Biaya kepatuhan pajak adalah biaya yang dikeluarkan wajib pajak untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang dan otoritas perpajakan. Biaya tersebut meliputi biaya moneter, biaya psikologis, serta biaya waktu. Besaran biaya ini memiliki korelasi positif dengan tingkat kepatuhan wajib pajak (Juliardi, 2023). Oleh karenanya, pemerintah selalu mengupayakan penyederhanaan regulasi dan perbaikan sistem perpajakan.
Baru-baru ini, Pemerintah Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi. Melaluinya, pemerintah memperkenalkan tabel Tarif Efektif Rata-Rata (TER) untuk keperluan perhitungan PPh Pasal 21 bulanan bagi pegawai tetap dan pegawai tidak tetap.
Pada siaran persnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyatakan tujuan penerbitan PP tersebut adalah memberi kemudahan dalam penghitungan pajak terutang. "Dengan PP ini, penghitungan pajak terutang cukup dilakukan dengan cara mengalikan penghasilan bruto dengan tarif efektif," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti (Jumat, 29/12).
Implementasi Tabel TER
PP-58/2023 memperkenalkan dua jenis tabel: 1. Tabel TER bulanan dan 2. Tabel TER harian. Tabel TER bulanan diperuntukkan bagi pegawai tetap dan pegawai tidak tetap yang menerima penghasilan secara bulanan. Berdasarkan nilai Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) nya, tabel tersebut dibagi menjadi 3 kategori: 1. Kategori A bagi karyawan dengan PTKP s.d. Rp58.500.000, 2. Kategori B bagi karyawan dengan PTKP Rp63.000.000 s.d. Rp67.500.000, dan 3. Kategori C bagi karyawan dengan PTKP Rp72.000.000. Tiap kategori terdiri dari puluhan rentang penghasilan bruto dan tarif pajaknya. Berikut adalah ilustrasi penggunaan Tabel TER bulanan.
Tn. X adalah pegawai tetap dengan status PTKP TK/0 (tidak kawin tanpa tanggungan). Sesuai undang-undang, nilai PTKP TK/0 adalah Rp54.000.000. Oleh karena itu, perhitungan PPh Pasal 21 bulanan Tn. X merujuk ke Tabel TER bulanan kategori A. Jika penghasilan bruto yang diperoleh Tn. X pada suatu bulan adalah Rp8.000.000, maka akan dikenai PPh Pasal 21 senilai Rp120.000 (tarif 1,5%). Jika penghasilan bruto yang ia peroleh pada bulan berikutnya adalah Rp12.000.000, maka akan dikenai PPh Pasal 21 senilai Rp480.000 (tarif 4%). Begitu seterusnya hingga bulan November tahun berjalan atau bulan sebelum ybs. berhenti bekerja.
Sementara itu, Tabel TER harian diperuntukkan bagi pegawai tidak tetap dengan rata-rata gaji harian hingga Rp2.500.000. Tabel tersebut meliputi dua tarif: 1. Tarif 0% untuk gaji harian sebesar Rp0 s.d. Rp450.000 dan 2. Tarif 0,5% untuk gaji harian > Rp450.000 s.d. Rp2.500.000. Berikut adalah ilustrasi penggunaan Tabel TER harian.
Tn. Y adalah pegawai tidak tetap. Sesuai kondisi tersebut, Tn. Y wajib merujuk ke Tabel D. Jika penghasilan harian yang diperoleh Tn. Y adalah Rp1.100.000, maka akan dikenai PPh Pasal 21 senilai Rp5.500 (tarif 0,5%).
Untuk membantu perhitungan pajak, DJP telah menyediakan layanan Kalkulator Pajak pada laman pajak.go.id. Wajib pajak hanya perlu mengklik Kalkulator Pajak, pilih jenis pajak PPh Pasal 21, lalu melengkapi kolom jenis pemotongan, kode objek pajak, dan kolom pertanyaan lanjutan lainnya.
Dampak
Sebelumnya, perhitungan PPh Pasal 21 diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016. Pada aturan tersebut, ada banyak kondisi perhitungan yang perlu bendahara gaji perhatikan. Jika seorang pegawai memperoleh bonus, lalu memperoleh kenaikan gaji dan rapel, lalu mutasi unit kerja; bendahara setidaknya butuh 3x menghitung ulang dengan metode penyetahunan. Perhitungan akan semakin rumit seiring banyaknya jumlah pegawai.