Berkaca dari turunnya rekomendasi DPP PDIP pada ajang Pilwakot Solo kepada Gibran, langkah cerdas Akhyar Nasution untuk keluar dari PDIP ke Demokrat dapat dimaklumi. Dari pengalaman tersebut Akhyar Nasution selaku kader tulen sudah bisa mengantisipasi dan meramalkan rekomendasi pada Pilwakot Medan akan jatuh kepada bukan dirinya. Anggapan menghianati partai dan terburu nafsu kekuasaan tentu bagi PDIP, namun bagi para pengamat hal ini dapat dimaklumi dalam rangka untuk mendapatkan tiket bertarung dalam ruang Pilkada bukannya dalam perebutan ruang rekomendasi. Inilah Fakta politik yang terjadi dan Akhyar Nasution tidak mau mengalamami nasib yang sama sebelumnya dengan Achmad Purnomo di Solo. Kalau Achmad Purnomo memang sudah cukup usia untuk maju dan pilihan jatuh kepada yang muda malah banyak tudingan miring seperti isue politik dinasti.
Bagi Demokrat tentu welcome dengan masuknya Akhyar Nasution karena mempunyai elektabilitas di wilayahnya, salah satu manuver kebebasan dalam berpolitik telah ditunjukkannya, sehingga hal ini selalu menghiasi pemberitaan di berbagai media. Soal menang kalah dalam kontestasi dapat diatur melalui startegi pengerahan sumber daya yang dimilikinya. Mendapat kader potensial tentu Demokrat akan lebih bersemangat mengusung di pilkada Medan. Tentu ini akan lebih seru dan kita bisa melihat kompetisi yang menarik dan menjadi bagian sejarah perpolitikan di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H