Lihat ke Halaman Asli

Mengulik Kembali Sejarah Bencana Alam Banjir dan Tanah Longsor di Sulawesi Selatan

Diperbarui: 29 Mei 2024   10:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Haiii teman-temann tahukah kalian pada tahun 2019 dahulu pernah terjadi bencana alam banjir dan tanah longsor di wilayah Sulawesi Selatan. Ini wawasan bagi orang yang belum mengetahui dan orang yang sudah tau jadi lebih ingat mengenai bencana yang terjadi di Sulawesi Selatan ini.

Pembahasan Mengenai Banjir dan Tanah Longsor

Sebelum saya membahas bencana alam banjir dan tanah longsor di Sulawesi Selatan ini, terlebih dahulu saya akan memberikan sedikit penjelasan dan wawasan mengenai banjir dan tanah longsor. Banjir Menurut Suripin (2003) adalah suatu kondisi di mana tidak tertampungnya air dalam saluran pembuang (palung sungai) atau terhambatnya aliran air di dalam saluran pembuang, sehingga meluap menggenangi daerah (dataran banjir) sekitarnya. Dan menurut Brook dkk. (1991) mengatakan bahwa tanah longsor adalah selah satu bentuk dari gerak massa tanah, batuan, dan runtuhan batuan/tanah yang terjadi seketika yang bergerak menuju lereng bawah yang dikendalikan oleh gaya gravitasi dan meluncur dari atas suatu lapisan kedap yang jenuh air (bidang luncur). Oleh Karena itu tanah longsor dapat juga dikatakan sebagai bentuk erosi. Jadi banjir merupakan keadaan dimana suatu daerah tergenang oleh air dalam jumlah yang besar. Sedangkan Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng.

Nah teman-teman kan sudah mengetahui apa itu banjir dan tanah longsor tadi. Selanjutnya saya akan langsung membahas kembali bencana alam yang pernah terjadi di Sulawesi Selatan.

Banjir besar dan tanah longsor yang menimpa sejumlah wilayah di Sulawesi Selatan sejak hujan deras menimpa wilayah tersebut pada hari Selasa (22/01/2019) hingga hari Kamis (24/01/2019). Banyak sejumlah video yang menampilkan bencana tersebut, bahkan ada satu rumah yang tertimpa tanah longsor. Untuk menghindari berita yang simpang siur ini terdapat beberapa fakta terkait bencana alam ini.

Fakta Terkait Bencana Yang Terjadi

Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah menjelaskan, bencana yang melanda wilayahnya ini diakibatkan adanya pendangkalan sungai dan perusakan hutan. "Ini adalah gejala alam yang luar biasa. Penyebab banjir akibat pendangkalan dam Sungai Bili-Bili yang sudah serius untuk ditangani," ucap Nurdin Rabu (23/01/2019). "DAS (daerah aliran sungai) Jenebarang itu sudah masuk kategori DAS yang super kritis akibat terjadinya eksploitasi sumber daya hutan di hulu seperti perladangan berpindah, dan sebagainya. Sementara lebih cepat perusakan hutan daripada upaya konservasi yang dilakukan," ucapnya. Selain itu, menurut Kepala Bagian Humas dan Protokol Pemprov Sulse, Devo Khadaffi, banjir juga disebabkan dibukanya dua bendungan, yakni Bendungan Bili-Bili di Kabupaten Gowa dan Bendungan Lekopaccong di Kabupaten Maros, akibat intensitas hujan tinggi.

Berdasarkan informasi terakhir dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), wilayah terdampak bencana alam banjir ini meliputi 78 desa dari 52 kecamatan di 10 kawasan kabuaten/kota di Sulawesi Selatan. Wilayah itu adalah Makassar, Gowa, Maros, Barru, Wajo, Sidrap, Bantaeng, Pangkep, Jeneponto, dan Sopeng. Ketinggian air beragam mulai dari 1,5 meter hingga 2 meter dan mengakibatnya terputusnya akses jalan, termasuk jalur Trans-Sulawesi. Sementara itu, longsor terjadi di tiga kecamatan di Kabupaten Gowa, yakni Kecamatan Tinggimoncong, Bontomarannu, dan Manuju. Salah satu wilayah yang paling parah terdampak longsor adalah Dusun Pattiro, Desa Pattakilang, Kecamatan Manuju.

Sekitar 20 orang dinyatakan hilang pasca-kejadian tanah longsor ini. Berdasarkan data dari Rabu siang, ada sebanyak 6 orang dinyatakan meninggal dunia.

Dari data BNPB Kamis (24/01/2019) pukul 14.00, jumlah korban meninggal diketahui 30 orang, 47 orang luka-luka, dan 3.321 warga diungsikan. Untuk kerusakan bangunan, 76 unit rumah dinyatakan rusak, sebagian bahkan hanyut terbawa aliran air, 2.694 unit terendam, 9 jembatan, 2 pasar, dan 13 sekolah rusak. Korban jiwa paling banyak terdapat di wilayah Kabupaten Gowa, yakni 16 jiwa.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline