakan beberapa anggota masyarakat atas kenaikan iuran BPJS di awal tahun 2020 atas putusan Presiden sebelumnya berujung pada permohonan Uji Materiil oleh Komunitas Pasien Cuci Darah dan berujung pada penetapan Putusan Mahkamah Agung yang membatalkan putusan Presiden pada di tanggal 27 Februari 2020.
Kini, setelah selang beberapa bulan setelah putusan MA, Presiden kembali membuat Peraturan Presiden untuk menaikkan iuran BPJS kesehatan. Ada apa sebenarnya dibalik kengototan Presiden Jokowi terkait BPJS Kesehatan ini?
Siapa Berjanji Siapa Yang Melunasi
BPJS Kesehatan sendiri lahir sesuai dengan amanat Pasal 5 dan Pasal 52 dalam UU Sistem Jaminan Sosial Nasiona (SJSN) UU No. 40 Tahun 2004 yang memerintahkan dibentuknya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Hingga akhirnya pada tanggal 25 November 2011 ditetapkan UU No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional oleh Presiden R.I saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun demikian, selesai UU tentang BPJS tidak langsung membuat proses turunannya berlangsung cepat. BPJS Kesehatan sendiri baru diumumkan pelaksanaannya oleh SBY di Istana Bogor dan ditetapkan berlaku 1 Januari 2014.
Sejak ditetapkan pada tahun 2004, UU SJSN pada masa pemerintahan Megawati, pembahasan tentang Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial ini tak henti -- hentinya mendapat perhatian dan pembahasan baik dari pemerintah maupun dari publik.
Berdasarkan ketentuan Pasal 52 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2004, batas waktu paling lambat untuk penyesuaian semua ketentuan yang mengatur mengenai BPJS dengan UU No. 40 Tahun 2004 adalah tanggal 19 Oktober 2009, yaitu 5 tahun sejak UU No. 40 Tahun 2004 diundangkan. Namun sayang hingga akhir tahun 2009, ketentuan yang mengatur hal tersebut tidak juga diselesaikan oleh pemerintah saat itu.
Akibat kegagalan tersebut, akhirnya DPR RI pada saat itu mengambil sebuah inisiatif untuk menyelesaikan masalah ini melalui Program Legislasi Nasional 2010 untuk membuat Rancangan Undang -- Undang (RUU) tentang BPJS. Pada akhirnya, DPR RI kemudian menyampaikan RUU tentang BPJS kepada Pemerintah pada 8 Oktober 2010 untuk kemudian dilakukan pembahasan antara DPR bersama Pemerintah.
DPR RI dan Pemerintah akhirnya kemudian mengakhiri pembahasan RUU tentang BPJS pada Sidang Paripurna DPR RI tepat pada tanggal 28 Oktober 2011. RUU tentang BPJS akhirnya disetujui untuk kemudian nantinya disahkan menjadi Undang - Undang. DPR RI menyampaikan hasil akhir pembahasan RUU tentang BPJS kepada Presiden pada tanggal 7 November 2011. Pada akhirnya, pemerintah mengundangkan UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS pada tanggal 25 November 2011.
Pasca diundangkannya UU BPJS pada tanggal 25 November 2011, tidak secara otomatis dalam waktu singkat dapat dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Memang UU BPJS ini mengamanatkan dibentuknya 2 (dua) badan penyelenggara Jaminan Sosial yaitu BPJS Ketenagakerjaan dan BJPS Kesehatan melalui transformasi berbagai lembaga yang sudah ada.