Lihat ke Halaman Asli

Ananda Arif

mahasiswa

Foodborne Illness

Diperbarui: 15 November 2021   19:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

afdo.org

Novia Indah Kurniasari,  Dedin Finatsiyatull Rosida, Romi Angga , Rachma Anggaratih, Yoshi Noriega, Fitriana Wikayanti, Afifatur Rohmah

Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknik

UPN "VETERAN" JAWA TIMUR

Corresponding author : dedin.tp@upnjatim.ac.id

Foodborne illness (infection/intoxication) yaitu penyakit akibat keracunan atau infeksi karena mengonsumsi makanan terkontaminasi mikroorganisme. Foodborne illness masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia karena kurangnya higiene perorangan dan sanitasi lingkungan sehubungan dengan pengolahan bahan makanan dan proses memasak. Foodborne illness seringkali diberitakan akibat mengkonsumsi hidangan pesta, makanan jajanan, makanan catering, bahkan makanan segar. Data nasional yang dirangkum Badan POM selama 4 tahun (2004-2007) juga menjelaskan, bahwa industri jasa boga (catering) dan produk makanan rumah tangga memberikan kontribusi paling besar (31%) dibandingkan dengan makanan olahan (20%), jajanan (13%) dan lain-lain (5%) (BPKN, 2007).

Klasifikasi Foodborne Illness terbagi menjadi :

  • Intoksikasi : Penyakit keracunan makanan terjadi akibat mengkonsumsi makanan yang mengandung toksin bakteri maupun jamur. (Staphylococcus aureus, Clo.botulinum, B.cereus, dan A.flavus),
  • Infeksi : Penyakit keracunan makanan terjadi akibat mengkonsumsi makanan maupun minuman yang terkontaminasi bakteri enteropatogen. (Salmonella),
  • Toksikoinfeksi : Penyakit keracunan makanan terjadi akibat mengkonsumsi sejumlah besar sel hidup dari bakteri patogen yang mengkontaminasi makanan maupun minuman. Bakteri tersebut mengalami sporulasi atau mati dan menghasilkan toksin sehingga menimbulkan gejala. (Clostridium perfringens : gastroentritis).

Penyakit bawaan makanan dapat menyerang siapa saja yang memakan makanan yang terkontaminasi. Kelompok-kelompok tertentu seperti wanita hamil, orang dewasa yang lebih tua, dan orang-orang dengan penyakit kronis lebih mungkin untuk sakit dari makanan yang terkontaminasi. Data dari Badan POM tentang kejadian luar biasa (KLB) foodborne illness dari tahun 2001-2006 menunjukkan peningkatan baik dari jumlah kejadian maupun jumlah korban yang sakit dan meninggal. Walaupun demikian, korban meninggal diperkirakan mungkin hanya 1% saja. Pada tahun 2013 melaporkan bahwa penyebab foodborne di Indonesia adalah mikroorganisme. Tingkat kontaminasi makanan oleh Escherichia coli masih cukup tinggi yaitu 65,5%. Escherichia coli dapat ditemukan pada daging sapi mentah atau undercooked, susu yang tidak dipasteurisasi, buah dan sayur mentah.

Ada studi kasus terhadap kualitas Jajanan Siswa di Sekolah Dasar. Makanan jajanan seringkali ditempatkan di tempat yang terbuka dan terkadang dicampur bahan-bahan yang berbahaya. Hal inilah yang menyebabkan makanan jajanan menjadi tidak sehat dan berbahaya untuk dikonsumsi, hasil penelitian yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) dan Institut Pertanian Bogor (IPB) membuktikan 35% jajanan anak sekolah di Indonesia tidak sehat dikonsumsi. Hasil penelitian Puspitasari (2013), menggunakan sampel jajanan makanan dan minuman yang berjualan di sekitar sekolah dasar di daerah Sisingamangaraja. Hasil penelitian ini didapatkan informasi adanya cemaran bakteri Escherichia coli dan Coliform pada ke enam sampel makanan dan minuman yang di ambil di sekolah dasar.

Pentingnya hygiene dan sanitasi adalah untuk mencegah kontaminasi makanan oleh bakteri, mencegah perkembangbiakan bakteri dan mencegah terjadinya kontaminasi silang dan rekontaminasi. Adanya hygiene sanitasi di lingkungan sekolah untuk meningkatkan akses makanan yang sehat, aman, hygienis dan bergizi pada anak sekolah agar tidak menimbulkan gangguan kesehatan dan keracunan makanan. Pada artikel jurnal "Treating Foodborn Illness" oleh Theodore Steiner, dijelaskan bahwa sebagian besar penyakit bawaan makanan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan, sehingga dapat dilakukan penangan dengan terapi rehidrasi oral dan tindakan suportif lainnya memiliki dampak yang signifikan terhadap morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh infeksi enterik.

Reference  :

Badan Perlindungan Konsumen Nasional. 2007. Hasil Kajian BPKN di Bidang Pangan Terkait Perlindungan Konsumen.

Djaja, I Made. 2008. Kontaminasi E. Coli pada Makanan dari Tiga Jenis Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) di Jakarta Selatan 2003. Makara, Kesehatan, Vol. 12(1).

FoodSafety, 2014. Prevent Illness From C. perfringens Https://Www.Foodsafety.Gov/Blog/Prevent-Illness-C-Perfringens Diakses Pada Tanggal 14 November 2021

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline