Lihat ke Halaman Asli

Sayangilah Diri Kita dan Mereka Penderita Diabetes

Diperbarui: 6 April 2019   08:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Tahun 2014 adalah awal dimana ibu saya divonis mengidap diabetes oleh dokter. Ceritanya ketika itu penglihatan ibu saya mulai buram. Setelah di bawa ke dokter, mata ibu saya bukan minus atau plus melainkan terkena katarak. Setelah dilakukan cek gula darah oleh dokter ternyata hasilnya sangat tinggi, sekitar 400 lebih. Dokter menyarankan ibu saya agar mengontrol gula darah dan melakukan cek up rutin untuk menurunkan diabetesnya.

Setelah gula darahnya normal maka dilakukan operasi katarak dan alhamdulilah penglihatan sudah membaik. Sejak itu dokter menyarankan ibu saya harus sering cek gula darah, agar tidak merambat kemana-mana. Namun ibu saya karna takut ke rumah sakit, beliau hanya rutin minum obat met**min beli di toko obat.

Rutin hampir tiap hari ibu saya meminumnya, tujuannnya agar gula darahnya tidak naik. Setelah beberapa tahun, tepatnya tahun 2017, tiba-tiba kondisi ibu saya drop. Wajahnya pucat, lemah, tidak bisa konsentrasi, diajak ngobrolpun tidak nyambung. Setelah dibawa rumah sakit ternyata kadar kreatin ibu saya tinggi, gula darah tinggi dan HB nya sangat rendah, dokter mengatakan ada indikasi ke gagal ginjal.

Wajah panik bagi kami anak-anaknya, dan terutama ibu saya, beliau nangis karna takut kalau dokter menyuruhnya untuk cuci darah. Tapi ketika itu alhamdulilah dokter mentransfusi darah sebanyak 2 kantong tanpa cuci darah dan kondisi ibu saya membaik, sudah bisa ngobrol normal, dan tidak lemas.

Sejak itu dokter mewajibkan ibu saya cek up bulanan, tujuannya agar gula darah dan fungsi ginjalnya dapat di kontrol karna kadar kreatin yang tinggi. Lalu berobatlah ibu saya rutin setiap bulan di rumah sakit dengan dokter penyakit dalam.

Setahun kemudian kondisi ibu saya semakin memburuk, semakin sering keluar masuk rawat inap untuk transfusi darah, dokter menyarankan cuci darah adalah final. Karna fungsi ginjalnya semakin menurun. Karna ibu saya takut untuk cuci darah dan menolaknya, maka dokter merujuk ibu saya ke rumah sakit lain.

Di rumah sakit ke dua juga sama, dokter menyarankan cuci darah, namun ibu saya tetap menolak dan memintanya untuk diobati saja. Lalu dokter tidak memaksa ibu saya untuk cuci darah dan mencoba untuk mengobatinya. Namun tiap bulan kondisi semakin memburuk, hampir dua bulan sekali masuk rumah sakit untuk di rawat. Setiap malam sulit tidur, kakinya bengkak, dan badan gatal-gatal. Seringkali badannya lemas, mual, batuk, segala penyakit seperti muncul. Sedih melihatnya, dan bingung harus bagaimana.

Dan pada tanggal 20 Januari 2019 ibu saya ngedrop, tidak kuat jalan. Lalu setelah kami bawa ke rumah sakit, dokter menyarankan rawat inap, untuk dilakukan transfusi darah karna HB nya rendah, gula darah tinggi dan kadar kreatin yang tinggi. 10 hari dirawat kondisi ibu saya semakin memburuk, bicara melantur, sesak nafas, dan badannya bengkak-bengkak dan tidak bisa buang air besar selama 10 hari. Dan terjadilah apa yang kami takutkan selama ini sebagai anaknya.

Dokter yang menangani ibu saya sudah menyerah, kondisi ibu saya sudah kritis, sudah tidak ada lagi obat-obatan yang bisa membantunya. Dokter menyarankan untuk cuci darah,  karna fungsi ginjal ibu saya tinggal 7 persen.

Dokter memberitahu kami tentang segala resiko dengan cuci darah nya. Karna kondisi ibu saya sedang sesak nafas, maka harus di masukan ke icu untuk pelaksanaan cuci darahnya. Dan resiko henti nafas sangat tinggi, namun jika tidak dilakukan cuci darahpun kondisi ibu saya sudah kritis. Ketika itu sangat berat kami anak-anaknya memutuskan.

Apakah ibu saya harus cuci darah, pindah rumah sakit, atau pulang ke rumah. Tapi melihat kondisi ibu saya sangat sesak nafas berat kami tidak berani ambil resiko untuk membawanya pulang. Lalu kami berembuk akhirnya diputuskan untuk berikhtiar cuci darah lewat ruang ICU.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline