Lihat ke Halaman Asli

Anang Wicaksono

Menjadikan menulis sebagai katarsis dan sebentuk kontemplasi dalam 'keheningan dan hingar bingar' kehidupan.

Spirit Cinta Sejati Dalam Hijrah Nabi

Diperbarui: 13 Oktober 2015   11:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Momen hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah diabadikan sebagai awal tahun kalender Hijriah, 1 Muharram. Momen bersejarah ini selalu diperingati kaum Muslimin sebagai tonggak introspeksi menuju perbaikan diri dan umat. Namun sebenarnya ada dimensi lain yang seakan terabaikan dalam peristiwa bersejarah itu. Sebuah dimensi mendasar mengenai keteladanan cinta sejati. Sebuah spirit tentang cinta sejati.

Ustad Jalal menarasikan dengan bagus spirit cinta sejati itu dalam sebuah bukunya. Berikut kutipannya yang sedikit saya edit.

Ketika itu suasana kota Makkah semakin genting. Musuh-musuh Nabi saw bersepakat untuk menyerbu rumah Nabi saw di malam hari. Semua kabilah mengirimkan wakil-wakilnya. Mereka punya misi yang sama: menghabisi Nabi yang mulia. 

Pada malam itu, Rasulullah saw menawarkan kepada Ali apakah ia bersedia untuk berbaring di tempat tidur beliau. Ali balik bertanya, "Apakah dengan begitu engkau selamat, ya Rasulullah?" Nabi menjawab, "Betul!"

Mendengar itu Ali melonjak gembira. Ia merebahkan diri, bersujud syukur kepada Yang Maha Kasih karena diberi kesempatan untuk mempersembahkan nyawanya buat keselamatan Rasulullah saw yang dicintainya. Baginya, peluang untuk berkorban bagi Nabi saw adalah anugrah yang agung. 

Ia segera mengambil selimut hijau dari Yaman. Ke dalam selimut Nabi saw itu, dengan bahagia Ali memasukkan tubuhnya. Ia tidur dengan tenteram.

Menjelang subuh, para pembunuh dari berbagai kabilah datang dengan menghunus pedang-pedang mereka. Mereka yakin bahwa yang tidur itu adalah Muhammad saw. 

"Bangunkan dia lebih dahulu, supaya ia merasakan pedihnya tebasan pedang," teriak mereka. 

Ketika mereka melihat Ali bangun, dengan kecewa mereka segera meninggalkan tempat untuk mencari Nabi saw. Malaikat Jibril turun di dekat kepala Ali dan Mikail di dekat kakinya. 

Jibril berkata, "Luar biasa. Siapa yang seperti engkau, hai putra Abu Thalib?" Allah membanggakan dia di hadapan para malaikatnya. 

Lalu turunlah Al-Baqarah 207: Di antara manusia ada orang yang menjual dirinya untuk mencari keridaan Allah. Dan Allah Maha Penyantun terhadap hamba-hamba-Nya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline