Lihat ke Halaman Asli

Mengapresiasi Kebijakan Pemerintah dan Wakil Rakyat

Diperbarui: 9 Desember 2023   11:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mengapresiasi Kebijakan Pemerintah dan Wakil Rakyat.


Tujuan utama dari suatu proses pembangunan adalah secara bertahap meningkatkan produktifitas dan kemakmuran masyarakat secara menyeluruh. Karena itu, salah satu tanggung jawab utama negara (baca : pemerintah) adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebab masyarakat suatu negara merupakan subjek serta objek pembangunan, karena itu merupakan modal yang sangat vital bagi pembangunan. Jadi, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan ekonomi haruslah sejalan.

Namun realitas yang terjadi selama ini diluar harapan. Masyarakat yang merupakan modal vital serta subjek dan objek pembangunan ternyata dipinggirkan sedemikian rupa. Seakan mereka adalah sekumpulan makhluk tanpa roh yang berada didunia hampa. Kata-kata "adil dan makmur" yang membahana sekian lama tak lebih hanyalah sloganisme dan retorika murahan pada level pengambil kebijakan (suprastruktur) yang melahirkan kebenaran semu dan palsu.

Masyarakat yang telah berperan besar dalam mendudukkan pemerintah serta wakil-wakilnya dikursi tampuk kekuasaan, dibiarkan terlantar dan merana dalam kubangan lumpur kemiskinan dan kebodohan. Jangankan untuk diberdayakan, membicarakannya-pun terkesan setengah hati, bahkan kadang kala menjadi bahan lelucon dan tertawaan. Ini diakibatkan sistem politik dan pemerintahan dinegara kita tidak sedikitpun berpihak kepada masyarakat, bahkan menjadi media tumbuh suburnya penguasa dan wakil rakyat yang zalim. Mereka semuanya semakin asyik maksyuk dengan dirinya sendiri, dengan pahamnya yang neokapitalis, neoliberalis, yang pro pemilik modal dibanding dengan masyarakat. Padahal nyata-nyata menghancurkan tatanan negara kita ini. Sehingga wacana tentang pemberdayaan masyarakat, tersingkir jauh keluar gelanggang, masuk kedalam area pengap dan sempit oleh petualang politik yang oportunis, yang tanpa visi dan misi jauh kedepan. Ironis memang !. Seharusnya peran masyarakat kian vital dan strategis ditengah-tengah hantaman gelombang modernisasi.

Gambaran diatas bukanlah fatamorgana dan ilusi, tapi kenyataan yang terlihat jelas lewat berbagai kebijakan-kebijakan politik ekonomi pemerintah dan wakil-wakil rakyat. Pencabutan subsidi BBM, penjualan BUMN, kenaikan tarif dasar listrik (TDL), kebijakan tentang pertambangan, pertanian, kehutanan, ketenaga kerjaan, bahkan termasuk kebijakan tentang penyediaan kebutuhan rakyat yang paling mendasar-pangan, pendidikan, dan pelayanan kesehatan, semuanya merupakan kebutuhan yang menguasai hajat hidup mayoritas masyarakat banyak yang diserahkan bulat-bulat kepasar bebas. Itu semua adalah bukti ketidak pedulian pemerintah dan wakil rakyat akan realitas sosial ekonomi masyarakat. Dan pada akhirnya adalah jutaan rakyat menderita, terperosok dalam jurang kesengsaraan, kebodohan dan kepasrahan.

Koreksi terhadap pemerintah dan wakil rakyat.

Meng-apresiasi terhadap apa yang telah dilakukan oleh pemerintah dan wakil rakyat selama ini memang harus dilakukan namun tidak menutup kemungkinan untuk mengkritisinya. Pertama, adalah tugas serta tanggung jawab pemerintah dan wakil rakyat untuk mencari solusi atas segala persoalan yang dihadapi masyarakat. Hilangkan beragam alasan -mulai dari kekurangan tenaga hingga dana. Sedangkan anggaran para pejabat dan wakil rakyat untuk fasilitas mewah dan gaji wah selalu tersedia padahal notabene berasal dari tetesan demi tetesan keringat rakyat. Jangan lagi timbul kesan berusaha menghindar dari tugas yang diembannya bila sudah berhubungan dengan kepentingan masyarakat banyak. Padahal bila berhadapan dengan pengusaha bermasaalah, pemerintah tak malu merentangkan tangan membentangkan karpet merah untuk menyambut mereka.

Kedua, berikan contoh keteladanan sejak menjadi kandidat sampai menjabat dalam hal berbicara, perilaku dan gaya hidup. Perbuatan anggota dewan yang diberitakan di Padang Ekspres, Rabu dan Kamis, 25-26 Februari 2009, akan semakin membuat rakyat muak dan antipati. Mereka semuanya-tanpa kecuali, harus memberikan contoh keteladanan dengan penuh kesadaran dan kosisten. Perubahan-perubahan mendasar dalam banyak hal adalah sebuah perkara besar dan harus dijadikan tujuan dan menjadi skala prioritas dalam konstitusi, seperti penanggulangan kemiskinan dan kebodohan. Karena itu, mulailah dari hal yang sederhana terlebih dahulu-keteladanan.

Ketiga, kembalilah ke konstitusi negara kita -Pancasila dan UUD 1945. Dalam pasal 33 UUD 1945 secara tegas dinyatakan : perekonomian disusun berdasarkan azas kekeluargaan, cabang-cabang produksi strategis dikuasai oleh negara, seluruh kekayaan alam dikuasai oleh negara untuk kemakmuran masyarakatnya, azas pereknomian nasional adalah demokrasi ekonomi dengan prinsip adil, kebersamaan, efesiensi, kontinuitas, berwawasan lingkungan, mandiri dan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan. Berdasarkan itu, pemberdayaan koperasi harus menjadi prioritas pemerintah dan wakil rakyat dibanding konglomerasi, kejar seluruh uang negara yang dicuri oleh para koruptor-jangan tebang pilih, hentikan penjualan serta mengambil alih kembali BUMN-BUMN yang terlanjur diobral murah ke pihak asing-apalagi BUMN strategis, ambil alih seluruh perusahaan pertambangan yang dikuasai pihak asing, keluar dari agenda perdagangan bebas karena hanya menguntungkan segelintir pengusaha, turunkan standar penggajian pejabat dan wakil rakyat sesuai dengan kondisi riil sosial ekonomi masyarakat. Jadilah pahlawan, bukan sebaliknya.

Pendidikan.

Gambaran tentang masa depan bangsa ini sangatlah sulit dirumuskan. Satu hal yang pasti penyebabnya adalah, saat ini rata-rata tingkat pendidikan masyarakat kita relatif masih rendah dibanding negara lain. Sehingga sumber daya manusia dan daya saing kita sangat tidak memadai. Hal ini mengisyaratkan perlunya perubahan dan penyempurnaan secara sistematis dan berkesinambungan diberbagai sektor, baik sosial, politik, ekonomi, hukum termasuk pendidikan. Dengan perubahan dan penyempurnaan ini, diharapkan bangsa Indonesia dapat mengatasi dampak negatif, sekaligus memiliki kemampuan mumpuni untuk menghadapi tantangan global. Namun pemerintah dan wakil rakyat, lagi-lagi tidak memiliki kesadaran dan kepedulian yang tinggi terhadap hal ini. Anggaran pendidikan minimal 20 persen saja begitu sulit terwujud, dengan beragam argumentasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline