Satu bulan lagi, pernikahan yang telah lama kuimpikan akan segera datang. Mimpiku untuk terus bersamanya dalam suka dan duka, kini terasa dapat segera kugenggam. Enam tahun bukan waktu yang sebentar bagi dua manusia yang sama-sama berpendirian keras untuk memutuskan terus bersama. Naik turun hubungan ini telah kami hadapi. Nyatanya sekarang kami hanya bisa menertawakan hal-hal kecil penyebab pertengkaran yang dulu sering menghampiri.
"Kenapa bisa hal seremeh ini bisa membuat kita bertengkar, ya?" Ia bertanya sambil menyeruput segelas cappuchino, minuman kesukaannya.
Aku hanya bisa menjawab dengan gelengan kepala, sambil menertawakan kenaifan kami kala itu.
Seperti biasanya, setiap sore di akhir pekan, kami pergi untuk mengunjungi kafe yang ada di kotaku. Hanya dua hari di akhir pekan seperti ini, waktu yang bisa kami gunakan untuk bertemu. Selepas kuliah, aku dan dia terpaksa menjalani hubungan jarak jauh karena ia diterima bekerja di luar kota, sedangkan aku memilih untuk kembali ke kota kelahiranku.
"Minggu depan ada jadwal meeting sama WO," ucapku padanya sembari menyuap pisang bakar cokelat keju, yang selalu menjadi camilan yang kupesan di kafe mana pun.
"Minggu depan, ya." Suaranya menggantung di udara.
Ia lalu melirik kalender di ponsel keluaran terbaru yang ia beli dari gaji pertamanya, hampir setahun yang lalu. Pekerjaannya sebagai marketing di perusahaan multinasional yang padat, membuatnya rutin mencatat seluruh kegiatannya di ponsel.
"Hari Sabtu atau Minggu?" tanyanya dengan kedua alis yang hampir bertaut. Aku seratus persen yakin, ia memiliki agenda lain di antara dua hari itu.
"Hari Sabtu siang. Kalau kamu nggak bisa, aku minta temenin Mama Papa aja,"
Ia menggenggam tanganku, menunjukkan ekspresi sedih yang hingga saat ini tetap membuatku gemas dan ingin mencubit pipinya. "Maaf, ya, belum bisa nemenin. Aku jadi salah satu narasumber di acara in house training untuk sales baru."
Ini adalah salah satu alasanku memakai jasa WO. Beberapa kali, aku harus mengurus sendiri berbagai perintilan pernikahan yang menguras pikiran dan tenaga, karena ia harus menyelesaikan pekerjaannya yang tak ada habisnya.