Lihat ke Halaman Asli

Gaji: Rp. 2000,-

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ujang melongo. Dilihatnya lagi struk gajinya. Lalu dikucek-kucek matanya, meyakinkan dia tidak rabun. Dan memang, dia tidak rabun. Gajinya benar-benar tinggal DUA RIBU RUPIAH. Gaji sebenarnya SATU JUTA SEMBILAN RATUS RUPIAH. Gaji Pegawai Negeri Daerah Golongan IIc yang masih bujangan. Lalu kemana saja gaji Ujang? Satu Juta Limaratus sudah melayang masuk Bank Daerah, sebagai cicilan hutang sepuluh tahunnya. Kalian bertanya, buat apa ujang hutang sebanyak itu? Jawabannya adalah untuk biaya kuliah si Hitam adiknya dan biaya pengobatan emaknya yang sudah renta. Lalu kemana sisa gaji lainnya. Empat Ratus Ribu tersunat Koperasi untuk simpanan hari raya dan cicilan alat pijat untuk emaknya. Habis bukan gaji Satu Juta Sembilan Ratus Ribu Rupiahnya.
Dan sebulan kedepan Ujang bingung, harus membayar listrik dengan apa. Memberi uang belanja emaknya dengan apa. Belum lagi jika si Hitam minta uang untuk fotokopi, bayar kos-kosan dan uang saku. Ahhhh…ujang pusing.
Ujang masih membujang di usianya yang 35 tahun. Bukan karena dia tidak minat pada perempuan. Tapi dia bingung hendak diberi makan apa anak istrinya nanti. Seseorang pernah menyarankan ujang untuk bekerja sambilan, yaitu berdagang batik di kantor. Tapi Ujang tidak mau. Itu sama saja ia menomor duakan pekerjaanya yang sesungguhnya sebagai abdi negara di kantor kelurahan.
Uajng juga pernah ditawari berbisnis Kartu Keluarga, KTP atau AKTE. Caranya mudah, Ujang hanya tinggal menjemput bola, menawarkan diri mengurus dokumen-dokumen tersebut dan dengan dalih ongkos bensin Ujang mematok harga lebih diluar tarif kelurahan. Tapi lagi-lagi Ujang menolak. Nuraninya menolak. Baginya hal itu sama saja membodohkan masyarakat. Membuat masyarakat malas mengurus kepentingannya sendiri.
Kalian mungkin akan menyalahkan Ujang. Mengapa Ujang meminjam pinjaman yang diluar batas kemampuannya. Jika kalian pada posisi Ujang yang merupakan tulang punggung keluarga, bisakah kalian menolak struk tagihan rumah sakit atas ibu kalian. Bisakah kalian menolak SPP atas nama adik kalian. Dan bagi Ujang, meminjam lebih mulia dari pada mencuri atau mengambil yang bukan haknya.
Lalu kalian akan bertanya lagi. Kenapa harus meminjam di Bank yang bunganya tinggi. Tidak ada pilihan bagi Ujang. Tidak ada dermawan yang mau meminjaminya uang Tujuh Puluh Lima Juta tanpa agunan lain selain SK. Hanya Bank Daerah itu yang mau. Dan Ujang berterimakasih atasnya.
Ujang terkadang sedih jika melihat atau mendengar di media, bagaimana orang menganggap Pegawai Negeri bukan pegawai yang baik. Mengidentikkan pegawai negeri dengan koruptor dan pemalas. Sungguh Ujang sedih. Sebab Ujang tidak demikian. Dia bekerja pagi-pagi sekali, saat jalanan masih belum ramai ia sudah berangkat ke kantor Kelurahan. Bekerja dengan suka cita meski gajinya telah habis di awal bulan. Lalu pulang saat sudah tidak ada lagi orang yang meminta pengantar.
Perihal gaji Ujang yang tinggal dua ribu rupiah telah sampai pula kepada teman-temannya. Bendahara kelurahan yang nyinyir itu telah mengabarkannya. Respon mereka berbeda-beda. Ada yang kasihan. Ada yang terbahak. Ada yang bahagia seolah menemukan kelakaran baru Ujang. Namun sebenarnya mereka sama. Gaji mereka juga sudah tersunat disana-sini.
Pagi itu seperti biasa, Ujang berangkat pagi-pagi sekali. Membuka kantor bersama Pak Syukur, penjaga kelurahan yang sudah uzur. Setengah jam kemudian orang-orang mulai berdatangan, meminta pengantar untuk membuat KTP, KK, atau surat lain. Ujang sibuk sekali pagi itu. Saat tengah sibuk, tiba-tiba datanglah seorang nenek berusia kurang lebih 60 tahun. Datang sendiri tanpa sanak keluarga. Ujang trenyuh. Ia teringat emaknya di rumah. Dihampirinya nenek itu lalu ditanyakan apa maksudnya.
Rupanya si nenek hendak membuat KK baru untuk mengurus Jamkesmas dan BLT. Ujang membantu semampunya. Mendahulukan nenek tersebut dari antrian dan membuatkan dokumen tersebut secepat mungkin. Ujang melakukan itu karena Ujang iba padanya. Nenek tersebut bukan main girangnya. Maka ketika menerima dokumen itu, diselipkan selembar uang sepuluh ribu di tangan ujang sembari berkata “Buat beli Kopi, nak. Terimaksih nenek sudah di bantu”. Mulanya Ujang meolak dan berniat mengembalikan. Namun nenek bersikeras akhirnya Ujang menerimanya. Pikirnya, hanya sepuluh ribu dan tidak setiap waktu aku mau menerima.
Malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih. Orang-orang yang tengah antri sejak tadi melihat apa yang Ujang lakukan pada si nenek. Mereka juga melihat apa yang Ujang terima dari nenek itu. Maka dalam hati mereka mangkel. Mulut mereka tak henti mengeluh dan mengancam akan mengadukan Ujang dengan tuduhan menerima suap. Uajng tidak menghiraukannya. Ia beranggapan itu hanya kekesalan sesaat.
Namun rupanya, permasalahan itu tidak cukup selasai di hari itu. Pagi hari ketika Ujang membaca koran pagi, matanya tertuju pada kolom pengaduan. Keluarahnnya dianggap tidak professional dan ada pegawainya berinisial Uj yang menerima suap sehingga ia mendahulukan pelayanan orang yang memberinya suap.
Ujang pucat pasi. Di kantor kelurahan hanya dia yang berinisial Uj. Dia lalu teringat peristiwa kemarin. Kepalanya mendadak pusing. Telefon dikantornya bordering dengan berat ia mengangkat. Suara Pak Lurah diseberang sana. Marah.
“Jang, nanti siang kamu menghadap saya. Saya tahu gaji kamu tinggal dua ribu, tapi itu bukan alasan buatmu untuk mau terima sogokan. Saya kecewa, Jang!”
Ujang tidak tahu harus berbuat apa. Matanya nanar menatap kosong televisi di depannya yang tengah menyiarkan berita tentang pegawai negeri di sebuah kantor yang memiliki tabungan gemuk.
Ujang tak menyangka, rakyat negeri ini telah menjadi sensitif akibat kelakuan segelintir orang. Mereka bahkan tidak bsia membedakan yang mana kejahatan dan yang mana perbuatan baik. Salahkan Ujang yang menolong nenek tersebut. Salahkah Ujang yang menerima sepuluh ribu rupiah.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline