Setelah ada kejadian viral di media sosial, banyak seruan tentang adab diatas ilmu. Banyak akun akun yang membuat konten tentang adab diatas ilmu. Bahkan, di dunia nyata pun juga membahas tentang hal itu.
Aku pernah diserbu saat ditongkrongan karena menyuarakan hal yang berbeda dengan mereka. Sebenarnya aku tidak membela salah satu, hanya saja aku hanya ingin mengutarakan sudut pandangku tentang hal itu.
Namun, apakah yang mereka suarakan tentang adab diatas ilmu itu benar?
Ketika aku mengaji guruku sering mengatakan bahwa adab diatas ilmu. Guruku mengibaratakan ilmu adalah garam, seadangkan adab adalah tepung. Ketika kita membuat adonan, tentu saja lebih banyak tepung daripada garamnya.
Adab merupakan bukti bahwa seseorang yang berilmu mengamalkan ilmunya. Semakin dia beradab, berarti dia sangat mengamalkan ilmunya. Apabila dia tidak beradab sama saja dengan tidak mengamalkan ilmunya. Padahal orang berilmu memiliki kewajiban mengamalkan ilmunya.
Aku juga pernah bertanya kepada seorang bapak bapak. Aku bertanya kepada beliau, "pak, orang seperti apa yang pantas dijadikan panutan atau tokoh?". Beliau menjawab, "yang pasti karakter orangnya, apakah dia baik atau tidak, berpendidikan tinggi kalau tidak beradab siapa yang mau mengikutinya, yang ada kita malah tidak menyukainya, lalu bagaimana kita mau menjadikannya panutan atau tokoh kalau kita saja tidak menyukainya?"
Dari sini aku tahu pernyataan bahwa adab diatas ilmu memang benar. Namun, urutannya adalah berilmu dulu baru beradab. Karena adab itu adalah buah dari ilmu. Jangan sampai kita tidak pernah mencari ilmu tapi bilang "adab diatas ilmu".
Ucapan itu alih alih mengatakan bahwa kita lebih baik. Padahal hanya untuk menutupi ketidak berilmuan kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H