Lihat ke Halaman Asli

Alike Mulyadi Kertawijaya

Pandangan hidup kita bisa berubah, sesuai dgn kondisi dan waktu yang berbeda. Mari menjadi lebih baik

Crossing Over (2009) ; Rumitnya masalah keimigrasian di Amerika Serikat

Diperbarui: 18 Agustus 2021   12:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1299237381703672685

Tawaran paket murah dengan masa pinjm yang lumayan lama sungguh memikat. Apalagi di masa 'krisis kantong' seperti sekarang ini. Wal hal tawaran paket 6 hari untuk 6 film sangat sayang klo dilewatkan. Maka jadilah dua hari yang lalu, aku menyewa 6 film untuk 6 hari. Masing-masing film kupilih dengan genre berbeda; mulai dari action, true story dan drama. Untuk action dan drama, rasanya sayang klo Harrison Ford dilewatkan, maka jadilah dua film dari enam film paket yang ditawarkan kubawa ke rumah. Selebihnya adalah jennifer lopez, antonio banderas, heath ledger, collin firth, Kiefer Sutherland dan lain-lain yang kupilih untuk melengkapi empat film sisanya. Dari keseluruhan paket film itu, ada beberapa film yang kupikir cukup berkesan; baik itu dari segi ide cerita yang jauh dari kesan remeh temeh, maupun keistimewaan lainnya. Salah satunya adalah 'Crossing Over'. Film yang dirilis tahun 2009 ini disutradari dan ditulis ceritanya oleh Wayne Kramer. Bintangnya adalah Harrison Ford, Ashley Jude, Ray Liota dan aktor kenamaan lainnya. 

Sinopsis 

Max Brogan (Harrison Ford), agen Imigrasi dan Pabean (ICE), yang selalu bersimpati pada imigran gelap dan dideportasi. Mitra kerjanya yang keturunan Iran-Amerika, Hamid (Cliff Curtis) sedang menantikan naturalisasi ayahnya. Saat keduanya melakukan tugas rutin kepada para immigran gelap, kisah lainnya mengangkat cerita tentang seorang pengacara (Ashley Judd) sedang membantu sebuah keluarga mengadopsi seorang anak yatim piatu dan menangani deportasi satu keluarga dimana anak mereka yang berusia 15 tahun dituduh terkait dengan teroris; seorang pemuda Yahudi (Jim Sturgess) mencoba menyelamatkan pekerjaannya; dan Cole Frankel (Ray Liotta) menggunakan jabatannya - pengawas persetujuan kartu hijau – untuk membantu seorang model cantik asal Australia (Alice Eve) untuk menduduki beberapa jabatan penting. 

Ulasan Film 

‘Crossing Over’ merupakan sebuah film bergenre drama yang mencoba mengangkat beberapa cerita tentang penduduk imigran yang tinggal di Amerika Serikat. Ada yang berhasil dengan perjuangan keras, ada yang dideportasi, bahkan ada yang menemui kematian. 

Secara keseluruhan film garapan sutradara Wayne Kramer ini telah berhasil mencapai tujuannya dengan genre yang diangkatnya. Karena ketika menonton film ini kita dibawa kedalam beberapa kasus yang dialami oleh para petugas Imigrasi Amerika dengan berbagai latar belakang dan persoalan. Tak hanya itu, film ini mencoba menggambarkannya dalam beberapa cerita terpisah dari lima tokoh yang berbeda. Ada yang dari Meksiko, Korea Selatan, Iran, bahkan dari Australia. Disini sutradara mampu mengemas semua cerita menjadi potongan-potongan dengan latar belakang masalah yang berbeda. Kemudian itu semua dapat disatukan diakhir film ini, dimana banyak manusia yang mendambakan bisa menjadi warga negara Amerika Serikat. Sementara itu, film ini juga banyak memberikan pesan moral kepada penontonnya, khususnya di Amerika Serikat. Bahwa mereka sangat bangga dengan dirinya bisa menjadi warga negara Amerika Serikat, baik itu melalui perkawinan maupun dengan perjuangan yang keras. Disini sutradara mencoba mengangkat sisi nasionalisme sebagai warga negara Amerika Serikat. Dan tentunya, AS tak sembarangan untuk menerima pendatang imigran menjadi warga negaranya. 

*** Buat kebanyakan orang, Amerika adalah negeri harapan dan semua orang ingin menjadi bagian dari harapan ini. Meski pemerintah Amerika sendiri memberikan kesempatan buat siapapun untuk menjadi warga negara Amerika namun proses ini juga mendatangkan masalah buat pihak pemerintah. Dan itulah yang dihadapi oleh Max Brogan (Harrison Ford), seorang petugas Immigration and Customs Enforcement. Sebenarnya Max adalah petugas yang jujur dan baik namun masalahnya adalah Max terlalu mudah bersimpati. Simpati mungkin tak jadi masalah jika saja itu tidak diberikan pada orang yang seharusnya ia tangkap. Di sisi lain, Hamid (Cliff Curtis), rekan Max yang punya darah Iran justru malah sangat memegang teguh prinsip bahwa masuk secara legal ke Amerika adalah sesuatu yang harus dijunjung tinggi. Seiring perjalanan kedua petugas Immigration and Customs Enforcement ini mengalami banyak masalah yang terjadi di sekitar mereka. Denise Frankel (Ashley Judd), misalnya, ia berusaha untuk membuat skenario agar sebuah keluarga yang diduga punya kaitan dengan organisasi teroris bisa masuk dengan legal ke Amerika. 

Di sisi lain, Cole Frankel (Ray Liotta) yang memiliki wewenang untuk melepas Green Card berusaha memanfaatkan posisinya untuk bisa berhubungan seks dengan Claire Shepard (Alice Eve), seorang model cantik asal Australia yang ingin menjadi warga negara Amerika. Kemiripan dengan film berjudul CRASH rasanya adalah kesan yang paling kuat dari film ini. Wayne Kramer sebagai sutradara rasanya juga tak berusaha untuk menghilangkan kesan kemiripan ini. Atau bisa jadi CRASH justru adalah sumber inspirasi dari film berdurasi sekitar 113 menit ini. Terlepas dari sengaja atau tidak ada beberapa hal yang membuat CROSSING OVER ini jadi berbeda dengan CRASH. Keduanya sama-sama menyajikan potongan-potongan cerita yang saling terkait dengan cara yang kadang unik. Bedanya, CROSSING OVER terasa sedikit dipaksakan sehingga tak ada kesan alami seperti pada CRASH. Jalinan antara kisah yang terpisah ini ditata sangat rapi dan itulah yang membuat film ini jadi terasa dipaksakan. Bisa jadi sang penggagas film ini berusaha mencakup sebanyak mungkin aspek dari masalah kewarganegaraan ini sampai-sampai terlalu banyak aspek yang dijejalkan. Para pendukung film ini sebenarnya tak bisa disepelekan, terutama Harrison Ford. Sebagai karakter sentral, Harrison menyajikan akting yang memuaskan meski lagi-lagi ia dihadapkan pada naskah yang membuat karakternya terlalu soft dan tak lagi terasa wajar sebagai satu sosok manusia yang utuh. Terlepas dari itu, film ini membawa pesan yang patut direnungi dan mungkin bisa dijadikan pembelajaran buat kita semua

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline