Seni berpikir negatif
Judul tulisan di atas saya kutip dari buku psikologi anak, karya almarhum Fitzhugh Dodson, seorang ahli kejiwaan ternama pada masanya. Meski buku berjudul: tersebut, keseluruhannya mengulas cara bijak mendidik anak dengan disiplin yang tidak kaku; tetapi, bab mengenai “Seni Berpikir Negatif” ini amat menggelitik pikiran kita untuk menelaahnya lebih jauh.
Adalah lazim bila manusia berpendapat negatif akan satu ihwal atau lebih. Latar belakangnya, bisa beragam, namun sebagian besar terkait dengan pengalaman yang kurang berterima bagi seseorang. Semisal, kebiasaan keliru mengetik “the” menjadi “hte” ataupun pengalaman pahit ditolak calon pacar lebih dari 20 kali. Beberapa teman karib mungkin akan memberi wejangan untuk mengambil hikmah atau bersikap positif dari pengalaman ini. Sehingga, wajar saja bila terlontar kalimat: “Sabar. Coba kamu berpikir positif dan serius mengetikkan “the” dengan benar.” Ataupun,”Kamu harus sabar ya. Colonel Sanders [pendiri dan pemilik Kentucky Fried Chicken] saja lebih 1000 kali ditolak proposal bumbu ayam gorengnya. Nah, kalau sudah melebihi prestasi dia, baru kamu boleh bunuh diri.” Lho?
Mengendalikan pikiran negatif
Seni berpikir negatif, tidak murni temuan dari Dodgson. Karibnya, Dr Knight Dunlap , yang juga bergelut di bidang psikologi menemukan metode ini, saat mengalami kesulitan mengetik, persis seperti contoh pertama di aas. Alih-alih berpikir positif, untuk membetulkan kekeliruan tersebut, Dunlap memilh ‘sedikit’ bereksperimen. Dia sengaja mengetik secara salah “hte” kira-kira duaratus kali. Sesudahnya, Dunlap tak lagi mengalami kesulitan dalam mengetik “the” dengan benar.
Dalam penjelasan Dodson, karibnya tersebut secara sadar ingin mengetik “the” tetapi secara tidak saar, dan berlawanan dengan kesadarannya, kata “hte” lah yang terketik. Menanggulangi permasalahan itu, Dunlap lalu mengendalikan kesalahan di bawah sadar itu dengan melakukan secara sengaja apa yang ingin ia hindari. Metode dai psikolog eksperimental ini pun banyak dikembangkan untuk membantu mereka yang belajar mengetik, menguasai kode morse, bermain piano, dan kegiatan-kegiatan mekanis lainnya.
Nah, kalau orang yang sering ditolak calon pacar?
Sebenarnya, contoh yang kedua, murni bercanda agar tidak jemu menelaah seni berpikir negatif ini. Maaf, tidak ada maksud menyinggung. Namun, perlu diakui bahwa kurangnya kepercayaan diri disebabkan pola pikir negatif yang kerap tidak diketahui tersimpan di bawah alam sadar kita.
Dodson, di ulasan bukunya, mengaku menerapkan seni berpikir negatif tersebut untuk membantu salah satu pasiennya, berinisial M. Dalam sesi konsultasi, sang pasien merasa tidak pintar dan penampilannya kurang menarik. Sementara, hasil uji intelegensi menunjukkan hasil sebaliknya.
Dodson, kemudian, mendapati bahwa ibu si M sering melontarkan kata “bodoh” dan “goblok” terhadap dirinya. Ataupun, “Tubuhmu seperti tulang dibalut kulit. Kamu begitu kurus, sehingga tidak ada pria yang tertarik pada dirimu.”