Lihat ke Halaman Asli

Fras An

Rough Sea Makes A Good Captain

Money Politics dalam Pemilu

Diperbarui: 15 Februari 2024   02:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perhelatan pesta demokrasi di Indonesia masih diwarnai dengan isu politik uang atau money politics. Dilansir dari kompas.com (14/02/2024) Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) DKI mendapatkan laporan terkait dugaan politik uang dan pembagian minyak goreng oleh calon anggota legislatif (caleg) selama proses pemilu 2024. praktik ini hanyalah salah satu praktik money politic dalam skala daerah, belum bicara praktik-praktik dalam skala nasional menjelang pemilihan pemimpin negeri ini yaitu Presiden.

Sebuah film dokumenter yang viral yaitu "Dirty Vote" seakan mengkonfirmasi dan menegaskan  bahwa praktik politik uang sudah sedemikian telanjang, para elektoral tidak lagi malu melakukan hal tersebut, etika politik tidak dihiraukan demi mendapat dukungan suara dari para pemilih. 

Money politics secara teori dalam konteks pemilihan umum (Pemilu) di Indonesia merupakan praktik yang menggunakan uang atau materi lain untuk memengaruhi pilihan pemilih atau penyelenggara pemilihan. Praktik ini dapat mencakup berbagai bentuk seperti membagi uang, memberikan bantuan, instruksi memasangkan bendera, dan janji-janji memberikan sesuatu. vote buying, personal gifts, services and activities, club goods, dan pork barrel projects. 

Praktik money politics ini termasuk dalam isu penting dan serius yang mempengaruhi integritas sistem politik. Padahal Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) Nomor 7 Tahun 2017 tegas melarang politik uang, namun kelemahan dalam regulasi terkait penegakan hukum pemilihan memungkinkan praktik ini masih terus terjadi.Pasal 278, 280, 284, 286, dan 515 UU Pemilu melarang politik uang, Pelanggaran ini dapat mengakibatkan pembatalan nama calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari daftar calon tetap, atau pembatalan penetapan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagai calon terpilih atau sanksi administratif. 

Money politics yang berlangsung terus menerus tanpa adanya sanksi yang tegas dapat menjadi sebuah perilaku politik yang juga dapat membawa kepada sistematis, masif, dan melibatkan berbagai macam modus, hal ini dapat merusak merusak sistem politik, menodai fairness proses politik, dan invalidasi hasil proses politik. di sisi lain, praktik ini juga dapat menjadi "mother of corruption" (induk korupsi).

Selain itu, Undang-Undang Pemilihan Umum hanya melarang praktik politik uang dari pemberi atau orang yang menjanjikan, sementara penerima tidak diatur dengan tegas, Ini menjadi kelemahan dalam regulasi yang dapat dipengaruhi oleh kepentingan politik. 

Praktik money politics nampaknya jadi sebuah niscaya dalam sistem demokrasi di negeri ini, meski secara teoritis praktik kotor menurut para ahli adalah menciderai demokrasi itu sendiri. Namun jika kita analisa lebih jauh, bagaimana para elektoral melenggang ke tampuk kekuasaan dimana dibutuhkan biaya politik yang tinggi, maka praktik semacam ini akan terus tumbuh subur, pendidikan masyarakat yang dominan rendah serta tingkat kemiskinan yang tinggi menjadikan mereka tidak memiliki kesadaran politik untuk memilih para elektoral berdasarkan ide dan gagasan, yang disampaikan. 

Hal inilah kemudian dimanfaatkan para politisi untuk membeli suara mereka dengan uang. Maka sangat mungkin pada akhirnya rakyat memilih bukan berdasarkan kapasitas dan kapabilitas para kandidat. Sistem demokrasi ini selalu memberikan peluang untuk praktik-praktik kotor semacam ini karena suara pemilih akan memudahkan mereka melenggang ke tampuk kekuasaan.

Lalu bagaimana Islam memandang hal seperti ini. Islam memiliki aturan yang paripurna. Pemilu dalam pandangan Islam merupakan sebuah salah satu cara (uslub) dalam memilih seorang pemimpin, hukum pemilu dalam Islam adalah mubah artinya bisa diterapkan atau tidak, disesuaikan dengan kondisi. Kriteria seorang pemimpin atau Khalifah dalam Islam adalah sosok-sosok terbaik yang siap mengabdi kepada umat, yang akan menaati hukum-hukum Allah dan RasulNya, ajang kontestasi memilih pemimpin bukanlah ajang saling menebar fitnah, menjatuhkan atau calon-calon  yang tampil dengan pencitraan. Dalam Islam seorang calon pemimpin haruslah cerdas secara intelektualitas namun komitmen dengan penerapan syariat secara kaffah dan Islam melarang secara tegas praktik politik uang karena merupakan salah satu praktik suap atau rasuah yang bertentangan dengan ajaran agama. 

Syekh Khatib Asy-Syirbini dalam kitab Mughni Muhtaj mengatakan, dalam ilmu fikih, suap atau risywah didefinisikan sebagai tindakan memberi sesuatu kepada orang lain dengan tujuan agar dia melakukan sesuatu yang tidak adil atau tidak benar. 

Artinya: "Suap adalah pemberian sesuatu kepada orang lain agar dia memutuskan perkara dengan tidak adil atau agar dia tidak memutuskan perkara dengan adil." (Asy-Syirbini, Mughni Muhtaj, jilid VI, halaman 288). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline