Kasus Ketua DPR catut nama Presiden dan Wakil Presiden minta imbalan jasa komisi untuk perpanjangan Kontrak Karya PT Freeport benar-benar memalukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Apalagi Track Record SN termasuk banyak bermasalah.
Apakah cukup Hanya di sidangkan di Majelis Dewan Kehormatan, hmmm... benar-benar terlalu ringan, bila mendengar transkrip pembicaraan yang diadukan oleh pengadu Menteri ESDM Sudirman Said , bila terbukti benar jelas merupakan peritiwa skandal terbesar yang pernah terjadi di republik ini.
Abuse of Power atau penyalahgunaan wewenang sekelas ketua DPR ini juga turut melukai perasaan rakyat Indonesia, bahkan kewenangan yang hanya dimiliki oleh eksekutif diacak acak seorang pejabat tinggi kategori anggota legislatif , juga mengesankan bahwa sang ketua DPR termasuk tidak mengerti tugas dan kewenangnya.
Dibenak SN mungkin jabatan yang diembannya dapat berbuat apa saja, apalagi perbuatan itu termasuk unsur memperkaya diri, sehingga Jaksa Agung HM Prasetya tanggap dan secara diam-diam melakukan penyelidikan atas perbuatan seorang SN yang ditengarai telah terjadi permufakatan jahat dengan tujuan untuk memperkaya diri sendiri, yang unsur tersebut jelas sudah diatur dalam ketentuan Undang-undang tentang Tindak Pidana Korupsi.
Nasi sudah jadi bubur, maka SN seharusnya secara legowo mundur dari jabatan sebagai Ketua DPR RI, seperti pejabat dirjen Pajak Sigit yang dengan legowo mengundurkan diri dari jabatannya karena tidak mampu memenuhi target penerimaan pajak yang diembannya.
Mundur dari jabatannya perlu dibudayakan di Indonesia, bila tidak lebih memalukan diri sendiri bahkan anggota yang tidak berbuat jelek ikut getahnya juga , apalagi jabatan wakil rakyat yang seharusnya memperjuangkan aspirasi rakyat benar-benar dilaksanakan dengan baik.
SN yang juga anggota dari Partai Golkar turut menyumbangkan citra buruk dan bisa dipastikan kelak di setiap pemilu atau pilkada akan membuat pihak yang diusung partai tersebut akan sulit mendulang suara dari pemilihnya.
Pertarungan citra Partai Politik yang makin banyak dan ketat ini, akan menuntut para anggota partai politik untuk bermain cantik dalam setiap manuver politiknya, bila permainan dalam menggerakkan roda partai politiknya tidak baik maka citra baik itu pasti raib.
Lord Acton berpendapat, Kekuasaan itu cenderung korup. Kasus SN jelas sesuai dengan pendapat Lord Acton dan selayaknya para pemimpin tidak meniru perbuatan SN yang memalukan diri sendiri , keluarga dan Partainya. Semoga pemimpin lainnya berpedoman pada nasihat Ronggo Warsito yang mengingatkan bahwa orang yang selamat itu orang yang Eling dan waspodo ( Ingat dan waspada).
Sebaiknya para calon pemimpin masa depan selalu mengedepankan kepentingan umum dibandingkan golongan ataupun kepentingan pribadi. Jangan lupa selalu mempelajari semua ketentuan hukum yang berlaku di republik ini, atau langsung mendaftarkan diri di fakultas hukum atau sosial politik.
Pesan akhir penulis , jangan tiru perbuatan SN, jangan rakus , jangan menyalah gunakan wewenang, bekerjalah yang ikhlas demi rakyat dan kepentingan positip dan menyehterakan rakyat dalam arti yang sebenarnya. Ingat Becik Ketitik Olo Ketoro, itu Wejangan Ronggo Warsito yang harus tetap diingat. Jayalah NKRI