Lihat ke Halaman Asli

Sembilan Belas Ribu Enam Ratus Sembilan Puluh Sembilan

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Musim kampanye pemilihan legislatif telah dimulai, meskipun seperti dilansir dalam beberapa media (cetak/elektronik) sebelumnya bahwa pada kenyataannya seluruh parpol peserta pemilu tidak ada yang cukup kesatria untuk mengikuti aturan yang ditetapkan oleh bawaslu secara fair, mereka "mencuri" start secara terang - terangan bahkan di depan mata Sang Pengawas proses pemilihan (Bawaslu dan panwaslu) dan didepan mata seluruh rakyat Indonesia. Tak pelak lagi, banyaknya tayangan propaganda agar rakyat memilih mereka dengan redaksi gombalan yang bermacam - macam yang tampil setiap harinya, itu terjadi jauh sebelum tanggal 15 maret 2014 yaitu waktu resmi untuk berkampanye secara terbuka bagi para "pujangga" politik tersebut. Apa yang mereka inginkan? Tentu saja kemenangan, kemenangan untuk sebuah kursi di parlemen dan kemenangan untuk memperkuat "dominasi" di tubuh pemerintahan dengan masing - masing warna partai yang mereka bawa. Adakah yang berpikir bahwa kemenangan mereka adalah kemenangan rakyat? Kemenangan akan mimpi perubahan yang telah lama mereka impi - impikan? Mungkin itu akan menjadi poin kesekian.

Ada tiga tingkatan pemilu legislatif yaitu DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten Kota dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Secara rinci, jumlah daerah pemilih di tingkat pusat DPR RI ada sebanyak 77 dapil dengan 560 kursi. DPD terdiri dari 33 dapil dengan jumlah kursi yang diperebutkan 132 kursi. DPRD provinsi ada 259 dapil dengan 2.112 kursi. Lalu terbanyak adalah DPRD Kabupaten Kota 2.102 dapil dengan 16.895 kursi (via detiknews http://news.detik.com/read/2014/01/09/120902/2462640/10/200-ribu-caleg-yang-berebut-19-ribu-kursi-di-2014). Jika di hitung - hitung, maka jumlah kursi yang mereka perebutkan untuk tanggal 9 April nanti sekitar 19.699 kursi. Angka yang sangat besar untuk menciptakan sebuah perubahan besar pula untuk tatanan Indonesia yang baru dan lebih baik.

Indonesia berada pada kondisi dimana dunia politik menjadi arena yang sangat menarik bagi seluruh kalangan yang menginginkan perubahan. Mereka berlomba - lomba mengukuhkan cakarnya didunia yang kelihatannya sangat menjanjikan ini. Menjanjikan karena politik menjadi gerbang besar untuk membuat perubahan dengan mempengaruhi dan mengubah arah kebijakan politik, ekonomi, hukum dst, atau sekadar menjanjikan karena ingin menciptakan perubahan pada isi dompet dan rekening jika telah ditasbihkan sebagai sang empunya kursi mahal diparlemen nantinya (ini yang berbahaya). Mereka tak ubahnya finalis Indonesia idol atau Dangdut academia, menjual apa yang  menjadi bakat mereka untuk dipilih rakyat, entah untuk menciptakan prestasi ataukah hanya menginginkan prestise. Para kandidat itu datang dari berbagai kalangan, dari politisi ulung, pengusaha besar, selebriti, tukang pijit, guru mengaji,dsb.. Dari kalangan tua hingga muda. Khusus untuk kandidat muda ini, jika diperhatikan, jumlahnya meningkat tajam dari pemilu – pemilu yang sebelumnya hanya diisi dengan tokoh - tokoh lama yang jaman ayah bahkan (mungkin) kakek pun sudah akrab dengan wajahnya, kini diisi dengan wajah yang cukup segar (ayah saya sudah kalah update kalau saya ajak cerita tentang profil mereka). Hal ini mengindikasikan bahwa politik bukan hanya panggungnya orangtua (lagi), tetapi golongan muda pun telah meliriknya. Mereka menjadi lebih partisipatif untuk terjun langsung sebagai bagian dari yang akan dipilih. Yang muda yang bekerja, katanya.

Bung Karno pernah  menyebut “beri dia sepuluh pemuda maka akan digentarkannya dunia”,  berkaca dari kutipan singkat tersebut, maka dapat diolah oleh akal kita secara sederhana bahwa dengan meningkatnya partisipasi pemuda bukan hanya sebagai pemilih tetapi juga sebagai yang akan dipilih dalam kontestasi memasuki dunia politik, dunia yang paling berpengaruh bagi arah gerak bangsa sekarang, maka tidak salah jika kita menaruh harap yang lebih besar untuk perubahan. Mari berandai – andai. Dari angka 19.699 kursi yang dipertaruhkan, berilah saja 10% untuk pemuda, yakni angka 1970 kursi, angka yang terbilang minimal, maka bukan kah tidak mustahil untuk sekadar mengubah Indonesia?

Disini saya tidak berusaha membuat dikotomi umur untuk caleg muda dan tua, ataukah mencoba mempropaganda untuk memilih caleg yang muda saja dan potong jalan bagi caleg tua tanpa melihat rekam jejak dan hasil kerjanya, saya hanya berusaha mengusik tidur panjang kita (khususnya pemuda) oleh ninabobo sekelumit urusan sekolah dan perut, urusan santai dan hura – hura. Tanyakan pada nurani, mengapa Soekarno begitu percaya diri membuat perubahan hanya dengan meminta sepuluh pemuda (produktif)? Jika dulu dia hanya meminta sepuluh pemuda ditengah kondisi Indonesia yang baru belajar berjalan, lalu berapa pemuda yang dibutuhkan Indonesia dalam usianya yang telah menanjak menghampiri angka 69 tahun ini. Usia dimana Indonesia yang semakin bergerak maju dengan 60% komposisi penduduknya ialah pemuda. Lima, tiga, ataukah cukup satu? Entahlah. Berapapun angka yang dibutuhkannya itu, yang pasti Indonesia butuh pemuda yang mendambakan indONEsia-nya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline