Lihat ke Halaman Asli

Bangsa Aceh Tidak Punya Terima Kasih?

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13010591911305756353

[caption id="attachment_98166" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (shutterstock)"][/caption] Para kompasioner dari Aceh pasti tersinggung membaca judul postingan saya ini. Hmm... ini merupakan posting pertama saya setelah kenyang 'jalan-jalan' di kompasiana. Kembali lagi ke judul saya, bukan maksud saya memandang rendah, menghina ataupun mendiskreditkan bangsa Aceh. Karena lôn pih ureung aceh tok-tok (saya sendiri pun orang aceh tulen). Saya tergugah untuk menuliskan hal ini setelah melakukan perbincangan dengan sahabat saya. Berikut petikan dialog kami : Sahabat saya : kamu tahu tidak bangsa yg tidak punya terima kasih di dunia ini? Saya : tidak tahu dan tak pernah kepikiran. SY : Bangsa Aceh. Sontak saya kaget dan merasa tidak terima dengan pernyataan sahabat saya itu, tapi saya sama sekali tidak bisa membantah argumen-argumen yang diberikannya sesudah itu karena kurangnya ilmu saya. S : kenapa harus bangsa Aceh? SS : dari dulu memang tidak ada kata "terima kasih" dalam bahasa Aceh, itu menunjukkan bahwa sejak dulu memang nenek moyang orang Aceh tidak memiliki budaya mengucapkan "terima kasih". S : kan ada tuh "TEURIMONG GASEH" SS : itu cuma kata serapan dari "terima kasih"nya Bahasa Indonesia. Bukan murni dari Bahasa Aceh. Coba perhatikan ucapan terima kasih-nya Bahasa Jepang, Inggris, Arab, Spanyol dan sebagainya, tidak saling menyerap kan? Karena itu memang murni berasal dari bahasa aslinya, dari nenek moyangnya. S : emang hanya dengan begitu bisa seenaknya kita menyimpulkan bangsa Aceh tidak tahu terima kasih? SS : Tidak. Sejarah telah memberikan fakta. Salah satunya adalah lagu Bungong Jeumpa. Siapa yang mengarang lagu tersebut tidak diketahui alias NN (No Name). Bukan cuma itu, lagu ranup lam puan juga tidak diketahui siapa pengarangnya. Padahal itu adalah lagu ciri khas Aceh, hal tersebut menunjukkan bahwa orang Aceh tidak memberikan penghargaan terhadap pengarang lagu-lagu tersebut, nama pengarangnya saja tak dikenang. Bandingkan dengan bangsa-bangsa lain, mereka mengabadikan nama-nama penemu/pengarang sesuatu yang penting. Aku telah mencari via google mengenai hal ini tapi tak dapat menemukan nama komposer lagu tersebut. Wah... aku pun pada akhirnya mengiyakan juga. Kucoba mencari informasi mengenai hal tersebut di pustaka kampus dan google tapi hasilnya nihil. Tak ada buku maupun web yang bisa memberikan jawaban tentang hal ini. Sampai saat ini hal tersebut masih menjadi misteri buatku, apalagi kalau melihat kebiasaan masyarakat Aceh terutama yang tinggal di pedesaan (daerah pedesaan terkenal dengan kekentalan nuansa aceh-nya). Menurut pengamatan saya, memang dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh di tempat saya tidak ada budaya mengucapkan terima kasih, kata TEURIMONG GEUNASEH cuma formalitas semata, hampir tak bisa ditemukan pemakaiannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk saat ini saya masih mengambang mengenai hal ini karna saya juga belum melakukan penelitian khusus atau mengunjungi setiap pustaka yang ada. Di satu sisi saya menolak pendapat yang mengatakan bangsa Aceh tidak punya terima kasih, tapi kalau melihat fakta-fakta yang ada memang sulit kubantah. Hm... bagaimana menurut anda para kompasioner aceh?? Jangan-jangan tak pernah terpikir pun mengenai hal ini?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline