Lihat ke Halaman Asli

Angka Tinggi Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Jawa Barat. Sampai Kapan?

Diperbarui: 13 Juni 2023   00:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto oleh Ronald Langeveld di Unsplash

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat melalui Open Data Jabar mencatat jumlah kasus demam berdarah dengue (DBD) di Provinsi Jawa Barat menunjukkan tren stagnasi dengan kecenderungan menurun tiap tahun pada periode tahun 2019 hingga 2021. Selama tiga tahun tersebut, rata-rata kasus DBD adalah 24.584 kasus.

Sayangnya, pada tahun 2022, kasus DBD meningkat drastis dengan 36.608 kasus atau meningkat 56% dari tahun sebelumnya. Sepanjang tahun-tahun tersebut, Kota Bandung selalu menjadi daerah dengan kasus tertinggi dibanding daerah lain yakni mencapai 5.205 kasus atau 14,2% keseluruhan kasus di Jawa Barat. 

Anhar Hadian, Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung, menduga peningkatan kasus terjadi disebabkan peningkatan aktivitas di luar ruangan setelah situasi pandemi COVID-19 mereda.  Berbeda dengan Anhar, Ketua Tim Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular dan Tidak Menular Dinas Kesehatan Jawa Barat Yudi Koharudin menjelaskan bahwa peningkatan catatan kasus terjadi disebabkan dinas kesehatan di berbagai daerah meningkatkan deteksi dini, faktor pergantian musim/pancaroba, dan faktor utama yakni penurunan pola hidup bersih dan sehat di masyarakat.

Langkah-langkah yang dilakukan untuk mencegah penyebaran kasus oleh Dinas Kesehatan Kota Bandung adalah mengaktifkan juru pemantau jentik (jumantik). menggiatkan kegiatan 3M (menguras, menutup, dan mengubur barang bekas), dan fogging sebagai pilihan terakhir. Meski begitu, Anhar juga menyadari bahwa berbagai upaya tersebut dinilai berdampak kecil dibuktikan dengan angka kasus yang masih saja tinggi setiap tahunnya.

Meski kita mengenal nyamuk berkembangbiak dengan perantara air, cuaca panas berkepanjangan yang disebabkan oleh El Nino yang akan melanda Indonesia bukan pula pertanda baik akan situasi ini karena perilaku dan siklus hidup nyamuk dipengaruhi oleh suhu lingkungannya. Imran Pambudi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, menjelaskan bahwa daerah panas akan membuat nyamuk betina semakin aktif untuk menghisap darah. Suhu yang semakin tinggi juga akan mempersingkat siklus hidupnya. Dua hal ini tentu akan meningkatkan frekuensi penularan penyakir DBD.

Lantas apakah situasi ini hanya akan menjadi semakin buruk?

Kabar baiknya adalah Kota Bandung masuk ke dalam daerah penyelenggaraan pilot project penanggulangan DBD menggunakan bakteri Wolbachia bersama dengan Jakarta Barat, Kupang, Bontang, dan Semarang sebagai kota pertama yang menerapkan uji coba ini. Bakteri Wolbachia yang telah dimasukkan ke dalam tubuh nyamuk penyebab DBD akan menonaktifkan virus dengue penyebab DBD. Nyamuk yang telah terjangkit bakteri Wolbachia kemudian dilepas bercampur dengan nyamuk yang belum terjangkit sehingga akan menghasilkan keturunan nyamuk yang resisten atau tidak menularkan virus dengue pada manusia.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta oleh World Mosquito Program Yogyakarta, cara ini dapat menurunkan 77,1% kasus DBD dan 86,1% kasus rawat inap akibat DBD di rumah sakit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline