Lihat ke Halaman Asli

Ananda Indra

Mahasiswa Universitas Brawijaya

Fenomena Tren Self Diagnosis dan Medikalisme yang Menjamur di kalangan Anak Muda

Diperbarui: 13 Desember 2022   12:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Menurut World Health Organization (WHO) sehat merupakan kondisi sempurna, baik secara fisik, mental dan sosial yang tidak terbataskan oleh penyakit atau disabilitas (Faradiba, 2022). Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, sehat merupakan keadaan yang prima baik secara fisik, mental, spiritual dan sosial yang memungkinkan setiap individu untuk hidup produktif. Sehingga, kesehatan merupakan menjadi faktor utama yang penting untuk keberlangsungan hidup setiap individu.

Kesehatan memiliki beberapa jenis, yang pertama adalah kesehatan fisik. Dimana, setiap organ tubuh atau bagian tubuh yang dimiliki dapat bekerja dengan baik sebagaimana fungsinya. Kedua, kesehatan mental menurut WHO dalam Maskanah (2022) adalah , kesehatan mental adalah kondisi kesejahteraan (wellbeing) seorang individu yang menyadari kemampuannya sendiri, dapat mengatasi tekanan kehidupan yang normal, dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan kontribusi kepada komunitasnya. Orang yang memiliki kesehatan mental yang baik akan memiliki kemampuan untuk menangani stress, memperoleh keterampilan dan memelihara hubungan serta mampu mengendalikan emosi yang ada pada dirinya. Ketiga, kesehatan sosial yang merupakan keadaan dimana seorang individu mampu membangun interaksi dengan individu atau kelompok lain. Terakhir, kesehatan ekonomi adalah kondisi seseorang atau individu yang memiliki kegiatan atau dapat menghasilkan sesuatu yang sifatnya materi untuk memenuhi kebutuhan hidup secara finansial.

Jika ada yang dinamakan sehat tentu ada yang dinamakan sakit. Sakit merupakan perasaan tidak nyaman yang dirasakan seseorang atau individu karena adanya disfungsi anggota atau organ tubuh yang tidak berkerja dengan normal. Menurut Perkins dalam Sani (2011), sakit merupakan suatu keadaan yang tidak menyenangkan yang menimpa seseorang sehingga menimbulkan gangguan pada aktifitas sehari-hari. Biasanya, untuk mengetahui bahwa orang atau individu tersebut sedang sakit diperlukan sebuah pemeriksaan dari tenaga ahli seperti dokter, perawat atau tenaga medis lainnya berdasarkan gejala yang dialami dan indikator lainnya. Namun, nyatanya tidak banyak masyakat yang paham dan sadar akan hal tersebut. Sangat banyak kejadian atau kasus mengenai self diagnosis dan medikalisasi yang terjadi dalam masyarakat untuk mereka dapat menangani atau mengobati sendiri mengenai gelaja sakit apa yang mereka rasakan. Hal ini terjadi dan dilakukan oleh orang-orang dari berbagai rentan usia serta zaman. Bahkan pada zaman modern seperti ini, dimana semua orang sudah berpikir menggunakan rasionalitas, masih banyak yang melakukan self diagnosis dan medikalisasi.

Self diagnosis menurut White and Horvitz (2009) merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang atau individu dalam memutuskan bahwa dirinya sedang mengidap suatu penyakit berdasarkan diri sendiri atau pengetahuan yang diketahuinya. Biasanya, setiap individu terdorong atau termotivasi melakukan self diagnosis adalah adanya rasa penasaran dalam dirinya mengenai apa yang terjadi yang muncul dari gejala-gejala yang sedang dirasakan yang kemudian dibandingkan dengan informasi atau refrensi yang dimiliki. Selain itu ada juga seseorang atau individu yang melakukan self diagnosis karena takut atau khawatir akan diberi diagnosis penyakit yang buruk saat berkonsultasi dengan tenaga ahli seperti dokter (Akbar, 2019) dan juga kurang adanya rasa percaya dengan tenaga ahli atau dokter. 

Self diagnosis ini memiliki kecenderungan dampak yang bersifat negatif, karena apa yang didiagnosis pada diri sendiri tidak melalui hasil pemeriksaan dan observasi tetapi hanya dugaan dugaan yang tidak terbukti kevalidan data dan informasinya. Dari data yang kurang valid tersebut dapat memicu terjadinya salah pengambilan tindakan untuk menangani penyakit tersebut. Jika salah mengambil tindakan, hal tersebut akan sangat berdampak bagi kesehatan baik fisik atau mental hingga keberlansungan kehidupan.

Self diagnosis biasanya sering terjadi pada anak-anak berusia remaja karena era sekarang adalah era teknologi informasi, dimana semua hal dapat diakses dalam internet dengan mudah, serta keterbatasan biaya untuk konsultasi pada tenaga ahli juga menjadi faktor pendorong para remaja melakukan self diagnosis. Kemudian pemikiran dan emosi pada remaja yang cenderung labil menyebabkan mereka dengan mudah menerima segala informasi yang masuk dalam pikiran mereka tanpa menyaring terlebih dahulu apa informasi itu benar atau tidak. Bahkan akhir-akhir ini, self diagnosis sudah menjadi trend pada sosial media, terutama mengenai kesehatan  mental. 

Dilansir dari detik.com, sosial media kini dipenuhi oleh para remaja yang melakukan self diagnosis akan kesehatan mental mereka dan menganggap hal tersebut menjadi suatu hal keren dan estetik. Biasanya dalam sebuah unggahan pada sosial media berisi video dengan latar belakang gelap atau monokrom yang diiringi dengan lagu sedih dan berisikan caption mengenai gejala mental illness yang diketahui dan terdapat narasi ajakan untuk menilai diri sendiri berdasarkan gejala yang ada atau tidak. Para remaja yang 'merasa' memiliki atau mengalami gejala serupa, berlomba-lomba untuk mengeklaim dirinya memiliki mental illness yang seperti ada pada video tanpa tahu kebenarannya yang valid melalui pemeriksaan oleh tenaga ahli atau medis (Darmadi, 2022).

Demikian pula dengan adanya medikalisasi yang dilakukan masyarakat tradisional dalam menangani atau mengobati penyakit dengan pengertian atau informasi yang dimilikinya sendiri. Biasanya ini terjadi pada masyarakat yang berusia paruh baya atau dewasa yang memegang erat cara pengobatan tradisional, tapi tak hanya itu medikalisasi juga sama dengan self diagnosis yang bisa dilakukan dengan mencari informasi dari internet. Contohnya kasus ponari, dimana saat itu ia dianggap bisa menyembuhkan seseorang dengan mencelupkan batu dalam air dan saat air itu diminum oleh yang sakit maka yang sakit akan sembuh. Kemudian adanya pengobatan-pengobatan yang semuanya menggunakan jamu tradisional. Mungkin hal tersebut bukan suatu hal yang salah karena obat juga bisa berasal dari tumbuhan dan bahan alami, namun yang menjadi masalah adalah penyakit yang sedang terjadi belum tentu valid dan ditakutkan akan memicu terjadinya salah pengobatan dan lain sebagainya.

Self diagnosis dan medikalisme yang terjadi dalam masyarakat adalah bentuk suatu tindakan yang mereka lakukan berdasarkan apa yang ada pada rasionalitas mereka. Apa yang bagi mereka benar dan mereka percayai maka itulah yang mereka lakukan. Hal ini dapat dilihat juga melalui perspektif teori tindakan sosial milik Max Weber. 

 Teori perilaku sosial adalah teori yang mempelajari motivasi dan perilaku individu. Pendekatan subyektif terhadap makna yang memungkinkan seseorang untuk mempengaruhi dan menerima pengaruh itu pada orang lain. Lebih lanjut Weber menjelaskan bahwa semua tindakan individu memiliki implikasi subjektif bagi orang dan kelompok lain. Weber di sisi lain juga berpendapat, bahwa cara terbaik untuk memahami kelompok yang berbeda adalah dengan memahami pola perilaku khas yang menjadi ciri mereka (Ritzer, 2014). Secara umum, salah satu tujuan sosiologi adalah untuk mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang makna subjektif dari perilaku sosial individu. 

Teori tindakan sosial milik Weber dibagi kedalam 4 bagian, yaitu pertama teori tindakan tradisional, dimana ini adalah tindakan berdasarkan kebiasaan yang telah mendarah daging selama beberapa generasi. Ini mengacu pada tindakan berdasarkan tradisi dan tindakan yang telah dilakukan berulang kali sejak zaman kuno. Hal ini berhubungan dengan adanya medikalisasi yang dilakukan masyarakat karena adanya pengetahuan mengenai penanganan penyakit dari leluhur. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline