Lihat ke Halaman Asli

Sebelum Kampanye Berakhir

Diperbarui: 18 Juni 2015   07:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Masa Kampanye pilpres hampir berakhir. Kita semua masih ingat  sehari setelah masa  pileg berakhir,sejak itu, euforia masyarakat berlanjut pada pemilihan presiden, bagaikan sebuah pendakian ,euforia masyarakat bergerak  meningkat tak terkendali.Animo masyarakat begitu luar biasa menyambut sebuah perubahan. Saya percaya seandainya, tidak ada Jokowi dalam Pilpres , pilpres tahun ini tidak akan pernah semeriah ini.

Ketika euforia begitu tinggi, akan terjadi juga masa ketika euforia itu akan berhadapan pada realita, dan untuk menghadapi realita itu diperlukan persiapan dalam berbagai aspek.

Sebuah penomena yang perlu disikapi dengan persiapan yang matang, begitu hasil pemilu diumumkan ,masyarakat yang menantikan hasil pemilu akan menghadapi realita dari pilihannya. Ya masa tenang perlu diisi dengan banyak perenungan, bila perlu masa tenang dijadikan sebagai masa perenungan nasional, mari kita renungkan , apa yang sudah terjadi dibangsa ini, apa yang membuat masyarakat begitu bersemangat dengan pilpres kali ini? Sejak runtuhnya ,masa pemerintahan Suharto yang berlangsung selama 30 tahun. Begitu pekik Reformasi bergulir ,rakyat bagaikan  mahluk lugu dan polos tak berdaya, karena  pada setiap pemilu,

Rakyat  bangkit   berdiri dengan sebuah harapan atas pembaharuan besar segera terjadi,, 16 tahun ,harapan demi harapan seakan tidak berubah, oleh karena setiap perkataan ,dan jargon-jargon pemenang pemilu yang lalu, hanya bagaikan  serpihan abu yang terbawa angin, begitu  menyentuh bumi, abu menyatu dengan debu dan tidak membentuk benda berruang, bermassa dan bervolume. Rakyat kemudian hanya disuguhi pemandangan debat kekuasaan dan politik, tiba-tiba setiap orang bagaikan ahli dalam setiap masalah.Pemenang pemilu lupa segala yang penting yang harus diperjuangkannya.

Dalam masa kampanye pilpres kali ini, terlihat legasi apa yang diberikan oleh sepuluh tahun pemerintahan SBY, terlihat  jelas bukan ? Pemerintahan yang  terlihat begitu opportunist,kemudian ketika Partai yang dipimpin oleh Sby menentukan  sebuah sikap politik, apa yang ditemukan oleh rakyat? Ada sebuah sikap   bawaaan alami sang  plegmatis, dirinya yang terlahir bukan untuk memimpin tetapi seharusnya sebagai petugas  adminsitratip. Seseorang yang selalu menghindari resiko besar,oleh keputusan yang tidak berdasar pada kepentingan umum, ia  sanggup mengorbankan nasib jutaaan rakyat demi sebuah imej diri,  ketika  seorang plegmatik sejati  memimpin , legasi yang  ditinggalkan dimasa akhir jabatanpun  terlihat pada pilihan politiknya. Pilihan politik  yang suatu saat akan menjadi analisa anak cucu, analisa yang akan menjadi  sebuah legasi yang akan dicatat anak cucu. Oh presiden ke sekian Indonesia, itu adalah seorang peragu, lihatlah keputusan-keputusan apa yang dilakukannya dalam 10 tahun pemerintahannya, oh , ironis, How can He decide that way? Too badlah !

Terkadang aku berpikir,  apakah mereka-mereka yang diberi kesempatan memimpin dinegeri ini menganggap rakyat sebuah objek? Objek yang hanya memiliki dua hak, hak dipakai dan hak untuk dijadikan objek penderita?

Masih ada beberapa hari lagi untuk menentukan pilihan, memilih Jokowi dan Jusuf kalla, adalah sebuah keputusan terbaik pada saat ini, lihatlah tingkat persatuan dari pendukungnya, mereka bersatu padu tanpa diributkan perbedaan diantara mereka, bukankah persatuan itu ,adalah kebersamaan diatas segala perbedaaan. Persatuan bukan keseragaman warna , persatuan itu adalah kebersamaan didalam segala perbedaan.Dan itu sudah dibuktikan dalam masa kampanye pilpres kali ini, seberapa banyak kita yang membicarakan perbedaan yang adalah bagian dari kekayaan Negara?

Sekalipun fenomena kampanye hitam kali ini mencerminkan sebuah bentuk fitnah yang cukup membuat orang –orang sakit perut, setidaknya ada banyak hal yang dapat kita lihat dan nyatakan, ada keberanian untuk bersikap kritis dan terbuka.Keberanian itu timbul karena ada salah satu calon yang berani mengambil keputusan yang memihak rakyat kecil. Jokowi memiliki komitment untuk rakyat, Ia dimunculkan begitu saja, kalau bukan karena kehendak yang kuasa  kemunculannya tidaklah begitu tiba-tiba. Bertahun-tahun ia bekerja tanpa agenda  tersembunyi. Ia Murni untuk  bekerja demi sebuah perubahan.

Semoga pemilu dimasa yang akan datang akan lebih santun dari pemilu kali ini, semoga pemilu kali ini adalah juga bagian dari transisi budaya pemilu kita , menuju pemilu yang lebih mendidik, berbudaya dan penuh dengan kreatifitas.

Saya percaya sikap pemerintah yang sedang berkuasa  berkontribusi besar pada kampanye negatip yang menyedihkan kali ini. Sikap wait and see membuat setiap orang berusaha dengan segala cara.

Sebentar lagi masa kampanye berakhir, ada sebuah harapan euforia masyarakat akan berlanjut pada implementasi revolusi mental dan fokus  pada penemuan –penemuan atas setiap masalah.

Mari persiapkan diri pada  masa tenang banyak berdoa dan berharap Pada Dia pencipta langit dan Bumi ini.

Jayalah Indonesia, pray for Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline