Banyak orang mengatakan bahwa bangsa kita ini bangsa yang toleran, ramah, dan saling menghormati. Tapi, kenyataan akhir-akhir ini justru memperlihatkan sebaliknya. Konflik kekerasan komunal bernuansa agama terjadi secara beruntun. Belum lagi konflik-konflik lain yang tidak terekspos media. Ditambah jejak rekam lainnya seperti terjadi di Aceh, Papua, Ambon, Lombok, Kalimantan, Makassar. Siapa yang bertanggung jawab atas ini semua? Para tokoh pemuka agama dan sebagian elit politik di negeri bisa dikatakan belum berhasil untuk lebih membumikan konsep Toleransi yang selalu mereka usung dan perjuangkan. Toleransi yang ada hanya eksis pada tataran level elit, tapi pada level grass root/akar rumput belum. Bahkan sebagian elit politik yang lainnya memperlihatkan sikap intoleransi mereka yang terejawantahkan dalam kebijakan, undang-undang, dan peraturan yang telah disahkan.
Toleransi Setengah Hati
Toleransi akan selalu dan penting dipergunakan ketika kita dihadapkan dalam situasi atau kondisi dimana kita berhadapan dengan orang lain atau kelompok yang berbeda dari kita (Other/Stranger). Mengapa? Sudah menjadi hal yang alamiah bagi sebagian besar manusia bahwa setiap berhadapan atau bertemu dengan orang asing atau kelompok lain yang berbeda, maka ada kecendrungan kita akan menilai mereka dengan segala pengetahuan yang sebelumnya ada di alam pikiran kita, yang didapat dari pengalaman mengenai obyek tersebut. Pengetahuan dan informasi itu terkadang tidak selalu benar dan obyektif, sehingga kita akan selalu cenderung memberi penilaian negatif dan akan mempengaruhi kita dalam bersikap serta berprilaku yang bisa menggiring kearah sikap diskriminatif dan pada akhirnya bisa memicu konflik.
Sayangnya, Toleransi yang berkembang di negeri ini sifatnya setengah hati, yaitu Toleransi yang mana kita memandang pihak lain tetap eksis, tapi kita tidak mau peduli dan juga tidak mau mengakui (sebenarnya) dengan segala sikap dan ekspresi Others/stranger tersebut. Toleransi dalam bentuk seperti ini sebenarnya sangat lemah dan sewaktu-waktu dapat hilang sehingga memicu kembali terjadinya konflik.
Toleransi Sejati
Toleransi yang seharusnya dikembangkan oleh bangsa ini, terutama oleh kelompok mayoritas adalah Toleransi yang berwujud dalam bentuk 'respect'' kita terhadap yang lain/other. Respect disini merupakan suatu sikap atau perilaku yang mendorong kita untuk mengenal dan menghargai yang lain. Dalam hal ini, kita dituntut untuk bisa menekan rasa emosi, ketidaksenangan, atau ketidaknyamanan kita terhadap orang lain/other tersebut, yang timbul dari perbedaan antara yang lain dengan diri atau kelompok kita.
Akan tetapi, lebih daripada itu, Toleransi yang sejati adalah suatu sikap yang bukan hanya didasari oleh sikap pengakuan kita, sikap penghormatan, dan sikap penerimaan terhadap segala perbedaan yang ada pada 'yang lain', tetapi juga adanya suatu sikap dari kita untuk mau berbaur dan menyatu serta belajar dari segala hal-hal baru yang ada pada 'yang lain, other, stranger', sehingga dari hal itu bisa menciptakan suatu 'self development' pada diri kita/kelompok kita khususnya, dan dalam komunitas yang lebih luas pada umumnya. Dari hal itu, maka akan mampu tercipta suatu kehidupan yang harmonis, tenteram dan damai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H