Lihat ke Halaman Asli

Aku dan Anak Burung

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Inilah sore yang indah setiap kali aku pulang dari bekerja. Kujumpai ayah, ibu dan adikku yang manis-manis. Hidangan makan malam masih tercium harumnya dari arah dapur ibuku. Sedaappp!

Seperti kebiasaan adikku. Makan malam seringkali diisi dengan acara suap-suapan. Pastinya sih, ibuku yang nyuapin adikku makan. Makan langsung dari tangannya yang mulai keriput. Kebiasaan ini sudah dimulai ketika adikku kecil. Mulai dari berangkat sekolah hingga pulang.  Padahal sekarang ini adikku sudah tingkat satu di sebuah perguruan tinggi. Maklumlah, adikku itu bungsu. Seperti kata orang, bungsu memang selalu jadi kesayangan. Orang serumah menyayanginya.

Tapi sore ini lain! Pasalnya adikku sedang ngambek sama ibuku. Karena hari sebelumnya ibuku menggodanya. Ia tidak mau lagi nyuapin adikku itu. Aha! Ini alamat aku yang dapat rejeki, begitu pikirku.

Tanpa mandi dulu, aku langsung minta disuapin makan dari tangan ibuku. Kebetulan saat itu ibuku tersayang sedang makan sore. Waduuh, betapa senang dan mengharu birunya perasaanku.

Tahukah kau, kawan? Betapa ingin menangisnya aku. Air mataku serasa tak dapat kutahan saat tangan ibuku menyentuh mulutku untuk memasukkan makanan.

Saat itu aku seperti anak burung. Anak burung yang tak bisa apa-apa saat sayapnya belum mampu terbang, saat tubuhnya masih lemah, saat bulu-buluh indah belum menghias tubuhku. Meski aku tahu, aku sudah cukup mampu terbang dan cukup kuat, tapi.... bila berhadapan dengan ibuku, aku layaknya anak burung.

Ibuku tertawa. "Mulutnya kecil!" Kata ibuku saat nyuapin aku.

Adikku yang besar menjawab, "Makanya makanannya tumpah-tumpah."

"Iya. Coba kalau Bungsu yang makan. Waaah, mulutnya lebar! Semuanya muat," kelakar ibuku.

Aku terseyum. Sementara adikku itu dan ibuku tertawa-tawa. Untung saat itu si Bungsu sedang ngambek. Hahahaa...

Aku mengucap doa kepada Tuhan, semoga segala cinta, kebaikan, kebahagiaan dan kesehatan selalu dilimpahkan untuk ibuku. Satu-satunya ibu yang tidak ingin kuganti dengan siapapun. Bagaimanapun dia, dialah ibuku tersayang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline