Lihat ke Halaman Asli

Menyingkap Pandangan Ekonom Islam terhadap Perekonomian

Diperbarui: 17 November 2017   12:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Adanya perbedaan pandangan mengenai suatu permasalahan sudah menjadi hal yang wajar dalam agama Islam. Perbedaan pendapat dalam Islam menjadikan pandangan lebih luas menyikapi persoalan yang sedang terjadi. Termasuk perbedaan pandangan dalam dimensi ekonomi Islam. Didalam ekonomi Islam terdapat pemikiran para ahli ekonom Islam kontemporer yang diklasifikasikan menjadi tiga madzhab. Namun disini akan mengulas tentang Madzhab Mainstream.

Berbeda dengan pemikiran Baqir, madzhab Mainstream malah mendukung rumusan yang telah digulirkan ilmu ekonomi konvensional. Masalah perekonomian, menurut madzhab ini terjadi karena sumber daya yang terbatas dan dihadapkan pada keinginan manusia yang tak terbatas.

Madzhab mainstream beranggapan bahwa perbedaan utama antara ekonomi konvensional dengan ekonomi Islam terletak pada tujuan masing-masing. Mazhab ini justru setuju dengan pandangan konvensional bahwa masalah ekonomi muncul karena sumberdaya terbatas dan keinginan manusia yang tidak terbatas. Seperti yang disabdakan Nabi Muhammad SAW. bahwa manusia tidak akan pernah puas terhadap apa yang diinginkannya. Bila diberikan emas satu lembah, ia akan meminta emas dua lembah. Bila diberikan dua lembah maka dia akan meminta tiga lembah dan seterusnya sampai ia masuk kubur.

Salah satu contoh persoalan ekonomi di Afganistan terjadi kekurangan sumber daya ekonomi. Namun di sisi lain, manusia juga memiliki keinginan yang tidak terbatas. Meskipun negara itu mengalami krisis sumber daya, itu tidak berdampak apapun pada keinginan manusia. Justru dengan ajaran Islamlah kemudian manusia dituntut untuk mengendalikan keinginannya, sebab jika keinginan tak terkendali maka akan menyengsarakan kehidupan manusia itu sendiri.

Lebih konkret lagi mereka mencontohkan suatu kasus yaitu total permintaan dan penawaran beras di seluruh dunia berada pada titik ekuilibrium memang benar adanya. Namun, jika kita berbicara pada tempat dan waktu tertentu, maka kemungkinan besar terjadi kelangkaan sumber daya. Seperti suplai beras di Ethiopia dan Bangladesh lebih langka dibandingkan di Thailand. Jadi keterbatasan sumber daya memang ada, bahkan diakui pula oleh Islam. Dalil yang dipakai adalah Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 155:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

"Dan sungguh akan Kami uji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira bagi orang-orang yang sabar."

 

Sedangkan keinginan manusia yang tidak terbatas dianggap sebagai hal yang alamiah. Dalil yang dipakai adalah Al-Qur'an surat At-Takatsur ayat 1-5:

أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ (1) حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ (2) كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (3) ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (4) كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ (5)

"Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke liang kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu)."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline