Lihat ke Halaman Asli

Ananda Juni Safputri

Universitas Singaperbangsa Karawang

Kekerasan Gender Berbasis Media Sosial

Diperbarui: 31 Januari 2024   15:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://th.bing.com

Teknologi mendorong perkembangan zaman untuk lebih maju, dengan teknologi siapa pun, kapan pun, dan dimanapun semua orang dapat mengakses berbagai informasi. Perkembangan teknologi dari waktu-kewaktu selalu memunculkan berbagai hal baru dalam keseharian kita. Dengan berkembangnya teknologi yang pesat ini mengakibatkan adanya interaksi digital. Perkembangan teknologi ini tak bisa dipungkiri memiliki berbagai dampak positif maupun negatif, salah satu dampak negatif yang ada yaitu kekerasan sosial, baik itu berupa pelecehan seksual, bullying, atau hal lainnya.

         Perkembangan teknologi ikut ambil alih dengan peningkatan kekerasan, dimana dengan kemajuan teknologi para pengguna sosial media bisa saja melakukan perilaku-perilaku penyimpangan sosial, dengan perbuatan penyimpangan ini maka angka kejahatan semakin meningkat. Perilaku penyimpangan yang dilakukan oleh pengguna media sosial salah satu diantaranya yaitu kekerasan gender. Kekerasan Gender yaitu kekerasan yang dilakukan oleh seseorang atas dasar gender dan kedudukan gender itu sendiri dimata publik. Misalnya seperti seorang pria melakukan kekerasan pada wanita berdasarkan keyakinannya bahwa kedudukan wanita itu lebih rendah dibandingkan dengan kaum pria. Pandangan  seperti inilah yang membuat kekerasan gender marak terjadi.

         Kekerasan gender berbasis media sosial adalah bentuk dari kekerasan yang terjadi antara pelaku dan korban di ranah jejaring sosial atau teknologi digital yang didasarkan atas relasi gender. Tindakan ini sering menjadikan setiap gender sebagai objek seksualitasnya, namun tindakan ini dominan terjadi pada perempuan, kasus ini menyerang identitas korban sebagai perempuan:

Berikut ini adalah beberapa kekerasan gender berbasis media sosial yang marak terjadi :

  • Revenge porn
  • Pemerasan menggunakan foto/video intim
  • Doxing
  • Online stalking
  • Outing
  • Impersonasi
  • Perestasan akun media sosial
  • Manipulasi
  • Honey trap
  • Pornografi
  • Cyber grooming

Hal-hal diatas penting untuk diperhatikan untuk mengurangi angka kekerasan gender di Indonesia. Pada tanggal 09 Mei 2022 Indonesia resmi mengundangan UU No. 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, tentunya hal ini dapat dijadikan salah satu payung tindak pidana kekerasan gender. Disisilain kekerasan gender semakin marak terjadi hingga saat ini, hal tersebut membutikan bahwa payung hukum yang ada utuk menangani kekerasan gender belum bsa terealisasikan dengan maksimal. Selain UU No. 12 Tahun 2022 berikut beberapa payung hukum kekerasan gender di media sosial :

  • KUHP
  • UU No. 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi
  • UU. No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo. UU No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas UU No. 11  Tahun 2008.

Kekerasa gender dapat dilakukan dan menimpa siapapun. Kekerasan gender termasuk kekerasan sosial karena dapat dilakukan dimanapun dan secara nyata selalu terjadi di masyarakat Indonesia. Sering kita jumpai saat ini yaitu kekerasan gender yang menimpa perempuan, dalam satu kejadian perempuan dianggap sebagai objek pemenuhan kebutuhan oleh kaum laki-laki, baik secara seksual ataupun lainnya. Hal ini membuat korban yang mengalami kekerasan gender mengalami berbagai kerugian baik secara fisik maupun mental yang berkepanjangan. Oleh karenanya kekerasan gender perlu dierhatikan oleh masyarakat dan pemerintah agar terciptanya ruang aman bagi semua orang.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline