Lihat ke Halaman Asli

Korupsi Berjamaah: Mentalitas Proyek

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tikus Proyek

aldnp 12

[caption id="" align="alignleft" width="257" caption="Gb dari http://daps.bps.go.id "][/caption]

Rahasianya terletak pada sistem itu.

Biasanya, uang hasil praktek kotor itu tidak dimakan seluruhnya oleh para aktor intelektual yang menyutradarainya. Sebagian uang jarahan itu mereka alokasikan untuk dibagikan kepada seluruh pegawai lembaga yang bersangkutan. Dengan lihai mereka membuat wadah tempat menampung uang haram itu dalam bentuk yang resmi seperti Yayasan Dana karyawan, Koperasi Karyawan Sejahtera, Dana beasiswa Keluarga Karyawan, Dana Kesehatan atau berbagai jenis lainnya. Ada pula yang dialihkan ke pot dana taktis maupun operasional dengan alasan demi kelancaran tugas lembaga mereka, sementara anggaran untuk itu tidak mencukupi (katanya). Biasanya dana taktis atau operasional itu dinikmati dalam bentuk seperti uang perjalanan dinas, entertainment atau belanja barang yang habis dipakai. Tidaklah heran jika perjalanan dinas menjadi rebutan para pegawai untuk menambah penghasilan mereka.

Dilain sisi para pegawai menengah keatas saling berebutan memperoleh kesempatan menjadi kepala proyek.

Proyek, pada awalnya adalah pekerjaan di luar fungsi utama atau tugas rutin sebuah instansi, dan memang seharusnya demikian. Tetapi karena proyek itu pekerjaan yang menyimpan harta karun maka hampir semua orang memperebutkannya. Karena sifatnya tidak rutin, tidak banyak orang yang berkesempatan menikmatinya. Tetapi para aktor itu tidak kekurangan akal. Secara cerdik mereka dapat menyulap pekerjaan rutin berubah menjadi proyek. Akhirnya segala sesuatu dijadikan proyek. Seluruh pegawai hanya tertarik dengan pekerjaan proyek. Bahkan para orangtua pun mendorong anak-anak gadisnya untuk menikah dengan kepala proyek, terkadang meski hanya dimadu. Punya TV atau Tweede Vrouw, istilah dalam bahasa Belanda yang artinya istri kedua, menjadi popular di kalangan pegawai menengah keatas.

Tentu akibatnya pekerjaan rutin menjadi terbengkalai. Pelayanan kepada masyarakat pun menjadi buruk dan tidak bermutu bahkan tidak berjalan sama sekali jika tidak diproyekkan. Ada proyek pembuatan Kartu Penduduk, pembuatan Surat Ijin Mengemudi, pembuatan karcis parkir, penerangan masyarakat, vaksinasi hewan, penyemprotan nyamuk, proyek Ujian nasional dan sejuta lainnya pekerjaan rutin masing-masing instansi. Para pegawai tidak akan bergairah tanpa lambaian uang di depan mata mereka. Sebaliknya, jika seseorang tampak bersemangat semua orang tahu kalau ia sedang mengerjakan suatu “proyek”.

“Maaf, tidak bisa menemani ngobrol, sedang ada proyek nih,” sering terdengar jawaban seperti itu tanpa malu-malu. Malah terkesan bangga!

Pada kesempatan lain tidak jarang terjadi pembicaraan seperti ini,

“Wah, kelihatannya sedang buru-buru ya? Lagi ada proyek, ya?”

“Iya tuh! Ibu pensiunan di pojok itu minta tolong mencarikan obat anaknya yang sakit. Lumayanlah..” jawab yang ditanya.

Bukan main, menolong tanpa pamrih sudah tidak ada dalam kamus hati bangsa ini rupanya. Orang yang menderitapun menjadi obyek proyek yang menguntungkan.

Rakyat yang membutuhkan pelayanan rutin dari para pegawai instansi pemerintah menjadi obyek proyek sesat mereka. Tak ada lagi rasa sungkan, risih, apalagi merasa bersalah. Rakyat menjadi maklum, tanpa uang urusannya tak akan pernah lancar. Kini rakyat akan secara otomatis menyodorkan sejumlah uang tanpa diminta, justru sebelum mendapatkan pelayanan. Inisiatif itu mendudukkan para hamba setan itu dalam posisi yang kuat dengan membalikkan dalih bahwa mereka tidak pernah memaksa rakyat membayar uang suap. Rakyatlah yang dengan sukarela memberikan uang sebagai tanda terima kasih atas pelayanan ‘baik’ mereka. Ajaib memang, karena biasanya orang berterima kasih atas perbuatan baik seseorang sesudahnya, bukan sebelumnya.!

Celakanya, orang yang diperas itu pada gilirannya akan melakukan hal yang sama terhadap orang lain yang memerlukan pelayanannya, demi memenuhi biaya yang telah ia keluarkan sebelumnya. Demikian terjadi seterusnya sehingga perbuatan seperti itu telah mnerasuk menjadi bagian keseharian hidup mereka, di segala bidang kehidupan. Mereka saling memeras dan saling menyuap satu sama lain.

- Anak Langit Di Negeri Pelangi -

Sebelumnya l Sesudahnya

  1. Kejar dan Habisi Dia !
  2. Begini Rasanya Mati
  3. Pagar Makan Tanaman
  4. Membongkar Pembelian Fiktif
  5. Antara Pacar dan Sepeda Motor
  6. Senyum Yang Terindah
  7. Hanya Gila Tapi Tidak Bodoh
  8. Dia yang Berkotbah, Dia Yang Korup
  9. Para Saksi Harus Dilenyapkan
  10. Pemerintahnya Ganti, Sistemnya Sama Saja
  11. Korupsi Berjamaah: Sistemik
  12. Korupsi Berjamaah: Mentalitas Proyek
  13. Bos Koruptor Di Posisi Kunci
  14. Orang-Orang Lingkaran Dalam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline