Lihat ke Halaman Asli

Fras An

Rough Sea Makes A Good Captain

Negara Sibuk, Pendidikan Makin Terjepit

Diperbarui: 19 Januari 2025   00:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : Doc Freepik

Berita tentang dihentikannya tunjangan kinerja (Tukin) dosen ASN mengguncang dunia pendidikan Indonesia. Alasan yang diberikan adalah perubahan nomenklatur dan ketiadaan anggaran, yang seolah menjadi dalih pembenaran untuk mengabaikan kesejahteraan para pendidik. Fakta ini terungkap dalam berbagai protes dosen, salah satunya aksi simbolis mengirim 60 karangan bunga ke kantor Kemendikbudristek sebagai bentuk kekecewaan (Kompas.com, 7 Januari 2025). Kebijakan ini menunjukkan betapa minimnya perhatian negara terhadap sektor pendidikan, terutama mereka yang menjadi ujung tombak mencerdaskan bangsa. Dalam sistem kapitalisme saat ini, beban hidup pendidik semakin berat, sementara dukungan negara kian mengecil.

Masalah ini tidak hanya dialami para dosen, tetapi juga mahasiswa dari keluarga kurang mampu. Tahun 2025 mencatat hanya tujuh calon mahasiswa di salah satu perguruan tinggi yang berhasil memenuhi syarat untuk mengakses Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, program beasiswa untuk mahasiswa tidak mampu (Kompas.com, 10 Januari 2025). Hal ini disebabkan oleh persyaratan yang semakin ketat, yang justru menyulitkan banyak mahasiswa yang membutuhkan bantuan pendidikan. Biaya pendidikan yang terus meningkat, ditambah dengan kebijakan yang tidak pro-rakyat, membuat pendidikan tinggi semakin sulit diakses. Banyak potensi besar dari generasi muda terpaksa terhenti hanya karena terbentur oleh sistem yang tidak berpihak kepada mereka.

Berbagai fakta ini memperlihatkan betapa rapuhnya komitmen negara dalam menjamin pendidikan sebagai hak dasar warganya. Pendidikan yang semestinya menjadi prioritas pembangunan bangsa malah terpinggirkan. Sistem kapitalisme yang diterapkan di Indonesia hanya memperkuat tren ini. Dalam sistem ini, pendidikan sering kali dipandang sebagai komoditas ekonomi, bukan kebutuhan pokok rakyat. Ketika negara abai, rakyat yang tidak mampu harus berjuang sendiri untuk mendapatkan akses pendidikan. Hal ini bertentangan dengan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam Pasal 31 UUD 1945, yang menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.

Kebijakan yang menghapus tunjangan kinerja dosen dan menyulitkan akses beasiswa seperti KIP Kuliah mencerminkan lemahnya peran negara dalam menjamin pendidikan. Dosen yang memegang peranan penting dalam mencerdaskan bangsa seharusnya mendapat penghargaan yang layak, bukan malah diabaikan. Sebuah laporan dari Tempo menunjukkan bahwa penghapusan tunjangan ini tidak hanya berdampak pada kesejahteraan dosen, tetapi juga pada semangat dan kualitas pengajaran mereka (Tempo, 10 Januari 2025). Ketika para pendidik harus mencari pekerjaan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup, bagaimana mungkin mereka dapat fokus membimbing generasi penerus? Bagi mahasiswa, kebijakan ini juga menciptakan kesenjangan yang semakin lebar dalam akses pendidikan. Data dari Kementerian Pendidikan mencatat bahwa hanya sebagian kecil mahasiswa yang memenuhi syarat ketat KIP Kuliah, padahal kebutuhan akan beasiswa meningkat seiring dengan melonjaknya biaya pendidikan. Menurut laporan World Bank, tingginya biaya pendidikan adalah salah satu faktor utama yang menghambat mobilitas sosial di negara berkembang seperti Indonesia. Jika situasi ini dibiarkan, bukan hanya individu yang dirugikan, tetapi juga masa depan bangsa.

