Sesuai dengan perkataan Aristoteles bahwa manusia adalah Zoon Politicon, yang artinya makhluk sosial, dimana dalam konteks remaja, selalu membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Sehingga dalam perkembangannya membentuk interaksi-interaksi unik. Ada yang hanya menjadi rekan kerja, ada yang hanya sebatas teman biasa, ada yang memiliki ikatan kuat sehingga menjadi sahabat, ada pula yang justru memberikan respon negatif sehingga menjadikan adanya permusuhan di dalamnya. Ada pula yang sulit dalam melakukan hubungan sosial. Pada hubungan dengan teman sebaya (Peer Relations), remaja yang mengalami kesulitan dalam hubungan sosial ataupun karena tindakannya yang terlalu agresif seringkali ditolak dalam suatu kelompok pertemanan (Rothbart & Bates, 1998 dalam Wilmshurst, 2017: 72). Namun tidak semua anak dan remaja yang ditolak bertingkah laku agresif (Bierman, Smoot & Aumillel, 1993 dalam Santrock, 2003: 234). Remaja yang terus mengalami kesulitan dengan teman sebaya akan beresiko lebih besar untuk hasil negatif jangka panjang, seperti putus sekolah, kenakalan atau sikap agresif, dan meningkatnya insiden perilaku kriminal (Blum, Beuhring, Shew, Bearinger, Sieving & Resnick, 2000; Parker & Asher, 1987 dalam Wilmshurst, 2017: 72).
Para remaja dengan teman-teman yang tidak begitu dekat, atau tidak ada sahabat dekat sama sekali, melaporkan perasaan yang lebih sepi dan lebih depresi dan tegang, dan mereka memiliki harga diri yang lebih rendah daripada persahabatn yang lebih akrab (Buhrmester, 1990 dalam Santrock, 2003: 229). Dan pada kasus lain, seorang remaja yang terbiasa mendapatkan perundungan (bullying) akan mengakibatkan kognitif sosial sulit berkembang, dan menghilangkan motivasi belajar dan munculnya depresi. Bullying is defined as repeated, systematic attacks intended to harm those who are unable or unlikely to defend themselves (Berger, 2015: 431). Hal ini sejalan dengan pendapat Ballard, Argus & Remley (1999); Rigby & Slee (1999) dalam Wilmshurst (2017: 481), remaja yang terkena bullying akan menderita secara sosial, emosional, fisik dan akademis yang signifikan dan jangka panjang, seperti harga diri yang lebih rendah: penurunan kinerja akademik, memiliki lebih sedikit pertemanan, peningkatan angka putus sekolah dan peningkatan keluhan penyakit. Hate is corrosive. A warm and enduring friendship might repair some damage, but maltreatment makes friendship unlikely (Berger, 2015: 270). Jadi pada dasarnya sifat benci itu adalah korosif. Persahabatan yang hangat dan abadi dapat memperbaiki beberapa kerusakan, tetapi penganiayaan membuat pertemanan tidak mungkin.
Persahabatan yang saling mendukung tentu akan menurunkan tingkat gejala depresi (Pelkonen et al. 2003), & meningkatkan harga diri yang lebih tinggi (Berndt, 2004). Persahabatan ditandai dengan adanya hubungan timbal balik dari beberapa orang yang memiliki ikatan penting yang sifatnya sukarela (Damon & Lerner, 2008: 143). Persahabatan di masa remaja hingga masa-masa dewasa tentu akan sangat berpengaruh terhadap bagaimana cara seseorang bertindak maupun berpikir. Hal tersebut disampaikan juga oleh Setia Furqon Kholid (2015: 10) bahwa Anda hari ini adalah cerminan 5 tahun mendatang. Semua dapat dipengaruhi oleh minimal tiga faktor, yaitu siapa sahabat Anda hari ini?, apa yang Anda baca hari ini?, dan apa yang Anda tonton hari ini?. Hampir semua remaja mengikuti standar umum dari teman sebaya atau sahabat (Santrock, 2003: 222). Lingkaran pertemanan yang ada akan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Limbic System dengan sendirinya akan membuat salinan beberapa sikap yang dimiliki oleh sahabatnya. "The mimicry or isopraxism (same movement) evolved because it was critical to communal survival, as well as social harmony, within the human species" (Navarro, 2007: 27).
Penemuan paling konsisten dalam penelitian pada persahabatan remaja merujuk pada keakraban yang menjadi bagian paling penting dari persahabatan (Berndt & Perry, 1990; Bukowski, Newcomb & Hoza, 1987 dalam Santrock, 2003: 230). Keakraban dalam persahabatan (intimacy in friendship) secara sempit diartikan sebagai pengungkapan diri atua membagi pemikiran-pemikiran pribadi. Pada saat membicarakan teman baik mereka, para remaja cenderung mengartikannya dengan kesediaan untuk membela mereka ketika berada diantara orang lain (Sandrock, 2003: 231). Badan penelitian yang ada tentang persahabatan membuat kasus yang meyakinkan, bahwa kemampuan remaja untuk terhubung satu sama lain, memberi dan menerima dukungan sosial dan memberikan permodelan positif menjadi sumber ketahanan yang penting (Bukowski, Laursen, & Hoza, 2010 dalam Kerig, Schulz & Hauser, 2012: 85).
Konsep teman sebaya dan sahabat disampaikan oleh Santrock (2003: 232) sebagai berikut. Dalam teman sebaya memiliki beberapa gagasan sebagai berikut.
1) Segi fungsi kelompok teman sebaya
Sifat dasar dari hubungan antar teman sebaya melalui perubahan yang penting pada masa remaja. Teman sebaya adalah individu yang tingkat dan kematangan dan umurnya kurang lebih sama. Teman sebaya menyediakan sarana untuk perbandingan secara sosial dan sumber informasi tentang dunia di luar keluarga. Hubungan teman sebaya yang baik mungkin diperlukan untuk perkembangan sosial yang normal pada masa remaja. Ketidakmampuan remaja untuk "masuk" ke dalam suatu lingkungan sosial pada masa kanak-kanak atau masa remaja dihubungkan dengan berbagai masalah dan gangguan. Jadi pengaruh teman sebaya dapat positif maupun negatif.
2) Hubungan keluarga dengan teman sebaya pada masa remaja
Penelitian pada masa kini telah memberikan bukti yang mendukung bahwa remaja tinggal dalam dunia orang tua dan teman sebaya yang berhubungan, bukannya dunia yang terpisah. Artinya keduanya saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Pada teori kelekatan ternyata memunculkan pemahaman baru pada masa remaja, bahwa kualitas pertemanan remaja dipengaruhi oleh jenis hubungan pribadi yang dekat yang mereka alami sebelumnya, ketika mereka menginternalisasi respons orang tua terhadap mereka dan dengan demikian mereka merespons orang lain (Kerig, Schulz & Hauser, 2012: 86). Sehingga hal ini sesuai dengan teori ekologi dalam mesosistem yang menunjukkan adanya keterkaitan antara lingkungan yang dibentuk di keluarga akan mempengaruhi individu dalam proses interaksi dan kognitifnya di lingkungan lain, seperti sekolah, masyarakat ataupun dengan temannya. Relationships with parents are the prototype for peer relationships: Healthy communication and support from parents make constructive peer relationships likely (Berger, 2015: 519). Artinya bahwa hubungan dengan orang tua merupakan prototipe untuk hubungan dengan teman sebaya. Pada dasarnya komunikasi yang sehat dan dukungan dari orang tua membuat hubungan teman sebaya yang konstruktif menjadi sesuatu yang mungkin. Orang tua dan sahabat menjadi sesuatu yang saling memperkuat, walaupun sering kita sadari bahwa sering orang tua yang tidak begitu memperhatikan pengaruh teman sebaya pada anak, ataupun remaja meremehkan pengaruh orang tua mereka kepada pergaulannya.
3) Konformitas (kecocokan) teman sebaya