Lihat ke Halaman Asli

Farid Arifandi

Penulis, Aktifis Anak

Kebesaran Jiwa Indonesia Terkoyak

Diperbarui: 19 Mei 2017   15:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fenomena belakangan kondisi psikologi berbangsa kita serasa mengkhawatirkan. Dampak konflik horizontal sudah didepan mata. Pertemuan berbagai pihak dalam menengahi berbagai persoalan bangsa belakangan ini, seperti tidak ada yang menunjukkan situasi akan berubah.  Justru setiap kegiatan menjadi pertunjukan seperti ‘ajang berhadapan’. Sikap saling berhadapan seperti tidak ada ujungnya.

Ditambah respon netizen dan sosial media yang seringkali kontraproduktif dan membuat semakin panas. Dua kutub ini terus seperti mengkristal di masyarakat. Ada pihak yang menekan agar kegiatan yang satu dan kegiatan yang lain tidak berjalan. Baik menggunakan pengaruh, jabatan, sampai tingkat elite.

Kalau ini tidak dihentikan bisa digambarkan akan terus berkepanjangan. Dan akan berlanjut terus, hal ini mulai terlihat di Pilkada berikutnya yang akan berlangsung 2018. Berbagai cuitan dan haters di sosial media menciptakan pembunuhan karakter para calon.

Ramadhan sebagai bulan berkah dan ibadah melawan hawa nafsu serta instropeksi akan berubah jadi pemandangan yang tidak meng’enak’kan. Mungkin cita cita pengendalian diri, perjuangan suci akan menemui banyak gangguan. Mudah-mudahan semangat ibadah pengendalian diri tetap menjadi berkah. Bukan untuk saling tidak mengendalikan diri.

Apakah ini akan berdampak baik, namun rasanya yang lebih kuat ‘memprihatinkan’. Terakhir beberapa komponen diajak bergerak untuk mencari haters di sosial media. Dan ketika ditemukan dihampiri dan diminta untuk memohon maaf. Terakhir di Banten sampai terjadi kekerasan pemukulan mata. Satu sisi bagus ini guna memerangi hoax. Namun disisi yang lain kalau menjadi pergerakan massa maka akan tidak bisa di  kendalikan. Artinya aksi massa akan terus terjadi, karena dianggap paling efektif menyelesaikan permasalahan permasalahan bangsa. Hal ini patut dikhawatirkan juga dapat menghidupkan konflik konflik lama diberbagai level di masyarakat.

Dampak pergumulan yang bernuansa berhadap-hadapan ini semakin menjangkiti dan masuk komponen paling bawah yaitu masyarakat dan keluarga. Setiap orang, siapapun harus bersiap diri, ketika pernyataannya tidak disukai maka akan di hampiri  atau dihadang massa. Bahkan sampai pembunuhan karakter.

Untuk itu kita meminta Bapak Presiden Jokowi bergerak cepat, mewaspadai fenomena tersebut. Suasana yang berlarut seperti ini dapat menimbulkan potensi perpecahan di masyarakat. Bahwa perbedaan yang awalnya dapat di lekatkan melalui Pancasila dan UUD 1945, hari ini terkoyak dan terus menuju tingkat kulminasi yang mengkhawatirkan. Restorasi bangsa secara besar besaran harus segera dilaksanakan, dalam rangka mencegah perpecahan dan konflik horizontal. Berbagai pihak harus diajak menjaga harmoni bukan semakin memecah belah.

Perbedaan akan terus diperlihatkan sebagai pertentangan. Meski banyak tokoh yang telah bergerak meng’adem’kan suasana ini. Namun sepertinya Pilkada Jakarta yang dianggap bisa menyatukan warga Jakarta. Justru semakin memperuncing persoalan se Indonesia bahkan dunia. Kita menuntut jiwa jiwa besar para pemimpin untuk menyatukan kembali. Jangan meneruskan membuat bola bola panas yang mengorbankan rakyat yang tidak mengerti dan mendapat dampak yang paling menyakitkan dibanding mereka.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline