Lihat ke Halaman Asli

Ghostwriter: Profesi Bermartabatkah?

Diperbarui: 20 Agustus 2017   15:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ghostwriter indonesia

[caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="ghostwriter indonesia"][/caption] Seorang kawan memasang tautan di akun fesbuk saya. Kalau diklik, tautan itu akan mengantar Anda ke artikel Mas Harja Saputra di kompasiana yang berjudul "Ghost Writing, Plagiarisme yang Dilegalkan?". Jujur, saya suka sekaligus tergelitik. Suka, karena jarang dan memang tak banyak yang menulis artikel seputar profesi penulis siluman ini. Tergelitik, karena saya memiliki persepsi yang beda. Yuk kita diskusi. Ghostwriter adalah penulis artikel pesanan? Ghostwriter adalah joki? Ghoswriter adalah anak dari  kapitalisme? Ghostwriter adalah biang kisruh dari plagiarisme yang banyak dilakukan oleh para mahasiswa? Mari kita tengok dulu cara si penulis siluman ini bekerja. Her Suharyanto -salah satu ghostwriter laris yang saya kenal- menulis di blognya: Ghost writing adalah teknik menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan dengan bantuan orang lain. Misalnya Anda punya gagasan tetapi tidak bisa atau tidak punya waktu untuk menulis, maka Anda bisa menyewa jasa seorang ghost-writer untuk membantu.Begitulah yang ditulis Her Suharyanto di situs www.jurutulis.com mengenai profesinya. Jadi, siapa pemilik ide? Klien tentu saja. Ghostwriter yang beradab, tidak akan menulis naskah berdasar pesanan. Ghostwriter tidak akan menyodorkan naskah jadi dan siap cetak ke klien. Tidak. Sekali lagi, itu adalah ghostwriter yang beradab. Ghostwriter pastilah melakukan riset sebenarnya dan tidak sekadar searching di google dan copy-paste seenak wudelnya. Bambang Trim lebih detail lagi mengulas profesi ghostwriter. Kata editor senior yang merangkap ghoswriter ini: Ghost writer dianggap orang yang ‘kepepet’ duit, lalu ‘menjual’ kemampuannya itu dengan cara menciptakan segala jenis tulisan. Nah, hasil tulisannya itulah yang kemudian dijajakan kepada orang yang membutuhkan, lalu orang itu menabalkan namanya sebagai pencipta karya tersebut. Hal ini berbeda karena objek yang dijual langsung adalah real karya tulis yang sudah jadi—sama sekali murni pikiran sang penulis. Padahal, dalam sisi lain yang disebut ghost writer adalah mereka yang direkrut untuk menggunakan keterampilannya menulis sesuatu berdasarkan pemikiran orang lain (author). Jadi, objek yang dijual ghost writer bersifat maya yaitu keterampilan menulis dan sekaligus konsultasi—belum ada bentuknya. Andai Saya Gus Dur Ya, andai saya Gus Dur yang sulit meletakkan jemari di atas huruf a-s-d-f, atau andai saya adalah AA Gym yang job syiar-nya penuh hingga akhir tahun, maka saya tetaplah tidak akan memadamkan niat untuk berbagi inspirasi lewat buku. Ghostwriter adalah pilihan saya. Saya akan undang ghostwriter ke saung saya. Sambil minum teh hangat, saya akan mengobrol dengan si penulis pilihan saya ini. Gagasan saya akan saya curahkan sehabis-habisnya. Saya percaya, bahwa penulis yang saya rekrut ini punya dedikasi tinggi, mampu mengubah gagasan saya yang terekam dalam digital voice recordernya menjadi tulisan yang berdaya magis menggetarkan. Ghostwriter sependek pengetahuan saya, tetaplah profesi yang bermartabat. Setidaknya, obrolan dengan Her Suharyanto dan Bambang Trim saya dapat mengukur dedikasi mereka.

  • Ghostwriter yang beradab pasti akan menolak pembuatan naskah siap saji tanpa wawancara yang memadai.
  • Ghostwriter yang berbudi pasti akan dapat mengendus adanya tanduk di kepala klien yang merayu untuk dibuatkan tesis atau sebangsa itu.
  • Ghostwriter yang profesional tentu tahu cara menolak permintaan klien yang berusaha memelesetkan sejarah lewat biografi
  • Ghostwriter yang tahu arti kata "komitmen tinggi" pasti akan melakukan riset mendalam, membeli setumpuk buku, bahkan bila perlu merekrut anggota tim yang terdiri dari interviewer, periset, tenaga transkrip wawancara, dan juga editor untuk mewujudkan naskah yang sedekat mungkin dengan gagasan si klien.
  • Ghostwriter yang paham detail pasti akan tahu, apakah kliennya menggunakan kata aku atau saya saat berpidato. Dia juga tahu idiom-idiom dari si klien sampai sedetail-detailnya.

Wajarlah -seperti yang saya tulis di blog saya www.GhostwriterIndonesia.com- bila ada klien yang rela melepas duit ratusan juta untuk membayar seorang ghostwriter. Itulah harga impas untuk jasa para penulis profesional. Entah jenderal, entah pengusaha, entah ulama, entah top leader MLM, entah calon anggota dewan, kehadiran ghostwriter tetaplah dibutuhkan. Moga-moga para figur publik itu tidak terkecoh dengan orang-orang yang menyaru menjadi ghostwriter! Anda butuh jasa ghostwriter? Ketikkan kata kunci "ghostwriter indonesia" di kotak pencari Google ya...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline