Apa Itu Remaja?Remaja merupakan sebuah kata yang berasal dari bahasa latin, yaitu adolescene, yang mana kata tersebut dalam bahasa Indonesianya dapat diartikan sebagai kata tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 25 tahun 2014, Remaja merupakan penduduk yang berusia 10-18 tahun. Pada usia ini, individu sering kali dikaitkan dengan proses kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Yunalia, 2020). Usia remaja merupakan kategori individu untuk mengeksplorasi tindakan, pikiran, dan nilai dalam masyarakat, sehingga reaksi yang dihasilkan salah satunya adalah usaha dalam penerimaan pada kelompok sosial, sehingga dalam menempuh jalan penerimaan, remaja kerap kali menerapkan konformitas pada dirinya.
Apa Itu Konformitas?Konformitas merupakan perilaku atau cara berpikir individu yang berbeda dari apa yang biasanya ia lakukan, di mana dapat dikatakan bahwa konformitas merupakan perubahan perilaku, pandangan, dan keyakinan pada diri seseorang yang terjadi sebagai upaya penerimaan di lingkungan. Sejalan dengan hal ini, Kiesler dan Kieler mendefinisikan konformitas sebagai perubahan perilaku ataupun nilai seseorang yang disebabkan karena adanya tekanan maupun tuntutan sosial, baik secara nyata maupun hanya dalam bayangan seseorang saja (Dwiputri, 2015).
Konformitas mempengaruhi individu untuk dapat berperilaku dan berpikir sebagaimana budaya atau sistem sosial berjalan di masyarakat, sehingga apabila ada ketidaksesuaian, maka umumnya konsekuensi sosial akan diterima oleh individu yang bersikap “berbeda” dari khalayak umum. Selain itu, konformitas menjadi jalan pintas bagi upaya penerimaan diri individu pada lingkungan sosialnya.
Konformitas memiliki 2 jenis, yaitu kepatuhan (compliance) yang mana merupakan konformitas yang dilakukan secara terbuka, sehingga hal ini dapat dilihat secara umum, walaupun konformitas tersebut menghasilkan sebuah sikap perilaku yang tidak sesuai dengan persetujuan hati maupun pikiran. Selain itu, jenis konformitas kedua adalah penerimaan (acceptance) yaitu konformitas yang disertai dengan perilaku atau kepercayaan yang sesuai dengan tatanan sosial.
Dalam praktik berperilaku di lingkungan masyarakat, tetunya konformitas dapat memberikan 2 sisi berlawanan, yaitu positif maupun negatif. Pada dampak positif, konformitas hadir sebagai petunjuk bagaimana berperilaku dan menunjukkan sikap yang baik kepada sesama, sehingga dapat membentuk keberfungsian yang baik di diri masyarakat. Sementara itu, dampak negatif dari dilakukannya sebuah konformitas pada seorang individu adalah dapat terjadinya penghambatan terhadap kreativitas berpikir kritis, pengaruh bahasa asal-asalan, mencuri, mencoret-coret, mempermainkan orang tua atau guru (Sholihah, 2013). Kenakalan remaja menjadi bentuk kekhawatiran dari adanya perilaku konformitas yang mengarah pada sikap negatif. Salah satu pengaruh lainnya adalah Narkotika.
Apa Itu Narkotika?Berdasarkan Undang-Undang RI No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, bahwa narkotika merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yangd apat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, kehilangan rasa, pengurangan dan penghilangan rasa nyeri, dan pada akhirnya narkotika dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika memiliki beberapa efek yang bersifat:
- Membius. Efek kerja narkotika dalam membius adalah digunakan untuk menurunkan kesadaran seseorang.
- Merangsang. Efek kerja narkotika dalam merangsang adalah meningkatkan semangat pemakainya.
- Kecanduan. Efek kerja narkotika dalam kecanduan adalah membuat ketergantungan pemakai terhadap narkotika, sehingga terus menerus menginginkannya.
- Halusinasi. Efek kerja narkotika dalam halusinasi adalah menjadikan pemakai mengalami sensasi yang tampak nyata atau berkhayal.
Remaja, Konformitas, dan NarkobaMenurut Marpie (2000) remaja cenderung membutuhkan teman atau seseorang yang berada di sampingnya, selain orang tua maupun keluarga, hal ini dikarenakan pada usia remaja peran orang tua mulai berkurang, sehingga remaja akan cenderung akan mengikuti apa yang dilakukan oleh lingkungan sosial (pertemanannya). Beberapa faktor terbentuknya konformitas pada remaja:
- Inversi Nilai Sosial
Remaja pada usianya cenderung untuk mengikuti lingkungan pertemanannya, hal ini dikarenakan ada rasa keengganan disebut sebagai orang yang “menyimpang” dari kebiasaan perilaku atau cara pandang lingkungan. Dalam hal ini, kecenderungan perilaku dan pikiran terbentuk atas adanya pertentangan atau inversi nilai sosial yang diterapkan pada lingkungan kelompok berkebalikan dengan nilai yang lazim di masyarakat.
- Ketakutan Kehilangan Kedudukan
Remaja akan cenderung untuk mengikuti lingkungannya dikarenakan ada rasa ketakutan terhadap hilangnya kedudukan yang ia miliki dalam lingkungan kelompoknya, sehingga ia akan tetap melakukan setiap tindakan negatif untuk membentuk sebuah pengakuan terhadap identitas diri di dalam lingkungan kelompok.
- Keterbatasan Pemikiran
Remaja pada usianya berada dalam tahap proses pematangan pikiran dan perilaku, namun remaja memiliki keterbatasan pengalaman untuk mengetahui bahwa tindakan yang dilakukan merupakan sebuah kesalahan, sehingga remaja cenderung melakukan konformitas negatif.