Berbeda dengan kapitalisme yang sering kali mengabaikan pendidikan, Islam memandang pendidikan sebagai salah satu pilar utama dalam membangun peradaban. Dalam Islam, pendidikan tidak hanya bertujuan mencerdaskan otak, tetapi juga membentuk karakter dan moral generasi penerus. Para pendidik dalam Islam memiliki kedudukan yang sangat mulia. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah, para malaikat, penghuni langit dan bumi, bahkan semut di sarangnya serta ikan di lautan mendoakan orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia." (HR. Tirmidzi). Penghargaan terhadap pendidik ini tidak hanya berupa ucapan, tetapi juga diwujudkan dalam bentuk jaminan kesejahteraan.

Pada masa kekhilafahan, pendidik mendapatkan penghargaan yang tinggi, baik secara moral maupun material. Negara memastikan bahwa para pendidik dapat berkarya tanpa harus khawatir dengan kebutuhan hidupnya. Gaji mereka berasal dari Baitul Mal, yang dikelola untuk kesejahteraan umat. Sebagai contoh, Khalifah Umar bin Khattab memastikan bahwa guru-guru yang mengajarkan Al-Qur'an kepada anak-anak diberikan gaji yang layak. Hal ini membuktikan bahwa Islam sangat menghargai peran pendidik dalam membangun peradaban. Selain itu, Islam juga menempatkan pendidikan sebagai hak dasar setiap individu, tanpa memandang status sosial atau ekonomi. Pendidikan gratis berkualitas adalah salah satu prinsip utama dalam sistem Islam. Negara bertanggung jawab penuh untuk menyediakan pendidikan hingga tingkat tertinggi. Hal ini dimungkinkan karena sistem ekonomi Islam memiliki sumber pemasukan yang besar dan beragam, seperti zakat, kharaj, dan pengelolaan sumber daya alam. Dengan sistem ini, negara tidak hanya mampu membiayai pendidikan, tetapi juga memastikan bahwa semua rakyat mendapatkan akses yang setara.

Islam memberikan solusi yang menyeluruh untuk mengatasi persoalan pendidikan. Solusi ini tidak hanya berbasis pada aspek teknis, tetapi juga pada nilai-nilai syariat yang memastikan bahwa pendidikan benar-benar menjadi alat untuk membangun peradaban. Negara dalam Islam berfungsi sebagai ra'in (pelayan rakyat) yang bertanggung jawab penuh untuk menyediakan pendidikan yang berkualitas. Setiap individu, tanpa memandang latar belakang sosial dan ekonomi, memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Para pendidik mendapatkan penghargaan yang layak atas peran besar mereka. Dengan gaji yang memadai, mereka dapat fokus berkarya dan mengembangkan keilmuannya untuk kepentingan umat. Sistem ekonomi Islam menyediakan fondasi yang kuat untuk pembiayaan pendidikan. Dengan pengelolaan sumber daya alam yang adil dan zakat yang dikelola secara profesional, negara memiliki anggaran yang cukup untuk membiayai pendidikan secara gratis. Pendidikan dalam Islam tidak hanya berorientasi pada pencapaian akademik, tetapi juga pada pembentukan karakter Islami. Generasi yang dihasilkan dari sistem ini tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki moral yang tinggi dan siap berkontribusi untuk umat.

Penghapusan tunjangan kinerja dosen dan sulitnya akses beasiswa seperti KIP Kuliah menunjukkan lemahnya perhatian negara terhadap pendidikan. Dalam sistem kapitalisme, pendidikan sering kali terpinggirkan, sehingga banyak rakyat yang kehilangan hak mereka untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Islam memberikan solusi yang komprehensif dengan menjadikan pendidikan sebagai hak dasar dan tanggung jawab negara. Dengan penerapan Islam kaffah, pendidikan tidak hanya menjadi jalan menuju kemajuan, tetapi juga pembentuk peradaban yang mulia. Sudah saatnya kita kembali kepada sistem yang menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama, demi menciptakan generasi yang cerdas, bermoral, dan berdaya untuk membangun masa depan. Hanya dengan Islam, pendidikan yang bermartabat dapat terwujud.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline