Lihat ke Halaman Asli

Misbahul Anam

Guru swasta, belajar selamanya

Serpihan Sayap Walang Sangit

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Langit sore itu terasa bersahabat untuk mengantarkan orang-orang atau siapapun anak manusia untuk bepergian. Ini adalah sore yang cerah karena sudah tiga hari mentari tidak menampakkan wajahnya. Adalah karena dorongan silaturahim, rasa sosial dan kekerabatan atau entah apalah namanya, sepasang suami istri bertandang ke luar desa untuk kondangan . Dengan perasaan bangga bisa meluangkan waktu untuk sillaturahim ke rumah kerabat, sang suami (sebut saja Pak Mister) memboncengkan istrinya tersayang mengayuh motornya. Dengan motor itu semua aktifitas bisa jadi lancar tanpa aral, “seandainya motor punya telinga, pasti kami sampaikan ucapan terima kasih tak terhingga kepadanya” gumam Pak Mister dalam hati.

Sampai setengah perjalanan lancar-lancar saja, angin semilir, ratusan hewan kecil-kecil (mungkin walang sangit)beterbangan mengitari setiap lampu penerang jalan, Pak Mister yang pegang setir berulangkali menghindari hewan-hawan itu menerjang wajahnya - karena tidak mengenakan helm (melanggar ya pak Polisi?), ya.. karena orang kampung, perjalanan sekitar kampung, malam hari pakai peci dan sarung, sudah biasalah tidak pakai helm, lagian lucu bila dipaksa mengenakan benda pengaman kepala itu.

“Aduh, mengganggu sekali hewan-hewan ini, hampir tiap lampu tak lepas dari kerubutan ratusan ekor makhluk bersayap tersebut“, keluhnya. Baru saja selesai menggerutu hatinya, “plek…” satu hewan mengenai mata. Dengan refleknya segera disingkirkannya hewan itu dari matanya dengan rasa perih dan pedih disertai air mata yang keluar, Pak Mister tetap saja berusaha tegar melajukan motornya tanpa henti walaupunsedikit pelan, seakan memberi kesan rasa aman bagi penumpangnya, yang tak lain adalah istri tercintanya. Makhluk bersayap yang menendang mata dan sudah disingkirkan itu ternyata tetap meninggalkan rasa perih sepanjang perjalanan. Bahkan perjalanan pulang dan sampai di rumah puntetap saja perih itu terasa, meski saat perjalanan pulang sempat mampir mini market untuk beli obat tetes mata.

Malam belum beranjak larut tapi perih di mata terus terasa. Pak Mister akhirnya menyerah tak tahan merasakan perihnya. Dibaringkanlah tubuhnya tiduran, “barangkali mata terpejam, lilipnya hilang”, pikirnya. Satu jam, dua jam, hingga subuhmata terpejam, belum hilang juga sakitnya. Bahkan bangun tidur, mata sepertinya dilem tidak bisa terbuka kelopak matanya karena cairan air mata yg membeku. Kondisinya jadi menghawatirkan Pak Mister, apalagi hari itu ada kerjaan yg dideadline harus jadi hari itu juga.

Dengan bantuan obat mata yang terus diteteskan lebih sering dari dosis anjuran, Pak Mister mau tidak mau menjalankan aktifitasnya seperti biasa bak pepatah kuno the show must go on. Jadi pembina Upacara pun terpaksa dilakoni disertai sering memicingkan kelopak dan mengusap air mata yang keluar. Aktifitas harian di sekolah (kebetulan Pak Mister jadi tukang sapu di sekolah tersebut) itu dijalaninya dengan agak terganggu oleh pedihnya mata.

Hari kedua pikirnya selesai sudah penderitaan di matanya, dengan tidur semalaman biasanya luka akibat goresan hewan/benda yang kena mata akan hilang dengan sendirinya. Sepanjang malam terpaksa tidak terjaga barang sebentar untuk sekedar mengingat Sang Pencipta. Inilah mungkin kemalasan yang dimaklumi, karena sakit bolehlah meninggalkan ibadah sunnah yang dianjurkan.

Azan subuh berkumandang dari pengeras suara di mesjid dan musholla saling bersahutan. Segera digerak-gerakkan kelopak matanya untuk bangun menuju panggilan Tuhannya. “Aduh…, lengket sekali mata ini, masih perih lagi…” gumamnya karena ternyata salah menyangka bahwa harapannya bangun tidur sudah sembuh luka goresan di matanya, ternyata meleset. Hari ini bakal menjadi hari kedua musibah bagi dirinya.

Khawatir terjadi apa-apa dengan matanya, pagi itu juga, atas dorongan sang istri, periksa ke dokter terdekat.. Hasilnya? Memang ada benda sepersekian milimeter persegi yang masih menempel di sebelah retina mata, sehingga terasa tergores bila berkedip. Dokter berusaha mengambil lilip itu, akan tetapi sudah lengket karena sudah dua hari menempel di mata. Sedih dan tambah susah tentunya karena dokter memintanya untuk menemui dokter spesialis mata.

Dengan tekad dan semangat untuk sembuh, dalam kondisi mata selalu dipicingkan Pak Mister dengan istri tercinta menuju dokter spesialis mata yang berjarak kurang lebih 30 kilo meter dari rumah. Kurang lengkap derita matanya kalau saat itu langsung ketemu dokter spesialis mata dan ditangani. Yang terjadi adalah harus nunggu waktu praktik dua jam lagi. “lha ini… mesti ujian lagi!” pikir Pak Mister.

Sampai akhirnya tibalah giliran nomor antrian dipanggil. Alhamdulillah, segera ketemu dokter yang ramah dan ditangani. Hanya butuh tidak kurang dari lima menit, melalui mikroskop atau alat pembesar apa namanya, lilip itu diambil setelah sebelumnya dibius dulu matanya.

Plong.. sudah rasanya, benda sepersekian milimeter persegi itu lenyap dari kelopak mata. Sungguh kenikmatan yang tiada tara, mata terbebas dari ganggunan. Kiranya hanya ucapan dan ungkapan rasa syukur kepada Yang Mahakuasa yang bisa terus dilantunkan Pak Mister. Sedikit saja nikmat itu diminta olehNya, ternyata begitu besar dan berat yang dirasakan.

Hikmah yang dirasakan oleh Pak Mister ternyata banyak sekali dengan lilip tersebut. Karena lilip bisa timbul beberapa efek karambol kebaikan:

1.Memberi keuntunganpenjual obat tetes mata

2.Menambah pemasukan dokter umum

3.Dengan menghubungi beberapa orang untuk minta bantuan informasi, si pemberi informasi mendapat balasan olehNya karena telah membantu mempermudah orang lain

4.Menambah pemasukan keuangan kepada dokterspesialis yang ramah

5.Menambah keuntunga apotek tempat menebus obat

6.Dan masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan di tulisan ini.

Alhasil musibah menimpa, pasti didapat banyak hikmah.

***ada titipan salam sayang buat istrinya Pak Mister, he..he…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline