Lihat ke Halaman Asli

Ana Fauzia

Mahasiswi

Legal Opinion: Studi Kasus Pemerasan pada Proyek Rehab SD/SMP Pasca Bencana Gempa Kota Mataram, NTB

Diperbarui: 7 Januari 2021   09:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

VONIS : Terdakwa kasus pemerasan pada proyek rehab SD/SMP pasca bencana Kota Mataram, H. Muhir, divonis dua tahun penjara oleh hakim Pengadilan Tipikor Mataram kemarin. (Dery Harjan/Radar Lombok)

1. KASUS POSISI

Kasus ini bermula ketika pada saat itu terjadi gempa bumi di Pulau Lombok secara beruntun pada tanggal 29 Juli 2018, tanggal 5 Agustus 2018, tanggal 9 Agustus 2018 dan tanggal 19 Agustus 2018. Diketahui bahwa akibat adanya bencana gempa bumi ini, begitu banyak fasilitas umum dan fasilitas sosial yang ada di kota Mataram menjadi rusak, dan kerusakan ini terutama dialami oleh tempat Sekolah Dasar dan Sekolah Menegah Pertama yang mengalami kerusakan dari berat, sedang, dan ringan.

Padaa tanggal 10 Agustus 2018, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Mataram kemudian mengajukan bantuan dengan mengirim data rekapitulasi penaksiran penilaian dengan total anggaran yang diajukan sebesar Rp21.058.671.000 kepada BAPPEDA Kota Mataram. Hingga kemudian diperbaharui kembali pada terakhir awal bulan September 2018 oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota Mataram dimana sekolah yang terkena dampak gempa hingga berjumlah 26 (dua puluh enam) sekolah yang terdiri dari 21 SDN dan 5 SMPN dengan nilai Rp. 3.462.500.000,00 ditambah anggaran untuk PAUD / TK Negeri, pembelian tenda, rehab gedung dinas dan trauma healing sehingga total anggaran Penanganan Pasca Gempa pada Dinas Pendidikan Kota Mataram adalah sebesar Rp. 4.292.500.000,00.

Setelah pengajuan tersebut, kemudian rancangan KUPA PPASP tahun 2018 diajukan kepada DPRD Kota Mataram sampai juga dengan disahkannya RAPBD-P Kota Mataram.

Hingga kemudian, awal dari bagaimana Muhir diindikasi melakukan tindak pidana korupsi bermula ketika hari Rabu 12 September 2018 ketika pada saat itu Penyidik pada Kejaksaan Negeri Mataram sedang memeriksa saksi Sudenom untuk mengkonfirmasi bahwa Muhir yang diperiksa sebagai tersangka dalam perkara lain dimana Muhir selaku Ketua Komisi IV DPRD Kota Mataram yang sering meminta sejumlah uang kepada para Kepala SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) di Kota Mataram khususnya Kepala Dinas Pendidikan Kota Mataram untuk keuntungan pribadi antara lain dalam rangka tugas keluar kota, pengesahan APBD maupun APBD Perubahan dan adanya laporan lain yang berkaitan dengan perbuatan terdakwa meminta sejumlah uang kepada pegawai negeri atau ASN di lingkungan Pemerintah Kota Mataram dalam rangka promosi dan penempatan sejumlah jabatan di Pemerintah Kota Mataram. Dan pemeriksaan oleh Penyidik saksi Sudenom didampingi oleh Penasihat Hukumnya bernama Hijrat Priyatno, S.H. dan Muchtar Muhammad Saleh, S.H. 

Namun, tiba-tiba Hand Phone saksi Sudenom berdering dan ternyata ada panggilan dari Muhir untuk memberitahukan terkait bantuan dana gempa dan mengkonfirmasi dana yang diterima sebesar Rp. 4,2 milyar. Kemudian, Sudenom mengaktifkan loudspeaker handphonenya sehinga pembicaraan didalam handphone tersebut terdengar jelas termasuk oleh orang yang berada disekiranya

Di dalam pembicaraan tersebut, berdasarkan pada apa yang dijelaskan dalam keterangan saksi Sudenom, saksi Hijrat Priyatno dan saksi Muchtar Muhammad Saleh bahwa ketika menelpon saksi Sudenom Muhir mengatakan bahwa anggaran untuk perbaikan gedung SD dan SMP yang rusak sudah disetujui dengan dana Rp.4,2 milliar.

Saksi Sudenom ini adalah Kepala Dinas Pendidikan Kota Mtaram pada saat itu. Dan Sudenom inilah yang mengajukan anggaran tersebut. Ternyata, dalam pmbicaraan di antara mereka berdua, Muhir meminta uang sebesar Rp. 30.000.000,00 berdasarkan pada inisiatif saksi Sudenom sendiri dan sebelumnya tidak pernah diperjanjikan antara terdakwa dengan saksi Sudenom. 

Setelah dari permintaan uang tersebut, kemudian saksi Sudenom pada hari Kamis tanggal 13 September 2018, sekitar jam 15.00 wita, menelepon saksi Tjatur Totok Hardiyanto dan memberitahukan hal tersebut. Tujuan telepon tersebut untuk diadakannya pertemuan antara Totok, Sudenom, dan Muhir. Pertemuan diadakan di rumah makan Taliwang Nada di Jalan Ahmad Yani SayangSayang Kota Mataram. 

Namun ternyata, pada saat pertemuan tersebut, Muhir meminta uang tambahan lagi. Dimana berdasarkan keterangan saksi Sudenom, dan Tjatur Totok Hardiyanto pada saat akan pulang terdakwa meyampaikan kepada saksi Tjatur Totok Hardiyanto bahwa dirinya akan keluar bersama Walikota, kemudian terdakwa meminta uang kepada saksi Tjatur Totok Hardiyanto sejumlah Rp. 1.000.000,00 dan diserahkan pada saat di rumah makan Taliwang Nada tersebut. Sedangkan, untuk uang Rp. 30.000.000 diserahkan di hari dan tempat berbeda. Yakni di warung Encim Geniu di Jalan Rajawali I No. 18 Cakranegara Kota Mataram pada jam 10.00 WITA pada tanggal 14 September 2018.

Dan pada saat di hari itu juga, saksi TOTO HARDYANTO menyerahkan sebuah amplop warna coklat yang berisi uang pecahan Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) sebesar Rp. 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) kepada terdakwa dan setelah menerima amplop tersebut, terdakwa langsung menyimpannya didalam saku celananya dan perbuatan terdakwa dilihat oleh saksi GUFRAN dan saksi HESTI yang saat itu mengawasi gerak gerik terdakwa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline