Lihat ke Halaman Asli

Anandito Reza

Seorang pria yang hobi olahraga pingpong, membaca, menulis, jalan-jalan, dan penyayang keluarga yang selalu berpikir positif dan bersyukur dalam segala hal

Kenangan Bersama Profesor yang Rendah Hati

Diperbarui: 13 Agustus 2018   11:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Me & Om Ben Anderson (Dokpri)

Kisah ini sudah lama sekali sekitar tahun 2011. Pada saat itu aku lagi menyusun skripsi yang mengangkat tema Politik Jawa dalam pandangan Pramoedya Ananta Toer (Pram). Ketika itu, aku sudah berkomunikasi melalui surat elektronik (email) dengan seorang Indonesianis bernama Profesor Benedict Anderson.

"Anandito, Om Ben saat ini sedang ada di Jatinegara, Jakarta Timur, di rumah Edu. Kalau kamu mau bertemu dan berdiskusi dengan saya, Anandito bisa datang pada hari dan alamatnya di sebuah perumahan yang ada di Jatinegara", tulis beliau dalam emailnya.

"Om Ben datang incognito ke Indonesia biar tidak ketahuan wartawan. Anandito kalau mau ketemu saya jangan bawa wartawan", pesan Om Ben.

"Baik Om Ben, aku kesana sendirian tidak mengajak teman atau wartawan", balasku.

Hari yang telah ditentukan tiba. Aku berangkat dari kosanku di Rawasari, Jakarta Pusat menuju ke rumah mas Edu yang berada  di Jatinegara, Jakarta Timur. Dalam perjalanan aku berpikir, rasanya seperti mimpi seorang mahasiswa dari kampus biasa bisa bertemu dengan seorang profesor politik. Semoga aku tidak grogi dan minder ketika bertemu dengan beliau, ujarku dalam hati.

Akhirnya, aku tiba di rumah Mas Edu, pada pukul 12 siang. Mas Edu mempersilakan aku masuk ke rumahnya. Pada saat itu, Om Ben belum bangun tidur. Mas Edu memintaku menunggu di ruang tamu. Setelah menunggu selama 1 jam, akhirnya Om Ben bangun dan dipapah tangannya oleh Edu. Om Ben langsung duduk di kursi tepat di depan aku.

"Halo Prof Ben", aku memulai percakapan.


"Halo, kamu Anandito, kan? Kamu cukup panggil saya Om Ben, jangan panggil Prof. Anandito aslinya orang mana? Namamu seperti nama orang Filipino dan Portugis", ujar Om Ben.

"Omben, bahasa Inggris saya tidak bagus, apakah saya boleh bertanya dalam bahasa Indonesia? Tanyaku." 

"Tentu saja boleh, kamu bisa tanya saya dengan bahasa Indonesia atau Jawa pun silakan", ujar beliau.

Saya kagum dengan beliau seorang profesor yang tidak mau disebut gelarnya dan hanya mau dipanggil Om Ben saja. Baru pertama kali saya bertemu seorang guru besar yang rendah hati seperti beliau. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline