Lihat ke Halaman Asli

Keselarasan Semesta

Diperbarui: 28 April 2022   14:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Senja,

Namanya saja  senja, dia indah dan mempesona, siapa yang berani belawan pesonanya? tak ada, bahkan beberapa orang menyatakan bahwa kkeindahannya tiada tara. banyak sorot-sorot kamera memandangnya, memandangnya dengan tajam atau dengan penuh makna. Semua mereka lakukan hanya untuk menikmati sepotong dan secuil senja. tiba-tiba saja awan merasakan iri dengannya, kdengan dengkinya awan merubah pola-pola kimiawi dalam tubuhnya sehingga dia berubah menjadi hitam kelam penuh rasa. si senja bertanya ada apa denganmu awan? akankah kau tak ingin orang memotretku dengan lensa tercanggihnya dan mengabadikannya untuk menenangkan rasa?. si awan menjawab, untuk apa? orang-orang hanya mengagumimu, padahal kamu adalah bagian dari diriku, tanpa diriku kau bukanlah senja. dengan isak sedih awan kepada senja, tintihan air matanya turun, membuat semua mata dan lensa pergi mencari tempat teduh. mengamankan lensa-lensa mahal untuk senja. senja tiba-tiba meninggalkan awan, awan yang mendominasi kala itu menangis dengan lebih keras. erangannya, batuknya dan hentakan tubuhnya membuat angin dan petir bergeliat tanpa arah. 

matahari yang melihat itu hanya bisa tersenum dengan sisa-sisa energinya, tak mampu melawan kekerasan dan keirian hati si awan. kejadian itu berlangsung lama hingga saatnya tiba nanti, akan ada penyeimbang dari semuanya, dia indah, menenangkan dan tegaas. dia adalah bulan, sosok yang ditunggu sebagai pemyeimbang antara senja, matahari dan awan yang selalu bersaing untuk mendapatkan tatapan lensa kamera dan cerita yang indah dari manusia.

bulan

semuanya berharap padmu loh, dengan hangatmu, sinarmu dan bahkan hanya dengan intipanmu diawal waktu sudah membuat mereka tenang. semuanya mengagumimu menyanjungmu tapi yang aku kagumi adalah kerendahan hatimu, selalu terlihat sederhana tanpa adanya embel-embel kuasa dan keistimewaan.lihat si si awan, ketika kamu muncul dia berubah seketika, ke iriannya hilang dan senja pun selalu merelakan waktu untukmu dia selalu mengikhlaskan sebagian sebagian waktu dan prioritasnya digantinya. bulan-bulan, kenapa kamu selalu jauh dan kegelapan selalu menjadi teman iriingmu tanpa kau bisa memilih atau mungkin itu adalah sebuah perjanjianmu dengan sang maha Kuasa untuk menukarnya dengan keindahan" kata si kakek tua yang memandangimu setiap sambil memegang pena , menuliskan berbagai rasa dalam hatinya..

semesta selalu memiliki cara sendiri untuk membuatnya seimbang, membuatnya berjalan dengan beriringan tanpa ada rasa iri, dengan seorang peimpin yang penuh dengan keadilan dan ke arifan. kesetaraan dan kebijakan yang selalu dibutuhkan semesta.

terimakasih semesta, atas apa yang kau berikan dan kau seimbangkan di hidup mungkin namanya manusia adalah rasa yang selalu goyah dengan godaan bumi tapi kembali semesta selalu menyeimbangkan dan menyelaraskan semua. terima kasih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline