Lihat ke Halaman Asli

ANANDA PUTRI NABILA RISKI

Duta Baca Aceh Tenggara 2023

Mengapa Pengakuan Alas Tersendat?

Diperbarui: 27 September 2023   23:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Alas merupakan salah satu suku yang bermukim di Kabupaten Aceh Tenggara. Hal ini ada kaitannya dengan keadaan daerah Kutacane yang membentang datar seperti tikar di sela-sela bukit barisan. Setiap daerah mempunyai keunikan tersendiri, baik mengenai peradabannya, kebiasaannya, pemikirannya, adat istiadatnya, maupun budayanya.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat, karena segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian mulai dari nilai, norma, ilmu pengetahuan maupun keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, pernyataan intelektual, artistik, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat dari seseorang sebagai suatu anggota masyarakat.

Di dalam sebuah kebudayaan juga tentu ada adat istiadat yang di percaya dan ritual yang sering dijalankan. Adat istiadat adalah aneka kelaziman dalam suatu negeri yang mengikuti pasang naik dan pasang surutnya situasi masyarakat. Kelaziman ini pada umumnya menyangkut kebiasaan-kebiasaan yang dianut dan dipercaya masyarakat setempat.

Berbagai etnis yang mendiami Aceh, bermacam-macam pula adat yang terdapat di setiap suku yang yang terdapat disetiap daerah yang ada di Aceh. Jika kita berbicara tentang adat, sudah pastinya termasuk masalah esensial dalam kehidupan sosial orang Aceh.

Bagi orang Aceh pada khususnya, adat dan budaya bahkan dijadikan salah satu pegangan hidup dan dianggap sebagai “pusaka” yang diwariskan kepada generasi selanjutnya. Selain marga, ada lagi keunikan lain yang menjadi tradisi yang berjalan samapi sekarang ini, yaitu ketika masyarakat sedang melaksanakan pesta pernikahan, semua anggota masyarakat akan turut andil dan membantu berjalannya acara.

Di dalam Alas Mulai dari pekekhjeken (masak-memasak), antat takhuh (antar linto), sampai acara nakhuhken. Pada saat nakhuhken, ada namanya begahen (tamu undangan), di dalam acara ada alunan nada yang menyertai, namanya malu canang. Canangnya biasanya disebut canang situ.Kemudian, pada saat hendak berangkat untuk pamitan, ada namanya melagam. Tangis dilo dilakukan pada saat seperempat malam/ menjelang subuh.

Di dalam kegiatan pesta, biasanya ada pertunjukan. Seperti mesekat, pelebet, landok alun, dan genggong. Acara mepakhuh dilakukan malam hari ketika pihak perempuan sedang berada di rumah pihak laki-laki.“dayang-dayang” yang dibawa ada ketue bujang yang menjaga.Tapi pada zaman dahulu, acara mepahukh tersebut dilakukan di tekhuh khumah (bawah kolong) tanpa harus melihat siapa orangnya, dan bagaimana bentuk wajah orang tersebut. Yang bisa di dengar hanya suara. Jika sang lelaki tertarik pada wanita yang dipahurinya. Dia sendiri yang akan mencari tahu dan langsung melamar si perempuan tersebut. Begitulah adat Alas pada zaman dahulu, berjalan dengan aturan islam.

Di era globalisasi sekarang ini, aturan yang terdapat di dalam adat tersebut, musnah begitu saja, seiring perkembangan zaman. Adat yang ada pun bahkan terlupakan dan perlahan-lahan menghilang. Adat yang lain pun terhapus begitu saja, bahkan tak ada yang kenal seperti apa adat tersebut. Salah satu adat yang sampai sekarang tak diketahui bagaimana rupa dan bentuknya adalah genggong.

Pentingnya adat dalam kehidupan manusia perlu di sosialisasikan. Jika yang mati itu adalah ia akan sirna tanpa bekas. Hal ini karena adat merupakan suatu sistem aturan bersama yang akan eksis jika dijalankan dengan benaroleh masyarkat pendukungnya. Jika ia tidak dijalankan lagi, ia akan hilang sehingga tidak tahu dicari dimana. Dengan kata lain, kalau manusia sudah tidak mau mematuhinya lagi, adat itu lenyap dengan sendirinya. Eksistensi adat tampak dalam perilaku masyarakat pendukungnya.

Tetapi dari banyaknya adat budaya yang ada di Aceh Tenggara saat ini, mengapa kebudayaan Aceh Tenggara yang amat unik itu belum masuk warisan budaya Nasional? Padahal jika ditinjau lebih dalam Aceh Tenggara sudah layak masuk dalam ke sebelas nominasi tersebut.

Adanya sejarah kemerdekaan benteng kuta reh, budaya yang sangat menjunjung tinggi adat, dan yang lainnya menjadi saksi keberagaman adat asli alas yang ada di Aceh Tenggara, melihat dari sisi adat, bahkan adat bukan asli dari Aceh Tenggara lah yang sangat menjungjung tinggi adat istiadat nya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline