Lihat ke Halaman Asli

Berobat di Desa Saya Cukup SMS Saja

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1348311849243540234

[caption id="attachment_213816" align="aligncenter" width="576" caption="Ilustrasi/Admin (KAMPRET/Ajie Nugroho)"][/caption]

Saya tidak tahu bagaimana pandangan anda tentang berobat di Indonesia. Namun melalui tulisan ini, saya ingin sedikit membagi cerita mengenai betapa mudahnya warga desa di Kecamatan saya mendapatkan pelayanan kesehatan. Mereka cukup meminta orang untuk menjemput bidan, telepon atau bahkan sekedar sms yang berisi permintaan di kunjungi.

Berikut contoh sms dari warga desa di kecamatan saya, Poncowarno, Kabupaten Kebumen "Bu, tolong ke rumah. Anak saya sakit" dan tidak sampai hitungan hari, bidan desa akan meluncur ke rumah si empunya sms dengan membawa peralatan dan obat-obatan. Soal tarif, jangan anda bayangkan tarifnya kan mahal. Tarif berobat di desa saya jauh-jauh lebih murah di bandingkan dengan tarif di kota apalagi Jakarta.

Layanan ini benar-benar berlaku 24 jam. Padahal, jalan desa di kecamatan kami tidaklah mudah. Cukup untuk membuat onderdil motor rontog. Bahkan tidak sedikit wilayah yang susah dijangkau kendaraan meski roda dua.

"Manjakan pasien dan jangan mengeluh ketika pasien punya ketergantungan kepada kita" Begitu imbauan kepala Puskesmas kami, drg Isba Yuwanto, seorang yang mengajarkan kami untuk terus memanjakan pasien. Memanjakan pasien dengan memberikan mereka pelayanan yang terbaik. Membuat mereka ketergantungan bukan dalam artian yang negatif namun bertujuan agar masyarakat lebih sadar dan peduli akan kesehatannya. dan ternyata cara ini efektif untuk mengeliminasi praktik dukun. Sebelum masyarakat di kecamatan kami tergantung pada kami, kami benar-benar harus kerja ekstra. Tidak jarang, bidan di desa harus berjalan berkilo-kilo meter untuk mendatangi ibu hamil yang enggan datang posyandu atau periksa ke PKD (Pos Kesehatan Desa). Mengunjungu masyarakat yang diduga menderita TBC atau penyakit lain. Pendekata, mendekatkan masyarakat pada pelayanan kesehatan. Desa saya hanya sebagian kecil contoh pelayanan yang menganggap pasien itu raja. Jika anda pernah mendengar kisah bidan di desa suku Badui atau bidan di desa pada daerah-daerah pedalaman dan perbatasan maka ribetnya berobat di Indonesia akan hilang di benak anda. Ternyata cerita pelayanan jemput bola tidak hanya di Kecamatan saya saja melainkan di daerah lain pula. Baru saja TV One menayangkan kisah bidan Since May, Bidan di Desa Waris. Sebuah daerah perbatasan antara Papua dengan Papaua New Guini. Setiap harinya, bidan Since harus berkeliling ke rumah-rumah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakatnya dengan berjalan kaki. Tidak semua pelayanan kesehatan di Indonesia yang dikelola pemerintah selalu buruk. Jika ada pelayanan yang kurang memuaskan bagi anda, pasti banyak faktor yang melatar belakanginya mulai dari kurangnya tenaga hingga kurang lengkapanya sarana prasarana. Untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi pelayanan yang baik, juga dibutuhkan kerjasama dari semua pihak. Faktor terpenting bagi terciptanya iklim tersebut adalah adanya rasa saling menghargai dan emmahami antar individu. Tenaga kesehatan mengahargai pasiennya dan memahami kebutuhan pasiennya dan pasien memahami keterbatasan petugas serta menghargai usaha yang telah dilakukan petugas. Jika semua bisa berlaku demikaian, maka iklim yang baik bagi praktik kesehatandi Indonesia akan terwujud. Terimakasih sudah membaca. Salam.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline