Lihat ke Halaman Asli

Anang Wicaksono

Menjadikan menulis sebagai katarsis dan sebentuk kontemplasi dalam 'keheningan dan hingar bingar' kehidupan.

ISIS : 'Anak Politik' Barat yang Liar dan Linglung

Diperbarui: 17 November 2015   10:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Apapun bentuk dan alasannya, terorisme tidak bisa ditolerir!" 

Demikian tanggapan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo terkait aksi teror di Paris, 13 November 2015. Saya 100% mendukung statemen sang presiden.

Terorisme di Paris yang menewaskan lebih dari seratus orang dan melukai ratusan yang lain telah mengguncangkan Prancis dan dunia. Masyarakat dunia mengecam dan mengutuk aksi serangan teror ini. ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) mengklaim berada dibalik serangan teror Paris. Investigasi pihak keamanan Prancis juga mengarah ke ISIS sebagai pelaku serangan.

Bagi negara-negara Barat -- terutama Amerika, Inggris dan Prancis --, ISIS adalah 'anak' tak diharapkan yang dibutuhkan. ISIS lahir dari hasil perselingkuhan politik ambisius Amerika-Israel dan para sekutunya -- Inggris, Prancis, Saudi, Qatar, UEA dan Turki -- untuk menjatuhkan Presiden Suriah Bashar Al Assad. Tak diharapkan karena Barat merasa khawatir adanya sisi militansi anti Barat yang secara fundamental ada pada diri ISIS dan berpotensi besar menyerang mereka. Dibutuhkan karena Amerika dan sekutunya membutuhkan ISIS -- faksi pemberontak terkuat di Suriah -- untuk memuluskan agenda politik mereka di Suriah.

Pada krisis Suriah, Barat menerapkan 'politik dua wajah' yang terkesan membingungkan. Di satu sisi mereka adalah pendukung pemberontak Suriah (termasuk ISIS), namun disisi lain -- demi status mereka sebagai 'pendukung' HAM -- mereka tak bisa 'membiarkan' kebiadaban terorisme ISIS di Irak dan Suriah. Untuk itulah kemudian Barat beretorika untuk melawan ISIS dengan menggunakan 'serangan-serangan' jet tempur Amerika.

Dengan 'politik dua wajah' Barat, tak heran bila 'serangan-serangan' jet tempur Amerika itu tidak menunjukkan hasil yang signifikan, justru malah memperkuat ISIS. Lain halnya dengan Rusia yang dengan serius menggempur basis-basis teroris ISIS sehingga memudahkan tentara Suriah untuk merebut kembali wilayah-wilayah yang sempat diduduki ISIS.

Jadi sebenarnya 'politik dua wajah' Barat di Suriah itulah yang membingungkan masyarakat awam dunia termasuk ISIS sendiri di dalamnya. Apalagi propaganda dan retorika Barat untuk melawan ISIS didengungkan begitu gencar ke seluruh penjuru dunia. 

Bagi sebagian elit ISIS, mungkin mereka paham bahwa Barat sebenarnya mendukung -- dan memperalat -- mereka untuk mendongkel Bashar Al Assad dan propaganda melawan ISIS di Irak dan Suriah hanyalah retorika kosong belaka. Namun bagi sebagian elit lain dan kalangan 'akar rumput' ISIS yang kurang memahami seluk beluk politik, retorika Barat nampaknya mereka pandang sebagai sesuatu yang 'serius' dan oleh karenanya mereka memandang Barat sebagai musuh.

Dengan demikian, saya menduga akibat 'politik dua wajah' Barat di Suriah, ada sebagian kelompok dalam tubuh ISIS yang menjadi bingung dan kemudian linglung. Dan 'sayap' ISIS yang linglung inilah yang melakukan aksi teror di Paris. Semua tahu tentang kebiadaban dan keliaran perilaku ISIS selama melakukan aksi terorisme mereka di Irak dan Suriah. Di sana puluhan bahkan ratusan ribu jiwa telah menjadi korban keganasan ISIS. Kini ISIS pun semakin liar dan linglung dengan menyerang 'sang tuan berwajah dua' di Eropa.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline