Siang ini setelah membaca postingan Ira Oemar yang berjudul "Maafkan Orang Tuamu, Anakku. Kami Tak Begitu Mengenalmu" kepalaku berdenyut-denyut..pusing bergelora.
Beberapa hari ini aku memang lagi galau.. mengingat anak pertamaku beberapa bulan lagi akan selesai masa pendidikannya di MI dan insya'Allah akan lanjut ke SMP.. dan mengingat berita di Televisi ataupun di koran dan juga di media jejaring sosial macem google, youtube, dan lain sebagainya betapa semerawutnya dunia luar sana..
Sejujurnya aku memang kurang yakin dengan guru zaman sekarang ini, guru produk zaman sekarang ini sepertinya beda jauh dengan guru produk zaman dulu semasa aku masih berstatus pelajar (SD/SMP/SMA atau Perguruan Tinggi). Sebenarnya sebagai orang tua dari sianak didik, aku mau saja memberi kepercayaan sepenuhnya kepada Bapak/Ibu guru di dalam hal memberi pendidikan kepada buah hatiku agar menjadi anak yang mampu mandiri, pintar dan juga cerdas. Namun, pola tingkah laku sang guru meski tidak semuanya, membuat aku ragu, khawatir, cemas dan kurang bisa memberikan kepercayaanku secara penuh kepada mereka.. maafkan aku guru, meski dulu akupun pernah menjadi seorang guru..
Beberapa waktu yang lalu ketika ajaran 2012 - 2013 belum dimulai dan ajaran 2011 - 2012 sudah berakhir, ada seorang kenalan mengeluhkan anaknya yang tidak berhasil naik kelas dengan tudingan si anak berandal, tidak mengindahkan nasehat guru yang melarangnya menghisap lem (merk nya tidak usyah disebutkan ya pokoknya yang baunya menyengat dan membius). Dia meminta pertolongan "bapaknya anak-anak" agar mau menemani mendatangi pihak sekolah dan meminta pihak sekolah menaikkan anaknya. Demi sebuah persahabatan, si doi bersedia menemani dan setelah melalui proses yang cukup berliku, kepala sekolah yang bersangkutan bersedia menaikkan sang anak karena sebenarnya prestasi si anak cukup bagus, bahkan bisa dikatakan lumayan. Tetapi ketika si anak mau mendaftar ulang, raport si anak tetap menunjukkan tidak naik. Lho ? kok begitu.. bahkan nilai yang tadinya 6 ( di lembar daftar nilai milik wali kelas) berubah menjadi 3 di dalam raport.. bukan untuk satu mata pelajaran melainkan untuk 3 mata pelajaran.. setelah di usut-usut ternyata karena si orang tua sang anak bukan siapa-siapanya Kepala Sekolah, Pihak pengurus Yayasan di mana sekolah berdiri, dan bukan siapa-siapanya juga si wali kelas.. maka tetap TIDAK NAIK sang anak. Andai saja sang anak itu keponakannya Kepala Sekolah atau cucunya Pihak pengurus Yayasan atau juga adiknya si wali kelas mungkin cerita akan berbeda.
Jadi ... sebagai salah satu orang tua yang anaknya terdaftar sebagai pelajar, dan juga sebagai salah satu orang tua yang bukan siapa-siapa normal bukan jika saat ini aku merasa galau mengingat kondisi anakku yang termasuk kata "sedikit rapuh" dan ketika membaca postingan di kompasiana siang ini galaupun menjadi-jadi.. bukan masalah sang guru yang tidak mendapatkan kepercayaan penuh dari orang tua pelajar melainkan sikap pelajar yang semakin hari semakin sulit untuk dikatakan sopan, tahu tata krama, memiliki nilai keakhlakan yang baik. Dengan kata lain, generasi muda sekarang cenderung brutal. bukti nyata TAWURAN yang bagai penyakit menular, cepat menyebar dan mematikan.
Dulu aku pernah membaca, Pendidikan itu melibatkan tiga unsur, pelajar, pendidik, orang tua pelajar. Jika ketiganya bekerjasama maka pendidikan akan membuahkan hasil yang diharapkan. Lalu jika pelajar memiliki kepandaian " tawuran" dari mana mereka mendapatkannya. Si anak bersekolah untuk mendapatkan ilmu pendidikan macam IPA, IPS, Matematika, dls nya tetapi ketika si anak bersekolah, ilmu tawuran yang mereka dapatkan. Kenapa begitu ? mungkinkah di sekolah diajarkan ilmu tawuran (sampai mati..) atau sebelum pergi sekolah si anak dititipi ilmu tawuran oleh orang tuanya untuk dipraktekkan jika sekolah sedang tidak ada yang perlu dipelajari dan pelajar tidak perlu duduk manis di dalam kelas.
Duh.. ngawurkah aku ?
sementara problemku sendiri belum juga bisa kutemukan jalan keluarnya .. (problemku galau.. jalan keluarnya yaaa menghilangkan kegalauan tersebut).
Aaah nanti saja ah mikirnya, aku mau makan siang dulu... hehehe
Palembang, 30 September 2012
HY